Catatan : Syamsuddin Said


KETIKA artikel ini diturunkan penulis baru saja membaca biografi musisi Gayo Aceh Tengah berjudul A.R. MOESE. Perjalanan Sang Maestro. yang ditulis oleh Yusradi Usman Al-Gayoni dan diterbitkan atas kerjasama Pang Linge dan Research Center for Gayo (RCfG).
Sebagai mantan seniman lokal yang pernah menggeluti dunia tarik suara era enam puluhan meskipun kami tidak pernah temu muka, sebersit rasa haru menyeruak di kalbu ini setelah membaca kisah tersebut sebab sang maestro kini telah tiada.
Masalahnya pada tahun-tahun tersebut lagu-lagu ciptaan A.R. Moese cukup populer di Gayo Lues, seperti Manuk Kucak dan di Negeri Seribu Bukit ini lebih dikenal dengan Renggali.
Antara tahun 1961-1964 guru-guru SD yang sekolahnya ditutup akibat gangguan keamanan peristiwa DI/TII di Aceh, kumpul di Kota Blangkejeren sepakat membentuk group atau sanggar kesenian yang awalnya diberi nama Denang Tunas Muda.
Sanggar ini diketuai oleh Ahmad Thalib dan Abd. Muis Mahmun sedangkan penulis ditunjuk sebagai sekretarisnya dengan anggota guru-guru berjiwa seni seperti Juliar Munaf, Adji Lahad, Abd. Rahim Suratna Tanjung, Djeniah Jusuf, Nur Aini Nst, Hadidjah Leman, Serimahniar dan lain-lain ditambah bebrapa PNS dan non PNS.
Kegiatanya antara lain pementasan drama atau sandiwara yang bertema perjuangan, adat istiadat dan lain-lain bertempat di gedung SMP Negeri Blangkejeren yang baru di bangun berlokasi di Komplek SD Negeri 3 Blangkejeren sekarang.
Antara babatan sandiwara diselingi dengan lagu-lagu, tarian dan lelucon serta musik pengiring Band Brimob (Mobrig Kompi 5378) asuhan Purba pemain accordion yang piawai sehingga suasana tambah semarak.
Pada ketika itu lah Tari Renggali (Manuk Kucak) diperkenalkan oleh Djemiah Jusuf jembolan SGA Negeri Takengon dan Tari Laruik Sanjo oleh Suratna Tanjung jebolan SGB Negeri Kuta Cane.
Sedangkan penari terdiri dari siswa SMP Negeri Blangkejren diantaranya Erniati, Nur Aini Muda Bale, Kesumah Saiyah,Hanifah, Rukaiyah dan lain-lain.
Pembawa lagu Hadidjah Leman, Nuraini Nst, Juliar Munaf, Tahmi Kampung jawa, Ubit, Srimahniar, Nain T, Idnan Jindan dan termasuk penulis sendiri.
Tidak lama kemudian Djeniah Jusuf menikah dengan Alim Amin Dosen IKIP Jakarta dan menurut berita terkini mereka menetap di komplek IKIP Rawamangun Jakarta.
Selanjutnya diusul Suratna Tanjung ikut suami ke Langsa, juga Hadidjah Leman dan Srimahniar pulang kampung.
Sehubungan situasi keamanan telah pulih karena Tgk. M. Daud Bereueh Wali Nanggroe DI/TII turun gunung, Kompi Mobrig 5378 di tarik ke pangkalan Tanjung Balai Asahan, Dendang Tunas Muda pun ikut bubar.
SetelahWedana Machmoed membeli seperangkat instrumen musik dibentuk lagi Band Renggali dibawah pimpinan Abd. Rahim, diusul terbentuknya Muda Ria Band disusun oleh Sofyan dan Amin Acoy.
Peralatan Muda Ria Band yang semula bernama Band Bujang Kirai dibeli oleh beberapa pengusaha dan pemainnya juga lebih terampil menggunakan alat musik.
Kedua band ini secara bergantian bahkan kadang bergabung tiap malam Minggu giliran berlatih di rumah-rumah pejabat kewedanaan Gayo Lues.
Kedatangan Alimuddin A.Rahim ke Blangkejeren setelah tamat KDC (Kursus Dinas C) atau sekolah Camat Band. Renggali terus menggeliat.
Alimuddin A.Rahim mantan anggota sanggar Peteri Bungsu Banda Aceh pimpinan Sri Bulqisi, tidak saja mahir mainkan gitar tetapi juga didukung dengan alunan suara yang merdu.
Pementasan drama tidak lagi di gedung SMP melainkan di Balai Pertemuan komplek tugu sekarang.
Karena jumlah penonton terus membludak maka dalam rangka memperingati Hari Bhayangkara guna menampung penonton Balai pertemuan ditambah beberapa meter dengan pentas atau panggung atas perakarsa Aipda Radja Mantassurbakti selaku ketua panitia.
Alimuddin A.Rahimlah melantunkan lagu-lagu ciptaan Moese seperti Garip O, dan Tawar Sedenge serta memperkenalkan Tari Resam Berume Tuak Kukur dan Tari Punca Utama lainnya disamping lagu-lagu Batak A. Sing-Singso, Gabe Maho serta lagu-lagu Minang populer Kureta Solok, Geleng-Geleng Sapi dan lain-lain.
Patut juga kita catat Violis M. Joesoe F (Ka. Insfeksi TK/SD) Sahudin Polisi, dan M. Said penggesek biola dan gitaris, serta Syawal bersama M. Djafar Dasli pengocok perut yang piawai membawakan Joke-Joke segar dan menyentil.
Sayangnya menjelang awal tahun 1964 kedua Band itupun bubar disebabkan anggotanya disibuki gas kedinasan, pindah, meninggal, dan sebab-sebab lain sehingga semuanya Hanya Tinggal Kenangan meskipun tahun-tahun berikutnya sesekali ada pementasan drama, tetapi tidak semarak lagi.
Tembang-tembang gubahan Moese yang liriknya menyentuh dan menggugah perasaan seperti Garip O dan Tawar Sedenge (Lagu Wajib Aceh Tengah) tidak mudah dilupakan begitu saja.
Maka tidak salah dan wajar jika kita bertanya “Kapan Lagi Lahirnya Komponis Atau Penggubah Lagu Gayo sekelas Moese ?”.
Memang diakui pula di Aceh Tengah telah bermunculan penembang-penembang kocak seperti Mahlil, Damora dan lain-lain namun kesannya bersifat temporal.
Diharapkan Zola Musik Course warisan Moese mampu melahirkan Moese-Moese yang lain serta seniman-seniman Galus dapat belajar disitu.
Tragis memang! seniman-seniman Negeri Seribu Bukit seakan-seakan mati suri, loyo dan lesu darah.
Padahal seniman adalah pelaku ekonomi kreatif andalan yang bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), dan seni bukan hanya Tari Saman.[]
*Warga Blangkejeren