Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA*

Masih teringat dalam benak banyak orang yang sempat menikmati hidup ditahun 1970 dan pertengahan 1980, masa ini adalah masa kehidupan yang tegolong masih tradisional, teknologi belum begitu maju. Masyarakat masih menikmati hiburan melalui radio, televisi (TV) masih dua warna (hitam dan putih), sehingga belum banyak yang namanya pengaruh dari luar, baik itu luar negeri atau juga dari luar daerah.
Sistem pembelajaran antara orang tua dengan anak-anak masih bersifat langsung tanpa perantara dan tanpa ada pengaruh lain yang dapat membantah apa yang diajarkan, orang tau dan masyarakat yang berusia lebih tua dijadikan sebagai panutan dan contoh bagi anak-anak atau yang berusia lebih muda. Tidak heran pada masa ini kita lihat ketika orang tua atau orang yang lebih tua yang merokok melarang anak atau adiknya supaya tidak merokok anak dan adiknya bisa patuh. Bahasa yang digunakan ketika melarang seseorang untuk merokok adalah “jangan merokok karena kamu belum bisa mencari uang nanti kalau sudah bisa mencari uang beru boleh merokok”. Kata-kata ini cukup didengar oleh oleh anak-anak pada masa itu.
Tidak pernah terdengar adanya larangan dari orang tua atau dari orang yang lebih tua kalau merokok itu bisa merusak kesehatan (batuk, paru-paru atau penyakit apapun), boleh jadi pelarangan itu tidak dihubungkan dengan kesehatan karena pengetahuan orang tua pada saat itu bahwa merokok dapat merusak kesehatan, di sisi lain juga pada saat itu masyarakat banyak memanfaatkan tembakau bukan hanya untuk rokok tetapi untuk obat yang lain. Dalam pengetahuan orang tua pada masa itu tembakau sangat bagus untuk obat luar seperti untuk luka, obat mata yang luka dan untuk membersihkan gigi untuk pemakan sirih sehingga mempunyai gigi yang kuat.
Pelarangan untuk merokok dalam masyarakat tidak dikaitkan dengan kerusakan fisik (kesehatan) tetapi pelarangan lebih kepada ketakutan akan tejadinya kejahatan lain sebagai efek daripada merokok, seperti karena ketidak mampuan mencari uang dapat menyebabkan tindakan pencurian, melawan kepada orang tua (bahasa kampong). Karenanya ditegaskan tidak boleh merokok karena belum ada uang nanti kalau sudah bekerja dan punya uang baru boleh merokok. Kalau kita perhatika lebih jauh sangat boleh jadi tua dahulu tidak tau kalau merokok itu merusak kesehatan, atau sangat mungkin kalau dikaitkan pada kesehatan maka orang tua tersebut tidak bertanggung jawab dengan apa yang diajarkannya, karena sekali gus ketika ia melarang anaknya merokok tetapi ia sendiri juga merokok tetapi kalau dikaitkan denga uang maka anak-anak pada dasarnya belum punya uang sedangkan orang tua sudah mempunyai uang untuk membeli rokok.
Hal yang juga menarik dari sistem pembelajaran orang tua kepada anak melalui merokok, dimana-mana dalam dunia tradisional tidak pernah duduk dalam sebuah kesepakatan sesama orang tua namun ada hasil yang disepakati kalau semua orang tua tetap tidak mengizinkan anaknya untuk merokok. Lalu karena apa ada satu tujuan yang sama walau tidak melalui dari sebuah rencana kesepakatan, tentu ada hikmah di balik pembelajaran tersebut.
Sedikit hikmah yang bisa kita petik, kalau awal dari semua kejahatan itu bisa lahir dari “kecanduan”. Mereka yang ketagihan merokok dan kalau tidak punya uang mereka akan berusaha mendapatkannya walau dengan cara apapun, bagi masyarakat yang hidup di daerah pertanian cara yang paling mudah untuk mendapatkan uang adalah mengambil barang milik orang lain, seperti buah kopi, buah cabe, tomat, jeruk, pukat dan lain-lai untuk dijual. Lebih dari situ mereka akan berupaya merngambil uang milik orang tua mereka, atau juga uang orang lain yang bisa mereka ambil. Mereka yang ketagihan merokok juga tidak jarang pertama-tamanya mencoba untuk mengisap barang yang memabukkan yang dibalut kepada rokok yang mereka isap dan akhirnya juga menjadi ketagihan dan kecanduan sehingga tidak bisa meninggalkannya. Itulah diantara hikmah yang dapat kita petik dari rangkaian pembelajaran yang diajarkan oleh tradis yang ada di dalam masyarakat.
Upaya yang dilakukan masyarakat supaya orang yang belum bekerja tidak merokok banyak sekali, diantaranya semua orang tua akan marah kepada orang-orang yang belum bekerja apa bila ketahuan merokok, kendati yang merokok itu bukan anaknya. Apalagi anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah, untuk mereka ini guru sangat berperan dengan menjadikan lingkungan sekolah dilarang berjualan rokok.
Karenanya tidak heran bila kita melihat dalam masyarakat tradisional merokok di depan orang yang lebih tua adalah bentuk sikap yang tidak sopan dan kalaupun harus merokok maka dilakukan dibelakang orang yang disegani, seperti anak tidak berani merokok di depan orang tuanya kendati ia sudah bekerja dan menikah, menantu tidak mengangap diri sopan dan hormat bila merokok di hadapan mertuanya.
Bentuk pembalajaran dalam masyarakat tradisional sebagaimana diuraikan dapat membentuk sikap yang santun dan hormat kepada orang-orang yang lebih tua, menimbulkan kemandirian dalam berusaha karena tidak berani menggunakan uang yang bukan dihasilkan dengan usahanya sendiri, serta terdorong untuk mencari dan memiliki usaha tanpa tergantung kepada orang tua.
*Anggota Pemangku Adat Aceh Pada Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi






