Catatan Khalisuddin*
WARGA dataran tinggi Gayo khususnya di Aceh Tengah dan Bener Meriah, terlebih penggemar olahraga bola voli di era tahun 1980an tentu masih sangat ingat sosok atlit yang dijuluki si Tangan Besi. Dia kerap bikin bola voli pecah saat di smash. Dialah Azhar Bahri. Sosok Urang Gayo yang atletis, berkulit putih, peramah dan rendah hati.
Jalan panjang ditempuh oleh Azhar yang dilahirkan di Takengon 16 Juni 1958 ini demi menyalurkan bakat atlitnya. Putra ke-7 dari tokoh Gayo, Alm.Tengku Hasan Basri yang merupakan bupati DI (Darul Islam) sekitar tahun 1960-an dan ibu Almh. Dahniar memulai pendidikan di SD 2 Bintang dan lanjut ke MIN 2 Kota Takengon hingga kelas 7.
Saat di bangku MIN, sebelum mengenal olahraga voli yang sesungguhnya, untuk mendapatkan bola voli kala itu sangat sulit, maklum memang zamannya serba sulit. Tapi karena keinginan sangat kuat untuk bisa bermain voli, Azhar kecil menggulung-gulungkan kertas untuk dijadikan bola, tiang olahraga ini dibuat dari batang ubi kayu sedangkan netnya dibuat dari sejenis rumput jalar (kerpe uyet: Gayo-red).
Tahun 1972, Azhar mulai beranjak remaja, masuki SMP 2 Takengon dan mulai lebih mengenal olah raga voli dan atletik, khususnya lompat jauh dan lompat tinggi. Di SMP inilah awal mula Azhar memegang bola voli sesungguhnya dan mulai berani mengikuti tournamen voli tingkat umum. Dia juga kerap membawa nama harum SMP 2 dan sempat memperoleh juara umum pada ulang tahun RI yang ke-29.
Tamat SMP tahun 1975, Azhar mencoba pendidikan lanjutan di Jakarta di STM DKI 1 Mangga Besar. Di sekolah ini dia masuk ke club UMS sebagai atlet olahraga atletik lompat jauh. Berlatih rutin di lapangan Madya Senayan. Selain club UMS dia juga masuk club Vini Vidi Vici sebagai atlet junior voli dan berlatih rutin di Bulungan.
Saat duduk di bangku kelas 2 pada akhir tahun 1977, Azhar kembali ke Takengon karena seringnya terjadi bentrok antar sekolah antara STM DKI 1 dengan SMA 2. Tahun 1977 pertama kali mengikuti tournamen voli ke luar daerah yaitu ke Lhokseumawe dengan membawa nama Aceh Tengah pada acara ulang tahun Komando Resort Militer (KOREM).

Karena melihat skill permainannya saat bertanding di Lhokseumawe, banyak club-club lain luar daerah yang ingin mengajak Azhar bergabung dengan club-club mereka.
Tahun 1978 Azhar kembali melanjutkan pendidikan di STM Pertanian Takengon dan tahun itu juga tim dari Banda Aceh datang ke Takengon untuk menyeleksi atlet yang akan dibawa sebagai perwakilan Aceh di Pekan Olah Raga Pelajar Nasional (POPNAS). Setelah di tes fisik dan tehnik terpilih tiga orang yang lolos dari Takengon termasuk Azhar.
Dia ikuti seleksi lanjutan diadakan di Banda Aceh dari ketiga perwakilan yang diambil dari Takengon, akhirnya hanya Azhar yang lolos ke tingkat nasional dengan mengikuti Training Center (TC) di Banda Aceh. Pada saat itu akhir tahun 1978 semua sekolah akan melakukan Ujian Nasional dan pada saat itu juga Azhar harus berangkat ke Jakarta untuk mengikuti POPNAS. Azhar tidak mau menyia-nyiakan kesempatan yang sudah susah payah didapatkannya, dia tetap berangkat ke Jakarta dan mendapatkan dispensasi untuk ujian susulan sepulang dari Jakarta. Skill Azhar mulai diketahui banyak orang terutama team penyeleksi dari Banda Aceh.
Di tahun 1980 dia kembali mendapatkan panggilan melalui telegram untuk segera melakukan latihan rutin agar dapat bergabung kembali menjadi atlet voli perwakilan Aceh di PAPNAS dan tim Banda Aceh juga memberitahukan kepada dia agar bersabar menunggu informasi selanjutnya mengenai keberangkatan.
Entah mengapa, panggilan yang ditunggu-tunggu belum juga diterima sampai PAPNAS itu belangsung. Tidak berputus asa, saat itu juga dia berangkat ke Jakarta dan ternyata ada yang tidak beres, ada kecurangan. Azhar digantikan dengan orang lain yang menginginkan kepentingan lain diluar PAPNAS.
Ternyata kekecewaannya berbuah manis, semua panitia dan team-team lain tetap berpihak pada Azhar dan diajak bergabung dengan team yang ada di Jakarta. Tahun 1980 dia mengikuti Try Out olah raga voli ke luar negeri yaitu ke Singapura, dan mulai bergabung dengan team barunya.

Setelah itu dia mendapatkan surat dari orang tuanya untuk segera pulang ke kampung karena ada lowongan pekerjaan di Kanwil Transmigrasi di Banda Aceh. Azhar menuruti dan bekerja di kantor itu, dan selama bekerja di Banda Aceh bergabung bersama club Perkasa Kuta Alam. Setiap sabtu rajin pulang ke Takengon dan selalu rutin mengadakan latihan di lapangan volley di depan gedung biosokop Gentala setiap minggunya.
Akhir tahun 1980 Azhar ikut pertandingan volly Tansmigrasi se-Indonesia di Surabaya mewakili Kanwil Banda Aceh, sepulang dari Surabaya dia mendapatkan SK penempatan kerja di Penaron Lukup Serbajadi Aceh Timur. Di awal tahun 1981 Azhar memilih meninggalkan pekerjaannya dan kembali pulang ke Takengon.
Dia tambah serius meniti karir di bidang bola voli sampai mendapatkan tawaran main dari berbagai daerah dan Alhamdulillah selalu mendapatkan hasil yang memuaskan. Tahun itu juga dia mengikuti Pekan Olahraga Daerah (PORDA) di Banda Aceh dan bergabung dari team Kota Madya Banda Aceh.
Rupanya team dari Aceh Tengah sangat mengharapkan Azhar bergabung sampai-sampai bupati Aceh Tengah M. Beni Banta Cut menitipkan surat kepada atletnya yang ikut berangkat ke Banda Aceh. Isi surat itu berbunyi “Nanda kalau masih honor di Banda Aceh tolong bantu Aceh Tengah”. Dia menunjukan surat bupati ini ke pelatih Kota Madya yang sontak membuat mereka marah dan meminta kembali semua atribut dan sejumlah uang yang telah diberikan.
Akhirnya Azhar menyanggupi persyaratan dari mereka dan lebih memilih membela Aceh Tengah. Sepulangnya dari PORDA Azhar kembali terpilih untuk ikut Pra Pekan Olahraga Nasional (Pra PON) yang diadakan di Medan. Dia mewakili Aceh Tengah. Azhar kembali mendapatkan panggilan kerja di Agraria Banda Aceh dan berniat mengambil pekerjaan itu dan pada hari keberangkatan.

Saat Azhar baru saja beranjak dari rumah, tiba-tiba bupati Aceh Tengah Beni Banta Cut datang ke rumahnya mendapati sang ibu, sementara Azhar baru saja berangkat ke Banda Aceh untuk bekerja.
Bupati langsung memerintahkan ajudannya untuk mengejar mobil yang ditumpangi Azhar dan membawanya kembali pulang ke Takengon. Azhar dibawa ke Pendopo Bupati berjumpa dengan sejumlah pejabat diantaranya Kapolres, Dandim, Kepala Pengadilan Negeri dan beberapa kepala dinas.
Kapolres dan Dandim menawarkan pekerjaan kepada Azhar untuk dapat bergabung di kesatuan mereka karena sebelumnya mereka sering meminta Azhar memperkuat tim voli Polres atau Kodim. Tawaran itu ditolak oleh Azhar hingga akhirnya bupati menanyakan “kamu ingin bekerja dimana?”
Azhar menjawab BRI, mendengar jawaban itu, Bupati langsung menelpon kepala cabang BRI Takengon. “Ada putra daerah yang sangat membutuhkan pekerjaan dan kita sangat membutuhkannya untuk daerah,” kata Bupati kepada kepala BRI, permintaan ini langsung diiyakan dan Azhar pun mulai bekerja sebagai karyawan BRI.
Sejak itu, ratusan kali Azhar berhasil membawa nama harum BRI di bidang olah raga bola voli di berbagai kejuaraan, selalu menjadi yang terbaik.
Di tahun 1989 Azhar membentuk club bola voli di Takengon dengan nama Gayo All Star (GAS). Club ini beranggotakan atlit putra dan putri. Banyak yang dikorbankan Azhar untuk club ini, dari makan minum hingga biaya membenahi lapangan dengan lantai beton. Dan lapangan yang kini sudah menjadi bagian dari pendopo Bupati ini adalah lapangan dengan lantai beton pertama di Aceh Tengah. Upayanya tidak sia-sia, sejak itu olahraga ini kian dikenal di Aceh Tengah dan nama GAS sangat dikenal dengan segudang prestasi.

Tahun 1984 Azhar menikah dengan Zaidar, perempuan Gayo dari Bale Takengon dan dikaruniai 5 orang anak, Ariza Tuahmi.AZ, Arini Simahara.AZ, Julian Arigastia.AZ, Dara Arigustika.AZ dan Ari Rizkie Bugeara.AZ. Dan kini sudah dikaruniai seorang cucu bernama Syarifah Auny Kinara Al-Idrus.
Sejak 1998 Azhar mulai sakit-sakitan hingga kesehariannya hanya berbaring di tempat tidur, juga saat menerima saya di kediamannya di jalan MAN 2 Takengon awal April 2016 lalu. Menulis tentang Azhar, salah seorang idola saya dalam bidang olahraga sangat dibantu seorang putrinya, Dara Arigustika.AZ, seorang penggesek alat musik biola di Takengon, alumnus Universitas Negeri Medan (Unimed).
Dari perbaringannya dia menyatakan harapan agar pihak terkait di Gayo memberi perhatian lebih kepada atlit berbakat karena dalam pandangannya olahraga juga memanusiakan manusia, menempa seseorang disiplin dan berjiwa sportif, akan terlatih menerima kekalahan dan terbiasa dengan kemenangan.[]
*Wartawan LintasGayo.co