Peran Ganda Perempuan

oleh
Radhiah Amna saat bersama Wali Kota Banda Aceh

Oleh: Radhiah Amna*

SEORANG pakar geografi, Bintarto menyebutkan bahwa Kota sebagai kesatuan jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen serta coraknya materialistis. Masyarakat kota terdiri atas penduduk asli daerah tersebut dan pendatang. Masyarakat kota merupakan suatu masyarakat yang heterogen, baik dalam hal mata pencaharian, agama, adat, dan kebudayaan.

Karena sifatnya yang heterogen, masyarakat kota baik laki-laki maupun perempuan memiliki konstruksi sosial budaya yang melekat pada perannya masing-masing atau sering kita sebut dengan istilah ‘Gender’ yakni relasi antara laki-laki dan perempuan. Dari sejarah kehidupan perempuan di Indonesia, akhir abad 19 sampai awal abad 20 perempuan-perempuan negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal, mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti laki-laki bahkan belum diijinkan menentukan jodoh atau suami sendiri dan lain sebagainya. Singkat cerita dalam era ini lahirlah seorang pelopor kebangkitan perempuan pribumi Raden Ajeng Kartini yang mengatas namakan “Emansipasi Wanita”.

Beberapa tahun kemudian muncullah gerakan abad 20 yang mengatas namakan “Gender Equality” yang berupaya memberdayakan Sumber Daya Manusia (SDM) Perempuan yang diyakini pada abad ini banyak perempuan-perempuan yang berkualitas yang juga ikut berperan dalam pembangunan nasional. Berangkat dari UU No. 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (convention on the elimination of all forms of discrimination against women). Hal ini semakin diperkuat dengan lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Daerah. Lain lagi halnya pada pasal 65 ayat 1 UU No. 12 Tahun 2003 yang berbunyi “Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”.

Sehingga hari ini dapat kita lihat tokoh-tokoh perempuan yang mulai bermunculan seperti Walikota Surabaya Ibu Tri Rismaharini, sosok wanita yang tegas dan tak kenal kompromi dalam menjalankan tugasnya, dibawah kepemimpinannya Surabaya menjadi kota yang bersih dan asri. Bahkan kota yang mendapat sebutan Kota Pahlawan ini berhasil meraih kembali Piala Adipura 2011 untuk kategori kota metropolitan setelah lima tahun berturut-turut tak lagi memperolehnya. Walikota Banda Aceh Ibu Illiza Sa’aduddin Djamal, sosok wanita yang sedang berjuang mewujudkan Banda Aceh sebagai ‘Kota Madani’. Di bawah kepemimpinannya Banda Aceh meraih predikat gold sebagai kota terbaik pada Indonesia Attractiveness Award (IAA) 2015.

Namun tidak lepas dari 5M kodrat perempuan yakni Menstruasi, Mengandung, Melahirkan, Menyusui, dan juga Menopause, perempuan juga dituntut untuk Memasak, Menyapu, Membersihkan rumah sebagai kebiasaan perempuan yang turun temurun dilakukan dari masa ke masa. Mirisnya, dengan keadaan yang semakin mengglobal seperti telah diuraikan diatas bahwa perempuan juga diharapkan mampu berperan aktif dalam membantu perekonomian keluarga, sehingga bukan hal aneh lagi jika kita melihat ada saja perempuan yang berprofesi sebagai kuli bangunan, sopir bus dan becak, dan segala profesi yang biasanya dilakoni oleh kaum adam kini perempuan juga serta merta ikut merasakannya. Padahal Islam telah menetapkan dan menggariskan bahwa suami (laki-laki) merupakan pemimpin dalam rumah tangga dan bertanggung jawab terhadap apa yang ia pimpin. Terkadang laki-laki cenderung ingin lepas dari peranannya itu, bahkan tidak mau peduli sama sekali. Ia melimpahkan perannya kepada sang istri (perempuan).

Radhiah Amna saat bersama Wali Kota Banda Aceh
Radhiah Amna saat bersama Wali Kota Banda Aceh

 

Radhiah Amna merupakan Perempuan Sarjana Pendidikan asal Kemili, Kec. Bebesen Kab. Aceh Tengah yang saat ini berada di Sampangan, Kec. Gajah Mungkur, Semarang. (Supri Ariu)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.