[Tafakkur] Menyikapi Perubahan Diri

oleh
Drs Jamhuri (foto:tarina)

Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA*

Drs Jamhuri (foto:tarina)
Drs Jamhuri (foto:tarina)

Kemandirian seseorang tidak tumbuh dan lahir secara tiba-tiba tetapi memerlukan proses yang panjang, sehingga tradisi dalam rumah tangga dan budaya sekeliling sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian, apakah apakah seseorang akan tumbuh besar menjadi orang yang mempunyai kekuatan dalam menghadapi kehidupan ataukan ia sangat tergantung kepada apa yang berada diluar dirinya.

Kala dilihat hubungan anak dan orang tua dalam masyarakat tradisional seakan anak dan orang tua mempunyai jarak yang sangat jauh, sehingga pembagian tugas dalam kehidupan sangat ketat. Bapak atau bapak hanya bertugas mencari nafkah, walaupun ibu juga ikut serta dalam mencari nafkah tetapi label pencari nafkah tidak pernah disematkan kepada ibu, sedangkan ibu mempunyai tugas pokok mengurus anak-anak dan rumah tangga. Itu salah satu sebab dalam masyarakat kenapa anak-anak lebih dekat kepada ibu dari pada dengan bapak, anak lebih berani minta uang kepada ibu, anak akan membei tau semua masalahnya kepada ibu. Dan apabila ibu tidak sanggup mengatasinya baru disampaikan kepada bapak.

Pola pengajaran dalam masyarakat masih menganut pola takut, orang tua yang ditakuti oleh anak adalah orang tua yang barhasil menjadi orang tua, tetapi apabila ada anak yang tidak takut kepada orang tuanya maka orang tua itu dinggap sebagai orang tua yang gagal dan anak yang takut kepada orang tua dikatakan dengan aak yang baik dan patuh pada orang tua sebaliknya anak anak yang tidak patuh dan melawan kepada orang tua dinamakan dengan anak yang tidak baik bahkan dikatakan dengan anak yang durhaka, sehingga label anak durhaka sering kita dengar dalam masyarakat.

Pengaruh modernisasi dalam kehidupan masyarakat berupaya merubah ini, sebagian orang tidak lagi mengajar anaknya dengan metode takut sebagaimana orang tua sekarang diajarkan oleh orang tua mereka dengan takut, sebagian dari orang yang diajar dengan takut berusaha mendekati anak dengan metode bersahabat dengan anak. Sebagiannya berhasil dan kebanyakannya masih gagal.

Keberhasilan pendidikan pada masa tradisional dengan metode takut disebabkan karena bapak pada masa itu merupakan orang yang paling disegani, paling ditakuti dan juga bapak merupakan sosok yang mempunyai charisma melebih semua orang yang dikenal oleh anak, ditambah lagi dengan dukungan orang-orang tua yang lain yang menjadikan dirinya sebagai bapak dari semua anak-anak yang ada disekitar mereka. Sehingga apabila ada anak yang melakukan kesalahan didepan orang tua (tidak harus bapak kandung) maka anak tersebut akan mendapat sanksi sebagaimana yang dilakukan oleh bapaknya.

Kegagalan pendidikan berpolakan bersahabat dengan anak diantaranya adalah ketidak siapan masyarakat berubah dari pola takut yang menjadi tradisi dalam hidup mereka kepada pola bersahabat sebagai pola baru, kemudian kebanyak mereka yang merbah pola tidak mempersiapkan diri masuk kedalam pola tersebut. Sebagaia contoh dalam pola takut, aya mempunya power atau charisma yang sangat tinggi dalam pengetahuan anak, tetapi ketika berubah ke zaman modern anak mendapatkan orang lain yang memilki power yang jauh lehih baik atau lebih hebat dari bapak mereka. Pengetahuan ini didapatkan oleh anak dari media massa (utamanya TV). Ditambah lagi dengan janji-janji teknologi yang berupaya menggeser semua peran manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan berusaha merubah pola pikir manusia dari yang mistis menjadi rasional. Karena pola pendidikan takut itu sesuai dengan mentalitas pada masa mistis dan tidak sesuai dengan masa rasional.

Sebagai solusi menghadapi permasalahan ini, karena kebanyakan masyarakat masih berpola pikir tradisional dengan zaman telah masuk malah melewati masa modern, masyarakat harus memiliki sikan menggabungkan pola pendidikan yang mempunyai pola takut dan bersahabat. Ini dianggap penting karena bila kita biarkan anak kita hidup dalam pola bersahabat dengan mengabaikan pola takut maka control akan hilang dan juga bila tidak mau masuk ke pola bersahabat maka kita akan ketinggalan, dalam bahasa lain bisa kita katakan ajaran yang berpola takut yang dilandasi dengan mistis tidak harus ditinggalkan ketika kita berada dalam zaman bersahabat yang dilandasi dengan rasional.

Islam mengajarkan kita berbeda dengan apa yang diajarkan oleh manusia (ilmuan) sehubungan dengan pentahapan dalam kehidupan. Islam tidak menapikan kalau kehidupan di dunia ini ada tahapan sebagaimana yang dibagi oleh manusia, tetapi ketika berpindah dari satu tahap dan masuk ketahap yang lain maka nilai-nilai prinsip yang ada pada tahap pertama mesti kita pertahankan sampai kepada tahap-tahap kehidupan selanjutnya.

*Pengajar di UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.