Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA*

1 Muharram merupakan hari besar Islam yang selalu diperingati setiap tahunnya, banyak bentuk acara yang diadakan oleh lembaga pemerintahan mulai yang paling tinggi sampai kepada lembaga pemerintahan paling rendah yakni kampung, demikian juga dengan lembaga-lembaga social, lembaga pendidikan dan lembaga pengajian. Banyak bentuk acara yang diadakan mulai dari zikir, tausiah, pawai, sampai kepada nya-nyanyian. Orang-orang berkumpul di suatu tempat dengan mengundan penceramah denga penyampaian pesan dan hikmah dari hijrah Nabi, mengundang artis yang menyanyikan lagu-lagu relegius. Tujuan dari kesemuanya adalah mengagungkan Asma Allah dan membesarkan Nabi Muhammad dalam bentuk syiar, dengan harapan bisa menjadikan agama dan diri nabi sebagai panduan dalam perjalanan hidup manusia.
Dalam sejarah Nabi bisa dibaca, kalau perjalanan atau hijrah Nabi dari Mekkah menuju Madinah bukanlah perjalanan yang mudah dan tanpa hambatan tetapi perjalanan yang dilakukan Nabi adalah perjalanan yang mempertaruhkan nyawa, bukan hanya nyawa Nabi tetapi juga nyawa Abubakar sebagai sahabat yang setia dan juga keponakan beliau Ali Bin Abi Thalib yang harus menggantikan beliau tidur di tempat tidur Nabi, demi untuk mengelabui musuh Nabi pada saat itu. Dan masih banyak lagi nyawa-nyawa lain yang harus dipertaruhkan dalam rangka hijrah ini.
Umar Bin Khattab, sahabat yang cerdas tidak mau menghilangkan kenangan hijrah ini dari ingatan kaum muslimin hingga akhir zaman karenanya beliau menjadikan momen hijrah ini sebagai awal hitungan angka satu (1) untuk tahun hijriyah. Dari hitungan angka 1 yang dimulai oleh Umar bin Khattab ini juga kita tau berapa lama sudah umur Islam dalam hitungan tanggal hijriyah dan melalui hitungan angka satu (1) ini juga kita tau berapa lamanya kehidupan Rasulullah dan kita bisa tau apa yang pernah terjadi dalam rentang sejarah pejalanan Islam, karena itu sangat baik bila kita jadikan peringatan tahun baru hijriyah sebagai tanggal renungan dan evaluasi diri untuk melanjutkan langkah kehidupan ke tahun-tahun selanjutnya.
Tidak hanya permulaan perjalanan tahun yang dimaknai dari hijrahnya Nabi tetapi lebih dari itu para ulama membuat hijrah itu sebagai pemisah zaman atau masa dan juga pemisah tritorial dari kehidupan Nabi, buktinya ulama memahami pemisahan ini dengan perbedaan bentuk ayat Al-Qur’an yang diturunkan Allah. Kalau ketika Nabi masih di Mekkah maka ayat-ayat yang turun di Mekkah dinamakan dengan ayat-ayat Makiyah dan ayat-ayat yang turun di Madinah dinamakan dengan ayat-ayat Madaniyah, dan dari segi pesan dan makna ayat juga berbeda. Ayat-ayat Makiyah berbicara tentang tauhid dan aqidah dan ayat-ayat Madaniyah berisi tentang hukum dan aturan kehidupan sosial kemasyarakatan dan memunculkan panggilan manusia (an-nas) dan mukmin sebagai pembeda kedua masa tersebut.
Una memajukan kehidupan peradaban manusia sehingga menjadi besar, Muhammad sebagai Nabi yang mampu memprediksi zaman beliau menjadikan kampung Yatsrib menjadi Madinak yang berarti kota. Ini adalah sebuah prediksi besar untuk berjalannya tatanan hukum dalam masyarakat modern atau masyarakat kota demikian juga dengan kehidupan ekonomi masyarakat yang pastinya berbeda pasa saat masyarakat kampung yang terdiri dai suku-suku dengan masyarakat kota yang diikat dengan keberagaman pola pikir dan pola kehidupan.
Hitungan tanggal itu kini sudah berjalan jauh melaupaui tahun 1436 Hijriyah dan sekarang hitungan angka satu (1) untuk tahun 1437 Hijriyah, sejauhmana kita bisa memaknai perjalanan tahun tersebut, tentu ini terserah kepada kita dalam kapasitas masing-masing. Umar bin Khattab sebagaimana disebutkan mampu menjadikan hijrah Nabi sebagai ingatan dan batasan membelah masa dari satu peradaban menjadi peradaban baru, ulama-ulama sebelum kita mampu membuat klasifikasi ayat dengan kejadian hijrah Nabi. Secara individu kita perlu mengevaluasi apa yang sudah kita perbuat dalam rentang tahun yang sudah kita lewati, tentu dari evaluasi ini akan memberi kita arti bahwa kita tidak boleh diam untuk berpikir dan membuat rencana untuk menghadapi tahun-tahun yang akan datang. Contoh besar yang ditunjukkan Nabi dengan menjadikan Yatsrib menjadi Madinah tidaklah cukup sekedar mengaguminya tetapi lebih dari itu tentu upaya membuat suatu daerah menjadi lebih maju sangat diperlukan dan itu menjadi tugas pemimpin kita sebagai hasil cerminan dari peringatah tahun baru hijrah ini.
Penulis yakin, banyak penduduk daerah dan negeri kita yang sudah siap melangkah menuju masyarakat kota, hidup tidak lagi dengan cara tradisional tetapi sudah hidup dengan pola masyarakat perdagangan dan industry bahkan masyarakat telah mampu mengikuti dan menggunakan teknlogi dalam memenui kebutuhan hidup mereka. Kemampuan berubah suatu masyarakat dan berkembang menuju kemajuan bukanlah tanpa melalui proses dan perjuangan malah memerlukan pengorbanan, ini artinya harus ada pemisahan masyarakat antara mereka yang masih bertahan dalam pola tradisional dengan mereka yang mempunyai pola industry, karena bagaimanapun kemajuan dapat dijelma tidak mempunyai arti bila tidak ada masyarakat yang memproduksi. Demikian juga harus ada masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk mengolah hasil pertanian melalui industry.
Kita tidak boleh mengulang kesalahan yang dilakukan oleh kebijakan kapitalis sepanjang sejarah, dimana para penguasa/penguasa berusaha menjadikan masyarakat tradisional sebagai pencari rizki bagi penguasa dan penguasa, untuk itu juga kita harus membina dan berusaha memajukan pertanian dan menjadikan para petani sebagai pemilik usaha dan selalu berusaha di atas tanah miliknya dan tidak boleh para penguasa dengan otoritas yang dimiliki berupaya menguasa lahan yang seharusnya menjadi milik masyarakat.
Memaknai dan memahami hijrah Nabi berarti menjadikan diri kita sebagai bayangan dari kehidupan Nabi yang selalu berupaya merubah kehidupan diri dan masyarakat menuju arah yang lebih baik di seluruh aspek kehidupan. Karenanya dengan memperingati hijrah Nabi maka tidak mungkin ada kepakuman dalam hidup sorang muslim, tidak hanya nama manusia berubah panggilan dari an-nas menjadi mukmin tetapi juga hijrah dapat dijadikan sebagai pemisah batasan sejarah yang keduanya mempunyai ciri yang khas dan berbeda.
*Dosen Fakultas Syariah UIN Ar-Raniry Banda Aceh





