Oleh: Tarmizi A. Gani*

ISU politik di Aceh mulai kembali sexy dengan diawali beberapa statement luar biasa dari sejumlah para elite politik, terutama dari tokoh – tokoh Partai Aceh (PA) yang selama ini telah membangun PA untuk sebuah partai tempat mereka bernaung dan selanjutnya merupakan tempat berkumpulnya para pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan simpatisan mereka.
Baru – baru ini Muzakir Manaf (Mualem), ianya merupakan mantan Panglima GAM, yang saat ini memimpin Komite Peralihan Aceh (KPA) dan Ketua Pusat Partai Aceh (PA) mengumumkan akan maju mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh periode 2017 – 2022, cita – cita Mualem mendapat respon positif dan dukungan dari Partai Aceh serta sejumlah masyarakat di Aceh.
Zakaria Saman Mantan Menteri Pertahanan GAM yang cukup di cari saat Aceh dilanda konflik, menyatakan meninggalkan Partai Aceh sementara dan ingin maju sebagai calon Gubernur Aceh melalui jalur calon Independen (Perseorangan). Kata yang bersangkutan kepada media beberapa waktu lalu saat mewawancarainya di Pidie Jaya, “orang manapun jika melihat Aceh pasti nampak Zakaria Saman”, begitu lah hubungan antara Zakaria Saman dengan Aceh, ujarnya, meyakinkan ia telah berbuat banyak untuk Aceh dan wajib maju mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh.
Sementara disisi lain dr. Zaini Abdullah (Abu Doto) yang merupakan Gubernur Aceh saat ini, sebelumnya juga merupakan jajaran Menteri pada oraganisasi GAM, bahkan Zaini Abdullah ketika konflik membara di Aceh ia sempat minggat dari Aceh, berangkat ke Swedia dan menetap lama di sana, dan memimpin perjuangan bersama Almarhum Wali Nanggroe Teungku Hasan Muhammad Di Tiro dari pengasingan, Doto Zaini juga mengatakan kepada publik ia siap maju bersaing bersama calon Gubernur Aceh lainnya, untuk memenangkan Pilkada kembali di Aceh.
Nah, keberangkatan dan keluarnya sementara dua tokoh panutan GAM dari Partai Aceh dan menjadikan kursi Tuha Peut PA tersebut tidak lagi penuh Empat, hal ini diprediksikan bakal menjadi ancaman terhadap penurunan dukungan kepada partai tersebut, ini sebuah kemunduran politik bagi warga Aceh.
Pun demikian, kita tidak menafikan (menolak -red) hal ini terjadi akibat berbagai kemungkinan – kemungkinan yang tidak sefaham, atau komunikasi yang terputus antara mereka di tingkat elite. Kisruh atau mundurnya beberapa tokoh inti di Partai Aceh pasti akan berpengaruh kepada Partai terbesar di Aceh tersebut, karena menurut hemat penulis, salah satu tujuan partai adalah bertambahnya jumlah anggota, bukan berkurang, apalagi hingga terjerumus kepada keterpurukan sehingga Partai pun harus dibubarkan.
“Zakaria Saman (Apa Karya) dan dr. Zaini Abdullah (Abu Doto) adalah antara orang – orang dibarisan depan dalam perjuangan GAM, mereka juga diantara yang membangun dan merestui lahirnya Partai Aceh (PA), tapi kini mereka harus berhenti dan keluar sementara dari partai tersebut, ini sesuatu yang tidak bisa dijawab oleh naluri kita, dan merupakan sebuah isu Sexy yang semakin laku di jual di Aceh.
“Mendirikan partai, mengajak orang masuk jadi anggota Partai, kemudian keluar dari partai, ajak orang keluar, pilih saya jadi pemimpin kalian”, seakan – akan begitu ceritanya yang sedang dipertontonkan di Bumi Serambi Makkah, semoga saja Muzakir Manaf (Mualem) tetap konsisten dan komit menahkodai Partai Aceh (PA), bagi meneruskan tuntutan sejarah perjuangan GAM tetap berlanjut, tidak terputus oleh kepergian dua tiga orang elite yang juga punya alasan tersebdiri untuk mengurus Aceh dengan baik.
Kepada para elite politik di Aceh terutama para tokoh GAM, diharapkan janganlah sampai mereka melupakan MoU Helsingki, Finlandia antara GAM dan RI, sehingga rakyat bisa menikmati indahnya perdamaian, jangan hanya perdamaian yang telah dicapai ini dijadikan sebagai ladang tukar guling Gubernur, Bupati dan Walikota sekaligus menjadi lahan perebutan kekuasaan.[]
Petani Aceh Eks Denmark.