

MUNALO, nama tari khas Gayo yang khusus dipertunjukkan untuk menyambut tamu kehormatan atau pengantin rupanya tidak lahir di negeri tembuni dataran tinggi Gayo, namun diimpor alias didatangkan dari Jakarta.
Ceritanya, di tahun 1986 digelar even eksibisi budaya leluhur nusantara yang menampilkan upacara pengantin tradisional Indonesia. Saat itu ada 5 daerah yang ikut serta dan dari Sumatera hanya Gayo yang dilakoni Urang Gayo Jakarta oleh Usman Nuzuly dan kawan-kawan.
Mulanya tidak terbetik memasukkan unsur tari dalam prosesi perkawinan ala Gayo yang diawali dari munginte (meminang) hingga ijab qabul, namun karena keinginan meraih predikat terbaik di ajang tersebut, terbetik menciptakan prosesi tambahan dengan menampilkan perpaduan seni tari, musik dan syair Gayo yang kemudian dikenalkan namanya dengan tari Munalo, sebuah tarian kombinasi seni Didong Nalo dari Gayo Lues dan tari Guel dari Gayo Lut (Aceh Tengah).

Menurut Usman Nuzuly yang menjadi penari saat itu, mereka mengadopsi prosesi adat perkawinan Sunda yang memiliki tari penyambutan pengantin, Gayo kenapa tidak. Hasilnya, tim Gayo berhasil sebagai penampilan terbaik.
Saat itu sebagai pengantin wanita diperankan Arma Maisuri, pengantin pria Sudirman Latif, penyanyinya Kandar SA, musik Aneuk Gayo dan penata busana Ny. AS Jafar.
Di tahun 1989, tari Munalo ini kembali ditampilkan di Jakarta saat pernikahan anak Affan Hasan. “Saat itu sebagai semacam uji publik apakah tari Munalo layak atau tidak untuk kalangan Urang Gayo sendiri,” kata Usman Nuzuly. Diantara yang terlibat saat itu ada Ecek Umang memegang Canang, Ujang Lakiki menabuh gegedem dan penarinya Usman Nuzuly.
Tak hanya disitu, pada tahun 1991 tari Munalo kembali ditampilkan untuk ketiga kalinya, justru bukan di Gayo atau tempat lainnya negeri ini tapi di Los Angeles Amerika Serikat. Nama evennya Parade of Roses dimana tim Indonesia dikoordinatori Kedubes Indonesia. Tim tari Munalo dikutsertakan yang diawaki Usman Nuzuly, Alwin Desry, Ramlan (Ucok) dan lain-lain.

Atas lahirnya tari Munalo ini, Usman Nuzuly dalam sebuah kesempatan di Takengon Agustus 2015 dihadapan sejumlah seniman menyatakan ma’af jika tari yang dia gagas bersama sejumlah pegiat seni Gayo di Jakarta di tahun 1986 tersebut merusak khasanah seni budaya Gayo. Namun dia sangat bersyukur jika justru bermanfaat dalam memperkaya seni negeri tembuni.
Sumber Ekonomi
Sejak saat itu tari Munalo makin berkembang, makin akrab dikalangan masyarakat Gayo, bahkan sudah menjadi tarian resmi saat menyambut tamu-tamu kehormatan daerah terutama di Aceh Tengah. Sanggar-sanggar seni Gayo mulai berlatih tarian ini baik di Aceh Tengah, Bener Meriah bahkan di perantauan, mahasiswa Gayo juga faham tarian ini.
Lahirnya tari Munalo menjadi sumber rezeki bagi sanggar-sanggar dari kota hingga perkampungan. Salahsatunya sanggar Renggali yang beralamat di Bale Takengon, didirikan tahun 1994 dengan koreografer ternama T. Aga mengaku menerima permintaan menarikan Munalo dalam sebulannya minimal 2 kali, untuk acara pemerintahan dan acara pesta pernikahan warga Aceh Tengah. Dengan personil 15-25 orang, sanggar Renggali mematok tarif Rp.1 juta hingga Rp.4 juta persekali tampilkan tari Munalo.

Puluhan kilometer dari Takengon di Kecamatan Celala, sanggar Kuyun Toa yang dibina sepasang suami istri Zulman Hardy dan Rosmania menyatakan kerap diminta menari tari Munalo oleh warga sekitar, juga pihak pemerintahan setempat. Keluarga petani ini melatih anak-anak tari Munalo dengan tarif hanya Rp.500 ribu. Uang tersebut digunakan untuk menyewa pakaian Kerawang Gayo dari Takengon, Rp. 25 ribu satu stel. Sisa uang sewa ditambah keperluan lain dibagi habis untuk anak-anak penari dan untuk dirinya.
“Pekerjaan ini hobi kami saja, untuk menghidupi keluarga tentu tidak mungkin. Kami petani di sawah dan kebun kopi,” ujar Rosmania yang beroleh ilmu menari saat menjadi anggota tari binaan koreografer tari Gayo handal, Ibrahim Kader. Rosmania pernah menari di lokasi wisata Pantan Terong Aceh Tengah menyambut kedatangan Wapres Hamzah Haz saat bupati Aceh Tengah dijabat Mustafa M. Tamy. Selain itu, dia juga ikut menari saat peresmian Bandar Udara Rembele tahun 2003 silam.
Objek Penelitian
Tari Munalo juga dilirik insan akademis sebagai objek penelitian sebagai syarat meraih gelar sarjana seperti Riska Prisila, mahasiswi Universitas Sumetera Utara (USU), Fakultas Seni Budaya, Departemen Etnomusikologi, tahun 2014 menelurkan skripsi berjudul Deskripsi Pertunjukan Tari Munalo dan Musik Iringan Pada Upacara Perkawinan Adat Gayo di Medan Sunggal dengan narasumber utama pakar tari Gayo, Ibrahim Kader.

Munalo adalah suatu rangkaian prosesi menyambut, menjemput, dan mengarak pada upacara perkawinan masyarakat Gayo. Kegunaan tarian ini untuk memuliakan tamu yang datang dengan segala hormat serta mengucap syukur atas terjalinnya silaturahim diantara kedua belah pihak sehingga menjadi akrab serta memeriahkan suasana perkawinan.
Disebutkan, akar tari dari tari Munalo tetap di ambil dari tari Guel kemudian dikembangkan. Ciri khas dari Tari Guel adalah berupa gerak, lagu, dan musik serta kesenian yang ada di daerah Takengon. Tari Munalo dalam penyambutan perkawinan ini adalah sebuah hasil karya tari yang sudah dikreasikan dan bersumber dari tari tradisional yang berkembang dalam lingkup masyarakat Gayo, kabupaten Aceh Tengah.
Tari Munalo merupakan gabungan dari beberapa sastra yang berupa seni sastra, seni musik, dan seni gerak (tari). Jumlah minimal dalam Tari Munalo adalah 3, diantaranya 2 penari perempuan dan 1 penari laki-laki dan maksimal ditarikan 11 orang penari diantaranya 10 penari perempuan dan 1 penari laki-laki. Tari Munalo dipersembahkan untuk menyambut tamu mempelai laki-laki (aman mayak) dan pengantin wanita (inen mayak) serta tamutamu pengiring/rombongan lainnya dimana sebelumnya sudah dilaksanakan akad nikah.[]

*Pimred LintasGAYO.co