Catatan Risman A Rachman: Kabar Sedih Putri Kecilku

oleh

Oleh Risman A Rachman

pawai-banda“Dek, uang udah ada ya. Nanti ke tempat sewa baju adat ya, nak!”

Ada suara berat dan kesal yang kuterima dari anakku. Dan, terekam suara kesedihannya.

“Udah telat yah. Dedek udah dikeluarin dari barisan. Habis ayah terlambat kasih tahu. Jadi, posisi dedek udah digantiin orang lain.”

Ya, aku belum memberi jawaban untuk keikutsertaannya ikut pawai. Soalnya, anakku diwajibkan pakai baju daerah. Dan, biayanya Rp 300.000 lebih.

Bagiku, uang segitu tidak mudah. Jadi, harus cari dulu, dan tidak mungkin bin salabin. Aku juga rada keberatan bila ikut pawai dengan konsep “perang” penampilan. Mestinya, ada ruang kreatifitas dari sekolah, termasuk mengakomodir anak-anak yang antusias tapi tidak cukup mampu secara ekonomi.

Tapi, ini juga salahku. Dirumah, aku dan anak-anak kerap membangun suasana nasionalisme, khususnya lewat bernyanyi lagu-lagu kebangsaan. Kadang aku juga berkisah untuk membangun karakter wawasan kebangsaan.

Hal ini sengaja aku lakukan guna mengimbangi lingkungan yang heroik lokal. Tujuannya agar menjadi pribadi yang berimbang saja. Tidak lebih. Jika anak-anak sudah dewasa kelak, keputusan sepenuhnya milik mereka.

Melihat antusiasnya akhirnya aku terus berusaha cari duit. Tapi, giliran sudah dapat duitnya, anakku sudah digantikan.

“Maafkan ayah, nak. Kita masih bisa kok ikut merayakan 70 tahun Indonesia Merdeka.”

Aku tahu, sikecilku sedang memaksa untuk tersenyum demi ayahnya.

Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaan

Penulis adalah Kolomnis Damai Tinggal di Banda Aceh

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.