JKMA Pidie; Bom Waktu itu Bernama Pabrik Semen

oleh
Ketua JKMA Pidie, Mukhtar
Ketua JKMA Pidie, Mukhtar

Sigli-LintasGayo.co : Penambangan Semen oleh PT SCA dan Pembangunan Pabrik Semen Indonesia (joint dengan PT SCA) di 2 kecamatan di kabupaten Pidie, Kecamatan Muara Tiga di Mukim Tgk. Laweung, Mukim Cure dan Mukim Kalee dan Kecamatan Batee di Mukim Tungkop adalah bom waktu yang menunggu meledak, dipastikan akan sangat mengganggu kehidupan masyarakat.

Demikian pernyataan ketua Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Pidie, Mukhtar dalam siaran pers yang diterima LintasGayo.co, Senin 18 April 2016.

Beberapa hal yang diduga berkonstribusi terhadap timbulnya konflik disebutkan Mukhtas diantaranya proses ganti rugi lahan yang tidak transparan dan keterlibatan pihak-pihak ketiga yang ikut menekan masyarakat agar memberikan lahan mereka kepada perusahaan.

Selanjutnya penyempitan lahan produktif masyarakat; kawasan perbukitan merupakan area tempat masyarakat sekitar berkebun dan melepaskan ternak, apabila sudah dikuasai oleh perusahaan maka penduduk kehilangan tanah kebun dan lahan beternak.

“Keberadaan PT Mas Putih Indonesia yang ikut membeli lahan masyarakat Gampong Kulee dan Kareung, Mukim Tungkop, bahkan lahan milik adat juga dijual kepada pihak perusahaan; perusahaan ini diduga berafiliasi dengan PT SCA,” ungkap Mukhtar.

Lebih jauh dikatakan, masyarakat tidak mendapat cukup informasi tentang penambangan semen dan pembangunan pabrik semen, terkait dampak negatif seperti ancaman terhadap ketersediaan air dan polusi udara yang akan dihadapi masyarakat sekitar.

Lain itu, tidak adanya perlindungan terhadap masyarakat adat Mukim Kulee sebagai entitas Bangsa Aceh, “dalam dokumen AMDAL Terpadu, RKL dan RPL perusahaan PT Samana Citra Agung tidak ditemukan klausul masyarakat adat sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan kepada kebudayaan masyarakat setempat,” ungkapnya.

Dan terakhir pemicu bom tersebut dikarenakan tidak adanya safeguard terhadap wilayah Guha Tujoh sebagai sebuah gua bersejarah, terutama terhadap nilai sejarah Aceh yang dikandungnya juga satwa walet yang bersarang di sana. “Aktifitas perusahaan yang menggunakan bahan peledak dalam bekerja akan mengganggu ketentraman walet sehingga dikuatirkan tidak akan mau bersarang di Guha Tujoh lagi,” kata Mukhtar.

Amdal Terpadu tahun 2011 yang dimiliki oleh Perusahaan PT Samana Citra Agung (joint dengan PT Semen Indonesia) seharusnya dievaluasi terlebih dahulu karena tidak melakukan kajian atas ancaman hilangnya lahan produktif masyarakat untuk berkebun dan melepaskan ternak.

Dikatakan, masyarakat Mukim Tungkop, Kecamatan Batee, Mukim Tgk. Laweung, Mukim Curee dan Mukim Kalee Kecamatan Muara Tiga Kabupaten Pidie ini selain menghadapi konsesi Pertambangan Semen juga menghadapi konsesi HTI (Hutan Tanaman Industri) yang masuk di dalam wilayah mereka. Sehingga dengan memperoleh tekanan penggunaan lahan oleh dua raksasa ini maka dipastikan akan menghasilkan konflik.

Sementara masyarakat “didendangkan” dengan penerimaan tenaga kerja yang cukup besar, hal ini harus menjadi pembelajaran bagi kita orang Aceh, bagaimana dulu Pabrik PT Arun di Aceh Utara bekerja tanpa melakukan transfer knowledge kepada putra daerah (lokal) hanya janji-janji saja dan bagaimana Pabrik Semen di Mukim Lhoknga, Aceh Besar bekerja sedemikian lama, apakah sudah sejahtera masyarakat di sana?

Pengalaman dan kondisi lapangan ini harus menjadi perhatian dari pemerintah agar jangan hanya memburu rente dengan alasan PAD (Pendapatan Asli Daerah) tapi mencekik kehidupan masyarakat setempat.

“JKMA Pidie selaku salah satu stakeholder masyarakat sipil tidak pernah diundang oleh perusahaan untuk memberi masukan agar masyarakat tidak menjadi marginal dalam pembangunan daerah,” ujar Mukhtar.

Pihaknya menghimbau pemerintah dan semua pihak untuk melihat kembali pembangunan dan penambangan semen di Kabupaten Pidie dengan pertimbangan yang lebih dalam, bahwa sumber daya alam yang tersedia ini jangan hanya digunakan untuk kepentingan generasi sekarang tapi juga harus melihat dan mempertimbangankan kebutuhan generasi mendatang.

“Seperti kata bijak hadih madja matee aneuk meupat djirat, matee adat ho ta mita”, tandas ketua JKMA Pidie, Mukhtar menutup siaran persnya. (SP)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.