Sabang-LintasGayo.co : Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan Banda Aceh bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Sabang serta Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala mengadakan sosialisasi jenis ikan yang dilindungi, dilarang dan invasif (JADDI).
Sosialisasi berkenaan dilaksanakan di aula kantor Bappeda Kota Sabang, Kamis 14 April 2016.
Hadir sebagai pemateri Prof. Dr. Muchlisin Z.A., S.Pi, M.Sc dari Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala, kegiatan tersebut diikuti oleh lebih kurang 40 orang peserta yang terdiri dari pengawai dari dinas terkait, panglima laot Kota Sabang, para panglima Lhok, Pol Airud, PSDKP, dan nelayan.
Dalam materi Prof. Muchlisin menjelaskan Kota Sabang sangat rentan terhadap masukkan jenis-jenis agen hayati asing yang dilarang dan berbahaya, hal ini disebabkan karena posisi Sabang yang berbatasan langsung dengan perairan negara tetangga dan kerab disinggahi oleh kapal-kapal asing yang kadang kala membuang air ballastnya di perairan Sabang, air tersebut belum tentu steril dari agen hayati yang berbahaya dan dilarang, misalnya jenis-jenis plankton tertentu masih dapat hidup pada suhu relatif tinggi, diantara yang dikhawatirkan adalah dari kelompok Dinopfalgellata (Gambierdiscus toxicus) yang beracun, pada kadar tertentu dapat membunuh ikan menyebabkan kematian massal ikan dan meracuni orang yang mengkonsumsinya, penyakit ini disebut “Ciguatera”.
Oleh karena itu Prof. Muchlisin menyarankan agar dilakukan pemeriksaan air ballast kapal sebelum dibuang atau akan lebih aman dilarang saja kapal asing tersebut membuang air ballastnya di perairan kita, walaupun kadang hal tersebut sulit dipantau, karena bisa saja mereka membuangnya ditengah laut.
Pada bagian lain Prof. Muchlisin menjelaskan saat ini ada lebih kurang 11 spesies ikan asing yang sudah masuk ke perairan Aceh, dan jumlah yang sebenarnya mungkin lebih dari pada itu, di Sabang sendiri spesies ikan asing yang sudah merajalela diantaranya di Danau Aneuk Laot.
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh mahasiswanya diantara ikan alien tersebut yang sudah ada di Danau Aneuk Laot adalah ikan mas, ikan lele dumbo, ikan nila, ikan mujair dan ikan gurami, jelas Muchlisin.
Muchlisin mengingatkan dampak introduksi ikan asing ke suatu perairan akan merugikan secara jangka panjang, diantara dampaknya adalah perjadinya persaingan makanan dan ruang dengan ikan lokal, terjadinya pemangsaan, rentan membawa bibit penyakit dan jika terjadi kawin silang akan menurunkan sifat-sifat unggul ikan asli. Dan jika ternyata ikan introduksi tersebut sudah merugikan dan merusak populasi ikan setempat, maka ikan tersebut sudah dikatakan bersifat Invasif.
Kaji Dulu Sebelum Restocking Ikan
Selain itu Muchlisin juga mengatakan bahwa saat ini banyak pejabat terkait yang salah kaprah dengan “Restocking ikan”, kegiatan tebar ikan nila misalnya ke danau atau sungai dianggap restocking, padahal itu keliru besar.
Sejatinya yang dimaksud dengan restocking adalah kegiatan untuk meningkatkan stock ikan dari jenis-jenis yang sudah ada namun populasinya/jumlahnya menurun, oleh karena itu kegiatan restocking ini perlu didahului oleh kajian-kajian yang memadai terlebih dahulu, adakalanya perlu didahului dengan kegiatan domestika calon induk yang diambil dari alam untuk selanjutnya dipijahkan dan benihnya diterbarkan kembali ke alam.
“Kegiatan yang dilakukan sekarang lebih banyak kepada introduksi spesies ikan asing, yang sangat berbahaya bagi kelangsungan sumberdaya ikan kita dimasa mendatang, oleh karena itu perlu segera dihentikan dan lakukan kajian ilmiah terlebih dahulu apakah suatu perairan layak atau tidak dilakukan introduksi ikan, jika layak dari jenis ikan apa, pemantauannya dan pengendaliannya juga harus direncanakan secara matang,” tandas Prof. Dr. Muchlisin Z.A. (SP)