M. Din Gantungkan Hidup dari Budidaya Lumut

oleh
M. Din memanen lumut ditunggu pembeli

Laporan Khalisuddin (Takengon)

M. Din memanen lumut ditunggu pembeli
M. Din memanen lumut ditunggu pembeli

SANG Khalik menciptakan sumber penghidupan bagi manusia tak terhitung jumlahnya, tergantung bagaimana manusia berpikir dan berkarya memanfaatkannya. Di dataran Tinggi Gayo, sumber penghidupan utama warganya dari budidaya kopi, sayuran dan lainnya. Namun beda dengan M. Din, lelaki Gayo kelahiran Kampung Gelelungi Kabupaten Aceh Tengah tahun 1989, Dia meraup rezeki dari persahabatannya dengan alam, lumut.

M. Din membudidayakan lumut (alge, algae) sebagai umpan pancing ikan di Paya Nahu, Kecamatan Bebesen, berdampingan langsung dengan sungai Peusangan yang berhulu di danau Lut Tawar.

Lumut menjadi gantungan utama ekonomi keluarga M. Din sejak beberapa tahun silam. Dari tahun ke tahun penghasilannya kian meningkat seiring dengan bertambahnya pehobi memancing ikan di Danau Lut Tawar dan sungai Peusangan.

“Akhir-akhir ini setidaknya 10 sampai 20 orang membeli lumut kesini setiap harinya, banyaknya setengah hingga satu plastik ini, tergantung situasi, jika pancingan lagi dekar (mujur), ya rezeki saya ikut dekar juga,” ungkap M. Din, Kamis 29 Oktober 2015. Dia menunjuk plastik kresek ukuran kecil. “Satu plastik ini harganya Rp.10 ribu, banyak atau beratnya dikira-kira saja, pembeli tidak komplin” kata ayah Sari yang berusia 4 tahun ini.

Lumut yang dibudidayakan M. Din
Lumut yang dibudidayakan M. Din

Seiring dengan meningkatnya permintaan, dia semakin memperdalam pengetahuannya tentang Lumut tersebut, bukan dari buku atau internet, tapi dari pengalaman (otodidak) saja. M. Din merawat kolamnya dengan telaten yang luasnya 29 x 20 meter persegi.

“Saya bersahabat dengan lumut, memperlakukannya dengan istimewa, beda sekali dengan budidaya tanaman lain,” ungkap M. Din yang juga bercocok tanam cabe dan sayuran lainnya.

Kolamnya harus bersih, airnya juga mesti dari mata air langsung, juga tidak boleh ada ikan serta tumbuhan air lain seperti hidrilla (sepot-Gayo:red).

“Sumber air kolam saya ini langsung dari mata air yang posisinya di tengah kolam. Pernah masuk air dari parit jalan, pertumbuhan lumut langsung terganggu. Lumut juga akan mati jika air kolam keruh,” ungkap suami Rahmi ini.

Begitu juga dengan sepot mesti dibasmi jika tidak lumutnya akan mengapung. “Intinya mesti bersih semua. Saat panen juga mesti hati-hati, perlahan dengan menggunakan galah seperti pancing,” urai M. Din yang mengaku ada petani lumut lain di Gegarang Tan Saril yang lebih senior.

Ditanya bagaimana cara mengaitkan lumut ke mata pancing, dia mengaku tidak hobi memancing dan tidak faham cara mengaitkan lumut ke pancing. “Saya juga bingung bagaimana caranya, karena tidak hobi, saya tidak mempelajarinya,” ungkap M. Din sambil menimpali umpan lumut tahan untuk 8 jam saja, setelah itu tidak lagi disukai ikan.

Umpan ikan Nila, Mujahir dan Peres
Praktisi perikanan di Aceh Tengah, Munawardi menyatakan memang benar lumut sebagai umpan pancing yang cukup disukai ikan di danau Lut Tawar dan sungai Peusangan yang berarus tenang.

“Ada 2 jenis lumut yang dijadikan umpan, lumut jaring dan lumut kude, setau saya lumut dikenal sebagai umpan seiring dengan hadirnya ikan Nila ke danau Lut Tawar di tahun 1980-an,” ungkap Munawardi.

Dan ikan Danau Lut Tawar yang suka lumut, ikan Nila, Mujahir dan Peres. “Ikan lain seperti ikan Mas (bawal) tidak suka lumut,” tandas Munawardi.[]

Rumah M. Din ditengah kolam lumut
Rumah M. Din ditengah kolam lumut

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.