Jakarta-LintasGayo.co : Bahasa ibu merupakan bahasa yang pertama kali dipelajari oleh seseorang sejak kecil secara alamiah yang menjadi dasar sarana komunikasi dan pemahaman terhadap lingkungannya. Isu bahasa ibu ini menjadi penting ketika bahasa-bahasa daerah di dunia mulai banyak yang punah. National Geographic, menyebut, ada satu bahasa ibu di dunia yang punah setiap 14 hari.
Sementara itu, UNESCO, memperkirakan, sekitar 3.000 bahasa akan punah di akhir abad ini. Hanya separuh dari jumlah bahasa yang dituturkan oleh penduduk dunia saat ini yang masih akan eksis pada tahun 2100 nanti. Sehubungan dengan itu pula, sejak tahun 1999, UNESCO menetapkan adanya Hari Bahasa Ibu. Penetapan ini dianggap penting karena diperlukan penanaman kesadaran pendidikan bahasa ibu kepada generasi penerusnya pada setiap bangsa.
“Di Indonesia, terdapat beragam suku bangsa dengan bahasa ibunya tersendiri. Namun, beberapa bahasa ibu itu sedang mengalami ancaman kepunahan, seperti beberapa bahasa ibu di NTT, Maluku, dan Papua bahkan sudah mengalami kepunahan. Kepunahan itu tidak sekadar hilangnya suatu bahasa, tapi kebudayaan beserta kekayaan dan keunikan yang terkandung di dalamnya ikut pundah,” kata Dr. Sugiyono, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Sabtu (26/3/2016)
Oleh karena itu, sambung Dr. Sugiyono, konservasi dan revitalisasi bahasa-bahasa yang ratusan jumlahnya itu menjadi sesuatu yang urgen dilakukan. Tanpa upaya konservasi dan revitalisasi yang baik, bahasa yang merupakan akumulasi pengetahuan manusia selama berabad-abad akan hilang, bahkan, juga tanpa dokumentasi.
“Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memiliki tugas penting dalam pengembangan dan pelestarian bahasa ibu di Nusantara. Kami akan menggelar Seminar Nasional dan Festival Bahasa IbuDigelar pada hari Selasa dan Rabu, 29—30 Maret 2016 di aula Gedung Samudera, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasadengan temaBahasa Ibu Peletak Pondasi Kecerdasan Anak,” sebutnya.
Dilanjutkannya, kegiatan tersebut akan mengundang pakar linguistik dan pemerhati/aktivis bahasa bahasa daerah. Di samping seminar, ungkapnya, juga digelar Festival Anak Berbicara dan Anak Bercerita Bahasa Daerah serta Inventarisasi Kosakata Kuliner Nusantara yang diikuti ibu-ibu dari Provinsi Sumatra Utara, Bali, DKI Jakarta, Sumatera Barat, dan Banten.
“Secara keseluruhan, ada 200 orang peserta. Mulai dari akademisi, mahasiswa, siswa, budayawan, pakar bahasa, dosen, pemerhati pendidikan, dan anak-anak peserta festival,” tegasnya. (AF)






