
Banda Aceh-LintasGayo.co: Puluhan Wartawan dari berbagai media lokal Aceh sejak Jum’at (29 April 2016) pagi diundang sebagai peserta dalam kegiatan Edukasi Publik mengenai Sistem Jaminan Nasional hingga pukul 6 sore di ruang rapat Hotel Hermes Palace, Lampineung, Banda Aceh.
Kegiatan tersebut dihadiri sejumlah pemateri dari berbagai bidang diantaranya Dewan Jaminan Sosial Nasional Prof. Bambang Purwoko, Ph.D, Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan Aceh, drg. Evi Safrida, M.Kes, Kepala BPJS Kanwil Sumbagut Edy Syahrial, Kepala Kantor Wilayah BPJS Aceh, Dra. Rita Masyita Ridwan, Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Agus Sudibyo dan Kepala Seksi Mobilitas Penduduk PPHI Hamdani.
Dalam kegiatan tersebut, pemateri menjelaskan mengenai isu seputaran jaminan nasional baik dalam hal pelayanan, kinerja, sistem, perkembangan di lapangan dan sebagainya. Selain itu, dalam sesi tanya jawab, para wartawan banyak mempertanyakan mengenai pelayanan BPJS yang selama ini belum tersosialisasi dengan baik di lingkungan masyarakat desa di Aceh serta keluhan tentang rumitnya birokrasi menjadi peserta BPJS.
Menjawab keluhan tersebut, drg. Evi mengaku, saat ini pemerintah sedang mempersiapkan pembentukan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS). Hal itu dilakukan agar pelayanan kesehatan di daerah tetap berjalan dengan baik juga untuk menghindari persepsi negatif di lingkungan masyarakat.
Lanjutnya, Ia mengungkapkan, hingga bulan Desember 2015, masih ada sekitar 69.319 jiwa lagi yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS di Aceh. Ia menyarankan, agar masyarakat secepatnya mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS dengan tidak menunggu sakit dahulu. Sehingga proses pendaftaran tidak serumit seperti yang banyak dikeluhkan saat ini,”Mendaftarlah ke BPJS di kala sehat. Itu jauh lebih baik dan bijak,” pesan Evi.
Sementara itu, Rita Masyita menjawab pertanyaan peserta mengungkapkan, Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menyediakan fasilitas rujukan melalui udara. Selain itu, Aceh juga merupakan satu-satunya yang memfasilitasi bagi pasien BPJS meninggal dunia untuk diantar pulang ke kediamannya.
Rita berharap semua elemen ikut berpartisipasi dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait sistem kesehatan serta fungsi BPJS. Ia meminta masyarakat untuk melaporkan ke pihaknya jika ada tenaga kesehatan yang meminta peserta BPJS untuk membeli obat dengan uang pribadi.
“kalau ada masalah yang seperti itu, itu jelas bukan dari pihak kami, melainkan dari oknum-oknum yang mencari keuntungan pribadi,” tegas Rita.
Lebih lanjut, Rita mengaku pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak baik dengan pihak rumah sakit daerah hingga para kepala desa untuk memberikan sosialisasi mengenai peserta BPJS kepada masyarakat. Selain itu pihak rumah sakit diminta agar merujuk pasien dari daerah ke sejumlah rumah sakit di Banda Aceh sesuai kebutuhan.
Rita mengatakan, agar peserta BPJS ketika akan dirujuk jangan selalu tertuju ke RSUDZA. Lebih-lebih dengan jenis penyakit yang sebenarnya bisa diberi tindakan di semua rumah selain RSUDZA,”Kita punya banyak rumah sakit di Banda Aceh, kenapa mesti selalu ke RSUDZA mengingat jumlah pasien yang kerap melebihi kapasitas yang akhirnya memaksa pasien untuk menunggu hingga beberapa hari agar bisa masuk ruangan untuk dirawat,” terang Rita. (Supri Ariu)