Darmawan Masri*
Pimpinan salah satu lembaga penghafal Qur’an dan hadist, Darul Huffazh di Takengon, Ustadz. Irwan Usman memberikan tanggapannya terkait buruknya prestasi kafilah Aceh Tengah di ajang MTQ ke-32 tingkat Provinsi Aceh baru-baru ini di Kabupaten Nagan Raya.
Sebagai lembaga yang membina anak-anak Gayo menjadi generasi qur’ani, lembaga ini berkewajiban membimbing santrinya dalam membaca, menghafal dan memahami Al-Qur’an. Walau masih beberapa tahun berdiri, sejak 2009 lembaga Darul Huffazh sudah memiliki seribuan santri. Beberapa santrinya merupakan wakil Aceh Tengah di MTQ tingkat Provinsi baru-baru ini di Nagan Raya.
Ust. Irwan, kepada LintasGAYO baru-baru ini mengatakan, bahwa target utama lembaga yang dipimpinnya itu berdiri sebenarnya hanya ingin menciptakan generasi Qur’ani. Namun demikian dirinya tak menampik kemungkinan santri-santrinya untuk ikut di MTQ, dan lembaga Darul Huffazh menjadi salah satu penyuplai peserta bagi kafilah Aceh Tengah.
“Tapi kalau mobilisasi semua santri untuk ikut di MTQ tidak, artinya tidak semua santri disini harus mengikuti jenjang-jenjang MTQ. Namun, yang memungkinkan saja dan memiliki kemampuan diatas rata-rata anak pada umumnya, serta umur yang masih memungkinkan, pasti diberi kesempatan ikut di MTQ. Peserta di MTQ saat ini kan juga melihat umur juga, banyak yang belajar hafalan disini yang sudah menguasai 15 juz namun umur mereka sudah tak bisa lagi ikut di MTQ,” kata Irwan Usman.
Sebagai lembaga swasta yang dituntut menciptakan kader-kader standar peserta MTQ, Ust. Irwan menilai bahwa daerah ini sebenarnya tidak kekurangan kader untuk berprestasi di MTQ tingkat Provinsi. Dia menilai, sebenarnya permasalahan ada pada kurangnya perhatian pemegang kebijakan.
“Perhatiannya contohnya begini, kalau kita mengajarkan anak-anak di lembaga ini, paling kita bisa mengajar sesuai standar. Namun, MTQ kan standarnya diatas itu, ketika kita meminta waktu lebih kepada anak-anak, itu tidak mungkin. Karena, mereka berpikir untuk apa, sudah bisa baca Al-Qur’an dan sudah hafal 1 Juz, itu sudah cukup. Disaat kita menginginkan peran mereka lebih dari itu, disinilah butuh peran pemegang kebijakan. Minsalnya mengumpulkan anak-anak terbaik, kemudian dididik ke dalam kelas khusus yang siap bertarung di MTQ. Komitmen itu yang perlu kita dapatkan dari pemerintah, jadi mereka pun merasa diperhatikan dan mau menambah jam lebih. Jadi kalau sekedar dipengajian biasa, kemudian kita arahkan untuk menambah jam untuk persiapan MTQ, mereka tidak mau. Intinya peran dari pemegang kebijakan,” terang Ust. Irwan.
Ust. Irwan yang juga diminta oleh Dinas Syari’at Islam Aceh Tengah sebagai pelatih peserta di cabang hifzil qur’an pada MTQ tingkat Provinsi baru-baru ini mengatakan bahwa pembinaan atau pemusatan latihan (TC) peserta di Aceh Tengah juga masih kurang. Dia dipanggil menjadi pelatih menjelang keberangkatan kafilah untuk bertanding ke MTQ di Nagan Raya.
“Yang kita inginkan bukan itu. Tapi, ada pembinaan yang dilakukan sepanjang tahun, bukan hanya menjelang MTQ saja,” ucapnya.
Lembaga Darul Huffazh katanya lagi, hanya menyiapkan kader-kader yang memiliki kemampuan dasar. Setelah itu ditingkatkan melalui TC MTQ sepanjang tahun, dan diperlukan kerjasama antara pemerintah dengan lembaga yang dipimpinnya itu.
“Kenapa begitu, jika kita lakukan TC disini, tidak akan berjalan. Karena anak-anak yang dibina disini hanya datang untuk mengaji begitu saja, bukan menginginkan ikut sesuatu yang diatas itu. Maksud saya adanya kerjasama antara pemerintah dengan lembaga ini dalam hal melakukan pembinaan khusus dikumpulkan dalam rangka persiapkan menghadapi MTQ, pasti suasananya akan berbeda. Jika ada seleksi MTQ tingkat Kabupaten, anak-anak ini bisa disebar ke kecamatan-kecamatan, setelah ada yang terbaik, dibina lagi guna menghadapi jenjang yang lebih tinggi,” ujarnya.
Saat ini kata Ust Irwan, tidak ada kerjasama antara pemerintah dengan lembaga yang dipimpinnya itu, dia hanya diminta menjadi pelatih secara pribadi.
Dia menilai, bahwa sebenarnya potensi anak-anak Gayo sangat bagus dalam hal mempelajari Al-Qur’an, namun penyemangat akan hal itu yang masih kurang.
“Penyemangatnya artinya begini, ada anak-anak kita yang sudah sukses, ketika kita ingin tingkatkan lagi, otomatis kita harus menambah jam, ketika itu terjadi sebagai lembaga swasta tentu kita harus menambah biayanya, ini yang sulit orang tua. Tapi, kalau ada suntikan biaya dari pemerintah, tapi bukan untuk kita, melainkan kepada si anak itu. Minsalkan, dalam bentuk beasiswa yang diberikan kepada si anak untuk belajar di lembaga ini dengan program yang dirancang oleh LPTQ, itu bisa kita buat pemusatan latihan disini,” kata Ust. Irwan.
Jika dibandingkan, kualitas peserta MTQ di Aceh Tengah dengan daerah lain, katanya lagi, daerah ini sudah jauh tertinggal. Guna mengejar ketertinggalan itu, Irwan menganjurkan dilakukan TC yang lebih intensif sepanjang tahun dan kerjasama pemerintah dengan lembaga-lembaga pendidikan Al-Qur’an harus lebih ditingkatkan. []