Oleh: Drs. H. Hamdan, MA
Beberapa hari yang lalu tepatnya Rabu, 23/9/2015 seiring dengan terbenamnya matahari 9 Dzulhijjah 1436 H, Gema Takbir dikumandangkan membelah angkasa seantero jagad raya ini baik di Aceh, Asia, Amerika dan juga Afrika. Umat Islam dengan bangga mengangungkan kebesaran Allah SWT sambil mengucapkan:
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Gema takbir ini mengisi angkasa bebas, menyuarakan kalimat agung yang mampu meluluh lantakkan hati, jiwa dan perasaan kita, membawa kita kedalam suasana haru gembira laksana parade kemenangan ketika pulang dari medan pertempuran.
Seruan untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT diserukan disteiap mimbar pagi 10 Dzulhijjah dengan seruan agar menjalankan perintah-perintahNya sekuat kemampuan dan tenaga, serta menjauhi segala bentuk jenis larangan-Nya. Kesempatan berjumpa dengan moment hari raya Qurban merupakan nikmat terbesar yang Allah berikan agar senantiasa kita mengingat bahwa dunia yang kita tempati ini bukanlah tempat tinggal selamanya. Bahkan sebenarnya kita sedang dalam suatu perjalanan menuju tempat tinggal yang sesungguhnya di alam akhirat kelak, supaya kita bisa mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya.
Idul Adha sangat erat kaitannya dengan tiga hal: ketaatan, pengorbanan dan persatuan. Ketaatan dalam konteks senantiasa menaati semua perintah Allah SWT, meskipun untuk itu kita mesti mengorbankan sesuatu yang paling kita cintai. Dan juga tentang Pengorbanan dalam artian sikap mengorbankan apa saja yang kita miliki dan cintai sebagai bukti ketaatan kita kepada Allah SWT,dan kemarin pada Hari Arafah semua umat islam berkumpul di Arafah dating dari berbagai belahan dunia, hanya untuk memenuhi perintah Allah SWT.
Kumandangan takbir yang menyentuh kalbu setiap insan yang melintas dipadang pasir menuju padang Arafah melintasi Muzdalifah dan Mina lalu mereka ke Makkah untuk melakukan Thawaf dan Sa’i. mereka mengulang napak tilas Nabi Ibrahim AS yang meletakkan sendi-sendi pengabdian dan pengorbanan yang ikhlas, tunduk dan patuh atas perintah Allah SWT, Mereka terus menyeru “Aku memenuhi panggilanMu ya Allah aku memenuhi panggilanMu. Aku memenuhi panggilanMu tiada sekutu bagiMu aku memenuhi panggilanMu. Sesungguhnya pujian dan ni’mat adalah milikMu begitu juga kerajaan tiada sekutu bagiMu”
Bulan Dzulhijjah yang sekarang kita sedang berada didalamnya adalah bulan yang sangat tepat untuk dijadikan sebagai moment untuk mengevaluasi keimanan dan ketaqwaan melalui peristiwa-peristiwa agung yang ada pada bulan ini, seperti ibadah qurban yang berawal dari sebuah peristiwa heroik religious, peristiwa yang sangat mendebarkan antara seorang ayah Ibrahim AS dan anaknya Ismail As.
Sejenak melihat bagaimana kisah Nabi Ibrahim AS yang rela menyembelih anak kesayangannya Ismail, dalam rentang waktu yang cukup lama Ibrahim menanti dan mendambakan keturunan, kemudian Allah memperkenankan doa Ibrahim dengan lahirnya seorang putra dari istrinya siti Hajar yang dberi nama Ismail. Pada saat itu betapa senang dan bahagianya keluarga ini dengan kehadiran sang buah hati, betapa sayang dan cintanya mereka, sang buah hati tumbuh dan berkembang dengan membanggakan orang tuanya. Ia menjadi anak yang patuh dan penurut kepada ibu bapaknya, ia cerdas dan pintar, ia berakhlak mulia, ia menjadi harapan orang tua bagi masa depannya.
Namun ditengah senang dan bahagianya melihat perkembangan Ismail yang menginjak dewasa, Allah SWT menguji kekuatan iman nabi Ibrahim AS. Allah perintahkan agar Ibrahim menyembelih anak kesayangannya (Pada saat itu nabi ismail bukanlah seorang nabi, artinya pada saat itu belum diangkat menjadi nabi”). Terasa deras aliran darah ditubuh Ibrahim mendengar perintah tersebut.
Kalau kita mencoba untuk mencerna secara logika tidaklah masuk akal, siapa yang tega melakukan ini, orang tua mana yang sanggup melaksanakan ini, tapi karena perintah dari Allah SWT, Ibrahim siap menjalaninnya, ketaatan yang luar biasa baginya “ Sami’na Wa atha’na”. Tentu semua kita mengetahui bagaimana cinta seorang ayah kepada anak, layaknya nabi Ibrahim yang sangat mencintai anaknya, akan tetapi Nabi Ibrahim AS siap memenuhi perintah Allah dengan penuh keimanan. Sementera kita berbeda, aplikasi cinta kepada anak dengan memberikan apa yang dia inginkan padahal belum tentu dengan itu dapat membawa ia kepada kemashlahatan, namun dalam melaksanakan anjuran Rasulullah untuk Qurban sangat berat bahkan kadang melalaikan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Padahal Qurban merupakan ibadah yang sangat mulia yang memiliki banyak keutamaan, seperti Sabda Rasulullah SAW “Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” [HR. Ahmad dan ibn Majah].
Iman, keteguhan jiwa, kemantapan Taqwa Ibrahim dan Ismail benar-benar di uji Allah, Ibrahimpun menyampaikan perintah ini kepada ismail sesuai Firman Allah SWT dalam Surah Ass-Shaffat 102:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Ismail, selalu taat dan patuh terhadap perintah Allah, sebab tekad yang demikian ini, Ibrahim hanya menjalankan perintah Allah. Bukan atas kemauannya tetapi Allah yang menghendaki. Maka ketika antara ayah dan anak sudah sama-sama pasrah dalam ketaatan kepada Allah, yaitu akan melaksanakan perintah Allah ternyata Allah mempunyai maksud yang bebeda yang sama sekali, tidak diketahui oleh hambanya.
Kisah sejati ini Allah abadikan dalam Al-qur’an sebagai pelajaran dan gambaran betapa besar pengaruh iman dan taqwa dalam menentukan dan mengambil sebuah keputusan. Peristiwa ini kalau dilihat dari sisi kemanusiaan (humanisme) adalah hal yang mustahil, coba bayangkan siapa yang tega atau siapa yang sanggup menyembelih anak kandungnya dengan pasrah, tawakkal dan sabar membaringkan diri menyerahkan leher didepan pedang ayahnya yang tajam. Sekali lagii karena iman dan taqwa melebihi sekedar kasih dan sayang orang tua kepada anaknya. Ketauhilah wahai ayah dan anak, agar senantiasa melahirkan sikap dan pengorbanan dalam kehidupan kita, hari ini tidak ada satu orangtuapun yang senang kalau ada anak yang tidak shalat, menggunakan narkoba dan lain-lain yang dilarang oleh allah.
Mari buktikan cinta kita kepada Allah dengan Qurban, Nabi SAW bersabda “Barangsiapa yang mempu untuk berqurban tetapi tidak melaksanakannya, maka kjanganlah ia mendekati mushalla kami. (HR Tarmidzi)
Mengapa nabi muhammad begitu keras memberikan penekanan dalam hadits ini? Seolah-olah orang yang enggan berqurban digolongkan orang yang bukan umatnya, jawabnya adalah bentuk keinginan tadi agar umatnya tidak lalai dengan ibadah qurban. Umatnya harus memiliki pengorbanan yang kuat, meski diyakin bahwa berqurban dengan tulus dan iklas sesuatu yang sulit.
Ibadah Qurban memiliki makna yang sangat luas dengan sasaran kesalehan jiwa dan keikhlasan yang berqurban, kesalehan sosial yang terlihat dan nampak dari sikap, prilaku dan perbuatan sehari-hari dengan memperhatikan kondisi lingkungan. Orang yang shaleh secara paripurna pasti akan berbuat baik kepada siapapun tanpa melihat status sosial, tidak dibedakan apakah ia pengemis, petani, tukang becak, orang miskin da orang papa yang hina, semua dimatanya dipandang sama.
Mencoba melihat pergeseran nilai budaya santun hari ini, akhlak terpuji yang ada disekitar kita disebabkan berbagai kemajuan yang katanya modernisasi. Anak yang dulunya taat dan patuh pada orang tua, kini ia telah berani meninggikan suara didepan orang tua, anak yang dulunya malu tidak mampu mengaji/membaca al-Qur’an, malu bila tidak shalat kini banyak yang tidak mampu mengaji dan meninggalkan shalat. Kharisma keislaman yang santun, berakhlak mulia boleh jadi akan berubah dengan penampilan yang katanya modern. Kedepan semua dikalahkan oleh modernisasi dan kemajuan teknologi.
Mengahadapi segala perubahan dan perkembangan yang terjadi, kita harus belajar kepada peristiwa Nabi Ibrahim As dan Ismail As, pola hidup Lukmanul hakim seperti yang diceritakan dalam Al-Qur’an. Kita harus mampu dan konsisten dalam mengikuti dan mengamalkan ajaran Muhammad SAW yang telah sempurna dalam bingkai Syariat Islam. Tidak perlu memasang topeng atau berpura-pura alim didepan umum, didepan mertua atau takut kena razia oleh WH, tetapi jadilah sebagai muslim yang sejati, tulus dan ikhlas dalam menjalankan perintah Allah SWT.
Kalaulah hari ini semua umat islam yang diberi kemampuan dan kesempatan menunaikan ibadah haji mereka bisa bersatu dalam memenuhi panggilan dan menjalani perintah Allah, lantas kenapa kita masih memlihara perpecahan hanya persoalan persoalan kecil, padahal musuh kita bersama nyata, lihat saja hari ini, Masjid Aqsa diserang, umat islam dipecahbelahkan, arab hampir semua daerah konflik, siapa yang peduli? Mari bersatu, hindari perpecahan untuk kebangkitan islam dan menjadi warisan bagi generasi yang akan datang.
Ibrahim dan ismail telah mencontohkan ketulusan dan keiklasan yang hakiki, ketaatan dan pengorbanan, amat sulit memang menandingi atas apa yang mereka wariskan. Kita tahu ketulusan dan keikhlasan adalah kunci ibadah. Ibadah apapun yang kita lakukan baik pribadi maupun jama’i bila tidak dilandasi dengan tulus dan ikhlas akan menjadi sia-sia tak bermakna, termasuk ibadah Qurban yang kita lakukan.
Kini saatnya kita mempertebal kewaspadaan atas rapuhnya nilai kebersamaan, rapuhnya iman dan lemahnya pemahaman terhadap agama, sehingga dengan sangat mudah umat ini di adu domba, di obrak abrik, aqidahnya didangkalkan, dijauhkan dari syariat Islam. Jangan kita biarkan kemalasan, kemunafikan, dekasi moral, ketidakberdayaan sebagai alas an pembenaran saat kita di gilas oleh lajunya arus globalisasi. Kini sudah saatnya moment idul adha ini, kita bersatu padu, menguatkan barisan, melawan semua bentuk kejahatan, kezaliman, kesewanangan, pembodohan ummat, kebohongan, intimidasi, terror dan juga kepura puraan. Karena semua itu jauh dan tidak sejalan dengan ketulusan dan keiklasan yang menjadi jantung hati ibadah Qurban.[]
*Kepala Bidang Urais dan Binsyar Kanwil Kemenag Aceh