Banda Aceh-LintasGayo.co : Sosialisasi tentang konsep dan strategi pemasaran Wisata Halal, diharapkan dapat memacu seluruh pemangku kebijakan di Aceh untuk mempersiapkan diri sedini mungkin untuk menjadikan Aceh sebagai tujuan wisata halal di Indonesia dan Dunia. Dengan demikian, usaha wisata di daerah berjuluk Serambi Mekah ini benar-benar sesuai dengan status Syariat Islam yang berlaku.
Hal tersebut disampaikan oleh Asisten II Sekda Aceh, Azhari Hasan SE, M Si, saat membuka secara resmi Sosialisasi Strategi Kerjasama Pemasaran Wisata Halal, yang digelar di Hotel Paviliun Seulawah, (Kamis, 19/5/2016).
“Mudah-mudahan, dukungan dan perhatian yang begitu besar dari Kementerian Pariwisata RI terhadap pengembangan usaha kepariwisataan di Aceh, akan membuat potensi wisata Aceh menjadi lebih meningkat sehingga menjadi simbol bagi kegiatan wisata halal dan Islami di Indonesia,” ujar Azhari.
Dengan semakin pesatnya perkembangan wisata halal di dunia internasional, Azhari berharap agar pengertian wisata halal dapat dipahami lebih jelas oleh masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan sosialisasi seperti yang diselenggarakan hari ini , diharapkan mampu menjabarkan secara lengkap apa dan bagaimana wisata halal tersebut.
“Berbicara tentang status wisata halal tentu tidak hanya berdasarkan pandangan umum yang berkembang, tapi harus dilengkapi dengan penegasan hukum dari lembaga berwenang. Oleh sebab itu, guna menegaskan bahwa wisata di Aceh memiliki status sebagai wisata halal, Pemerintah Aceh telah membentuk kelompok kerja untuk memastikan status halal bagi pelayanan di restoran, rumah makan, café dan lainnya,” ungkap Azhari.
Di samping itu, lanjut Azhari, ada juga Pokja halal bagi hotel, paket-paket wisata serta pembentukan Tim Koordinator Percepatan Realisasi Label Halal di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar sebagai proyek percontohan untuk Aceh.
Untuk diketahui bersama, saat ini Lembaga Pengkajian pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Permusyawaratan Ulama telah mengeluarkan 56 sertifikat halal kepada produk makanan/minuman, termasuk rumah potong hewan di Kota Banda Aceh.
“Inilah yang menjadi salah satu ukuran sehingga pengertian tentang wisata halal mendapat pengakuan secara nyata dari lembaga resmi yang ditunjuk. Semua akan menjadi pelengkap bagi fasilitas-fasilitas utama lain yang akan terus kita kembangkan guna menegaskan status sebagai daerah dengan wisata Islami,” lanjut Azhari.
Terus Pacu Perbaikan Fasilitas Utama dan Fasilitas Pendukung
Dalam kesempatan tersebut, Azhari juga menjelaskan, guna menegaskan diri sebagai daerah yang menerapkan Syari’at Islam serta menuju daerah kunjungan wisata Islami dan wisata halal, selama ini Pemerintah Aceh terus memacu pemabangunan sejumlah fasilitas utama dan fasilitas pendukung
“Misalnya, pembangunan dan renovasi Masjid Raya Baiturrahman, pembangunan infrastruktur dan akses jalan menuju objek wisata, peningkatan kapasitas para pekerja wisata di Aceh, sosialisasi tentang pentingnya sertifikasi halal kepada produsen makanan dan pelaku usaha pariwisata, serta hal-hal lain yang terkait pelayanan bagi wisatawan,” ungkap Azhari.
Semua langkah dan perbaikan ini, diharapkan akan menjadikan status wisata halal melekat dalam semua usaha pariwisata di Aceh. Azhari menjelaskan, selama ini sempat ada pandangan bahwa status Syariat Islam dan penegasan tentang pariwisata halal akan membuat wisata usaha kepariwisataan di Aceh sulit berkembang.
“Ada pihak yang memiliki pandangan dan berkeyakinan bahwa wisatawan yang berkunjung ke sebuah wilayah pasti membutuhkan kebebasan. Mereka tidak ingin dibatasi dengan berbagai hal yang berbau tradisi atau budaya, apalagi terkait dengan agama. Pandangan seperti ini tenyata tidak benar, sebab pada kenyataannya wisata halal justru mengalami perkembangan sangat pesat.”
Azhari mengungkapkan, sebuah riset yang diterbitkan traveltourismindonesia.com menyebutkan, bahwa wisata halal tumbuh 100 persen lebih cepat dibanding sektor wisata lainnya. Bahkan pada tahun 2020, pertumbuhan untuk ini diperkirakan mencapai hingga $200 Miliar di seluruh dunia.
“Di masa mendatang, sektor wisata halal diyakini bakal menjadi sebuah generator bisnis dalam jangka panjang. Jadi sangat tidak masuk akal jika status syariat Islam atau wisata halal membuat wisatawan jadi enggan datang ke Aceh,” tambah Azhari.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Asisten Deputi Strategi Pemasaran Pariwisata Nusantara dan Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Wisata Budaya, serta para Kepala Bidang di lingkup Kementerian Pariwisata RI, Perwakilan dari Direktur Maskapai Penerbangan, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Reza Fahlevi dan para pengelola Hotel, Pengurus Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA ) Aceh. (SP | Kh)