Catatan : Ismail Baihaqi*
Dengan tubuh legam, kulit berkerut, tampak usianya sudah tak lagi muda. Tinggal di pedalaman hutan Gayo di Kabupaten Aceh Timur, tepatnya di Kampung Bukit Selmak Dusun Arul Kiro, Kecamatan Bireun Bayen, lelaki yang 70 tahun silam tampak gagah berani melawan penjajah yang memaksa kembali ke republik ini, walau bangsa Indonesia saat itu sudah merdeka.
Dialah Kasim Idris berusia 93 tahun, yang pernah menjadi tentara mujahidn saat perang kemerdekaan melawan penjajah Kolonial Belanda. Kasim Idris yang berdarah Gayo bergabung dengan pasukan yang diberi nama Kolonel Tantara Hasbala.
Kasim Idris mengenang, bahwa dia mengikuti pusat latihan militer selama satu bulan di pedalaman Biren Bayen. Tengah latihan selama sebulan, Kasim Idris bersama tentara Hasbala lainnya di jemput oleh tentara Mujahiddin. “Kami semua dijemput Mujahiddin, untuk melawan belanda di tahun 1945,” kenang Kasim Idris, Senin 17 Agustus 2015 di kediamannya.
Kasim Idris yang juga turut melawan Jepang saat Belanda kalah perang dunia kedua tahun 1942, kemudian Jepang menguasai Indonesia sebagai tanah jajahannya ingat betul perjuangan tersebut.
Tak lama kemudian, tepat pada tahun 195 Indonesia merdeka, perang dianggap usai. Penjajah Jepang yang sudah masuk ke bangsa ini selama tiga tahun paska kekalahan kolonial Belanda hengkang dari bumi pertiwi, setelah dinyatakan kalah pada Perang Dunia 2.
Ambisi Belanda yang tak mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia kala itu, dan ingin menguasai kembali Indonesia melancarkan agresinya. Agresi militer juga berlanjut ke daerah Aceh. Sebagai tentara yang sudah mengikuti latihan kemiliteran, Kasim Idris bersama rekan-rekannya kembali di kumpulkan. Melihat ancaman Belanda yang diboncengi NICA ingin menjajah kembali di Indonesia.
Dalam perang mempertahankan kemerdekaan, Kasim Idris mengatakan bahwa dirinya pernah terlibat tiga kali perang. Pertama di Kebang dekat Tanjung Pura, Sumatera Utara. Pada perang ini, Kasim Idris mengenang jumlah tentara yang dikerahkan untuk melawan Belanda cukup banyak. Mereka di rekrut hampir dari seluruh Kampung dan Desa di Aceh Timur dan Langsa. Pasukan ini di pimpin oleh Pak Diman dari sungai Pauh, Langsa.
Dia menceritakan, saat itu pasukan berangkat dari Langsa menaiki kereta sampai ke Besitang. Terlebih dahulu dilaksanakan latihan kemiliteran selama lima hari. Selama sebulan lebih di Tanjung Pura menghadapi pertempuran sengit melawan Belanda, tentara yang masih diberi nama Tantara Mujahiddin menghadang pasukan Belanda yang ingin masuk ke daerah Aceh.
“Perang berlangsung di sebuah sungai, kami berada di wilayah yang berseberangan dengan tentara Belanda. Sungainya besar, jika Belanda ingin menyeberang harus menaiki getek (sejenis rakit-red). Karen Titi Belawi sudah terlebih dahulu kami putuskan, agar tentara Belanda tak mudah masuk,” kenang Kasim Idris.
Perang menghadang konvoi tentara Belanda yang hendak masuk ke Aceh disambut dengan perlawan sengit dari tentara Mujahiddin, sedangkan di Langsa tetap dilakukan penjagaan ketat oleh tentara Mujahiddin sebagai pertahanan garis kedua.
Begitulah sepanggal cerita seorang veteran perang mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan yang menyiksa bangsa ini. Masih banyak kenangan lain yang tersimpan di memori seorang Kasim Idris.
Kini lelaki gaek itu, masih terlihat sehat. Dia tinggal bersam istri dan delapan orang anaknya. Kasim Idris merupakan salah seorang pejuang kemerdekaan republik Indonesia, namun sayang perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan hidupnya kurang.
Saat ini dia hidup dibawah keluarga sederhananya, dia mengaku di tahun 1982 dia pernah menerima gaji sebagai veteran sebesar 3000 rupiah. Pemberian gaji, kata Kasim Idris sesuai dengan pangkat. Dan dia masih berpangkat prajurit, dan hanya menerima sebesar itu.
Kini tak ada lagi, penghargaan yang diberikan kepadanya sebagai legiun veteran kemerdekaan. Dia seakan terlupakan dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan bangsa nya. Tapi tak mengapa, Kasim Idris yang pernah merasakan kejamnya bangsa penjajah di tanah pribumi berpesan kepada generasi muda bangsa ini.
“Bangsa ini merdeka dengan darah puluhan ribu pejuang yang gugur di medan perang. Generasi sekarang tinggal menikmati, untuk itu isi kemerdekaan ini dengan karya, jadilah generasi yang bisa memajukan bangsa. Bukan jadi generasi bermental korupsi, kolusi dan nepotisme. Hargailah perjuangan para pejuang bangsa ini, jadikan Indonesia lebih maju dan disegani negara lain,” pesan Kasim Idris, saat memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 tahun, 17 Agustus 2015. [DM]