Takengon-LintasGayo.co : Diskusi tentang insiden berdarah di Gayo 111 tahun lalu oleh Van Daalen yang dikemas dalam diskusi the killing field Gayo 1904 oleh media LintasGayo.co, Sabtu 19 September 2015 malam di Opsrooms Setdakab Aceh Tengah bukan hanya diikuti peserta dari Aceh Tengah dan Bener Meriah saja, tampak hadir beberapa tokoh Gayo dari Lokop Serbejadi dan perbatasan Gayo-Aceh Utara.
Salah seorang tokoh Simpang Jernih, Lokop Serbejadi, Aceh Timur, Idris Aman Genap mengatakan wilayah Lokop Serbejadi merupakan tempat para pejuang mujahidin bersembunyi.
“Terletak di pedalaman, setelah wilayah Alas dan Gayo Lues dibantai oleh Van Daalen, banyak mujahidin yang lari ke pedalaman Lokop, dari situlah daerah ini mulai dipugar,” ujarnya.
Tak hanya membahas masalah kekejaman Belanda di Gayo, Aman Genap juga menyampaikan aspirasinya terkait ketertinggalan Kemukiman Lokop Serbejadi yang notabennya dihuni urang Gayo itu.
“Sekaligus melalui forum ini, kami sangat sedih saudara-saudara kami di Gayo lainnya, jarang memperhatikan kami. Kami sudah jauh tertinggal, sudah 70 tahun Indonesia merdeka, tapi kami tidak pernah merasakan bagaimana nikmatnya kemerdekaan,” ujarnya.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Iwan Firdaus yang tinggal di wilayah Tanah Merah Aceh Utara, suatu kawasan perbatasan Bener Meriah (Gayo) dengan Aceh Utara yang pernah disengketakan.
“Kami sudah terlalu menderita, kami harap ada bantuan saudara-saudara Gayo kami di Aceh Tengah, Gayo Lues dan Bener Meriah. Jika memang kami masih dianggap sebagai saudara Gayo-nya,” kata Iwam Firdaus bernada sedih.
Tokoh muda Lokop Serbejadi, Marhabansyah juga mengatakan hal sama. Dia mengatakan, meski apa yang disampaikan perwakilan Gayo pedalaman di Aceh Timur dan Aceh Utara sedikit menyimpang dari diskusi pembantaian urang Gayo oleh Belanda, Marhabansyah menganggap moment ini pas untuk menyampaikan keluhan mereka.
“Kami sangat jarang berbicara dalam forum resmi bersama saudara Gayo kami disini, mohon maaf karena apa yang kami sampaikan hanya sedikit yang mengarah ke tema diskusi yang ditetapkan panitia. Namun, apa boleh buat, saudara kami perlu tau bagaimana keadaan kami di pedalaman Gayo,” ujarnya,
Dia berharap, ada upaya yang dilakukan agar wilayah Lokop kembali dipisahkan dari Kabupaten Aceh Timur. “Dulu kami masuk di wilayah Aceh Tengah, namun kami diberikan kepada Aceh Timur pada tahun 70-an, kami tak sanggup lagi, pembangunan ke daerah kami sangat jauh tertinggal,” tandasnya.
Amatan LintasGayo.co, semua peserta diskusi terdiam mendengarkan curahan hati (curhat) perwakilan masyarakat Gayo pedalaman itu. Sang moderator, Arfiansyah, seorang akademisi muda Gayo yang tengah menyelesaikan prograk doktoral di Leiden, Belanda, pun membiarkan Aman Genap, Iwan Firdaus dan Marhabansyah menyampaikan unek–unek mereka.
Diskusi the killing field Gayo 1904, dinarasumberi sejarawan Gayo-Aceh, Yusra Habib Abdul Gani dan Iwan Gayo, serta Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin.
(Darmawan Masri)