Pawang Ngaro : Manti Pernah Pukuli Anjing Kami di Pantan Gelowah

oleh
Pawang Berburu, Tawardi.(LGco_Khalis)

Darmawan Masri dan Khalisuddin

Pawang Berburu, Tawardi.(LGco_Khalis)
Pawang Berburu, Tawardi.(LGco_Khalis)

WALAU belum ada fakta ilmiah, banyak kesaksian bahwa Manti dan Kumen itu nyata dan masih menghuni hutan Gayo, selain pemburu harimau Yan Kule, tokoh masyarakat Bidinsyah, Gecik Rumpang Berlian, juga dari Polhut Wahyudi dan lain-lain, ada juga seorang pawang berburu bernama Tawardi, warga Genuren, Kecamatan Bintang Aceh Tengah.

Sudah berpuluh tahun Tawardi berprofesi sebagai pawang berburu (Gayo:Mungaro) Akang (Kijang) dan Noang (Kambing Hutan). Keluar masuk hutan di Gayo menjadi kebiasaan Tawardi dalam kesehariannya, terkadang dia berhari-hari menginap di hutan.

Meskipun, dia mengaku belum pernah melihat sosok Manti secara langsung, melainkan hanya melihat bekas dan melihat sosoknya sepintas saja. Seperti dialaminya di daerah Ume Kumen (Sawah Kuman-red) yang terletak di kawasan pengunungan Uyem Ratus, Kecamatan Linge, Aceh Tengah.

Penamaan Ume Kumen, kata Tawardi dikarenakan di daerah itu banyak ditemukan Manti dan Kumen (dua sosok makhluk yang saat ini masih misterius di Gayo). Dulunya, Ume Kumen merupakan tempat persawahan masyarakat, namun saat ini sudah tidak tergarap lagi (Gayo : Ume Roh). Saat persawahan itu masih aktif digarap, Tawardi menceritakan Manti pernah memerah susu kerbau yang dipelihara oleh petani.

“Yang saya dengar ceritanya, saat itu hari hujan, namun tidak terlalu deras, pemilik kerbau beristirahat di pondok miliknya, saat melihat kerbaunya di luar pondok, mereka kaget, ada sesosok mirip manusia yang duduk seperti memerah susu kerbau. Kejadian itu terus berulang saat hujan. Awalnya pemilik kerbau tak begitu menghiraukan, lama-kelamaan mereka tau bahwa Manti sedang memerah susu kerbau (Gayo : Merah Kuwah Koro),” kata Tawardi.

Tak hanya itu saja, Manti juga sering mencuri susu kerbau yang sudah diperah oleh petani. Kejadian itu terjadi, saat petani menyimpan Kuwah Koro di dalam sebuah wadah di dalam pondok, petani itu kaget Kuwah Koro sudah tak ada lagi ditempat itu, mereka kemudian mengecek wadah penampungnya, mungkin ada bocor.

“Setelah dicek tak ada tanda-tanda kebocoran. Pencurian Kuwah Koro terus berlangsung, lama-kelamaan mereka tau bahwa yang mencuri adalah Manti karena ada diantara mereka yang melihat,” ujar Tawardi.

Saat ini, Ume Kumen sudah tak digarap lagi, melainkan dijadikan sebagai tempat gembala kerbau (uwer : Gayo-red). “Karena banyak Manti dan Kumen di daerah ini, orang-orang menamai Ume Kumen,” terang Tawardi.

Dijelaskan, bahwa cerita Ume Kumen sebagai tempat kehidupan para Manti sudah berkembang sejak lama. Saat dirinya berburu Akang dikawasan tersebut beberapa tahun silam, Tawardi juga pernah melihat bekas Manti.

“Bekasnya mirip telapak kaki anak-anak, sering saya melihat bekas Manti disini,” kenang Tawardi.

Dikatakan lagi, saat dirinya bersama dua orang rekannya berburu (Gayo : Mungaro-red) Akang di kawasan Pantan Gelowah yang terletak ditengah-tengah antara Bur Kelieten dan Umang Isaq, anjing yang mereka bawa berburu tiba-tiba menemukan sesosok misterius, anjing tersebut terus saja mengonggong ke arah sosok tersebut.

Tawardi bersama dua orang temannya dengan segera menuju ke arah suara anjing, yang hanya berjarak beberapa meter saja. Saat itu mereka tengah membawa hasil buruannya yang lumayan berat. Mereka terkejut melihat sosok yang kemudian mereka ketahui adalah Manti.

“Saya dan dua orang teman kaget, ternyata anjing kami menemukan Manti, saat itu banyak Manti yang tengah duduk mencongkel-congkel tanah, ada juga kami lihat anak-anak Manti yang masih kecil. Anjing yang terus menggonggong ketakutan melihat sosok tersebut, ada sepintas kami melihat beberapa Manti memukuli anjing dengan kayu. Begitu kami mendekat, Manti-Manti itu kabur, kami tak melihat wajah mereka, hanya bagian belakang saja, larinya sangat cepat. Saat itu kedua teman tadi, menyuruh saya untuk mengejar Manti itu, tapi kami tengah bawa beban hasil buruan, tidak mungkin Manti itu bisa saya kejar,” kenang Tawardi.

Kemudian Tawardi bersama dua rekannya dengan segera menuju ke tempat Manti mencongkel-congkel tanah tadi. Tawardi menduga, Manti tengah mencari cacing untuk dijadikan makanan mereka.

“Sejak berburu selama puluhan tahun, baru kali ini saya melihat Manti dengan dekat, meski wajah mereka tak pernah saya lihat. Tapi berdasarkan yang kami lihat walau bagian belakangnya saja, mereka tak ubahnya seperti kita (manusia), hanya saja badan bereka ukurannya lebih kecil,” terang Tawardi.

Saat itu, keinginan Tawardi bersama dua rekannya untuk menangkap anak Manti yang mereka jumpai di tengah hutan itu tidak terwujud. Meski berburu Manti bukanlah utama pekerjaannya, mereka bertiga beranggapan bahwa sosok Manti yang jarang terlihat secara langsung oleh manusia, akan menjadi menarik saat mereka tangkap dan di bawa ke kampung.

“Kalau saja, Manti berhasil kami tangkap saat itu, tentu akan menjadi heboh. Semua orang akan dapat melihatnya, dan sosok Manti tak akan menjadi misterius lagi,” kata Tawardi.[]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.