Catatan : Fathan Muhammad Taufiq *)
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, pepatah itu mungkin sangat cocok untuk menggambarkan sosok Winiardi, SP, salah seorang penyuluh pertanian yang bertugas di Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Terlahir sebagai putra ketiga dari pasangan H. Karjono Karyadi, SPD dengan Hj. Suryati. S, memang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sangat akrab dengan dunia pertanian. Ayahnya yang akrab disapa dengan panggilan Pak Jon, adalah seorang guru matematika senior di Aceh Tengah yang juga konsens menjalankan wira usaha di bidang pertanian, sementara ibunya, Suryati, adalah pensiunan pegawai Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Tengah. Lingkungan keluarga itulah yang kemudian membentuk karakter Winiardi, seakan tidak terpisahkan dengan usaha pertanian, apalagi dia juga didukung dengan basic pendidikan akademiknya di bidang pertanian, dia lulusan Fakultas Prtanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Perjalanan “karir” Winiardi atau yang akrab dipanggil Win Jon ini dimulai dari tenaga honorer sebagai pendamping program Desa Mandiri Pangan di Kabupaten Aceh Tengah sejak tahun 2007 yang lalu, tepat setahun setelah dia menyelesaikan study S-1 nya. Ternyata keberadaannya sebagai pendamping kelompok tani pada program peningkatan ketahanan pangan tersebut menjadi bekal berharga bagi dirinya untuk bisa dekat dengan para petani, sebuah profesi yang kemudian mengalir bersama karirnya di bidang penyuluhan pertanian. Kurang lebih 4 tahun Win Jon menjalankan perannya sebagai pendamping program Desa Mandiri Pangan, kesempatan untuk “mengukuhkan” statusnya pun datang, tahun 2011 yang lalu dia mencoba ikut tes Calon Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Bener Meriah dan sekali mencoba dia langsung berhasil, maka resmilah dia di angkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di kabupaten yang merupakan hasil pemekaran kabupaten Aceh Tengah itu.
Sesuai dengan basic pendididikan dan disiplin ilmunya, kemudian Win Jon ditempatkan sebagai seorang penyuluh pertanian di daerah penghasil kentang dan kopi itu. Meski ditempatkan di wialayah terpencil di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Mesidah yang jaraknya cukup jauh dengan kondisi infrastruktur jalan yang masih cukup “parah”, namun semua dia jalani dengan perasaan senang, karena jiwanya memang sudah menyatu dengan status barunya sebagai seorang penyuluh pertanian. Diapun segera akrab bergaul dengan para petani kopi di daerah terpencil itu, sosok bertubuh pendek gempal itupun segera dikenal oleh para petani di wilayah binaannya. Penampilannya yang luwes dan ramah, menjadikan dia disukai oleh para petani yang selama ini nyaris tidak pernah tersentuh oleh program penyuluhan.
Sebagai seorang penyuluh, Winiardi termasuk sangat aktif dalam mengembangkan kualitas sumberdaya manusianya, berbagai pelatihan dia ikuti untuk menambah wawasan dan pengetahuannya di bidang pertanian. Begitu juga dibidang teknologi inforasi, dia juga salah seorang penyuluh yang punya penguasaan yang baik dibidang IT yang memang sudah menjadi kebutuhan di era global ini. Kemampuannya di bidang teknologi informasi ini juga dia manfaatkan untuk mendukung profesinya sebagai penyuluh pertanian.
Meski sudah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, namun jiwa wira usahanya yang sudah tertanam dalam lingkungan keluarganya sejak kecil tetap bersemi dlam hatinya. Disamping kesibukannya sebagai seorang penyuluh yang nyaris tidak mengenal jam kerja itu, Winiardi masih sempat berfikir untuk memulai wira usaha tanpa mengganggu tugas pokok dan fungsinya sebagai seorang penyuluh. Pilihan usahanyapun dia sesuaikan dengan profesinya yaitu usaha yang tidak jauh-jauh dari bidang pertanian.
Tahun 2013 adalah tahun dimulainya “masa keemasan” Kopi Arabika Gayo, penjualan produk unggulan Dataran Tinggi Gayo itu dalam bentuk “roasted” maupun bubuk kopi mengalami “booming” pada tahun itu. Peluang inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Winiardi untuk ikut “meramaikan” pangsa pasar produk olahan kopi arabaika gayo tersebut, meski dia menyadari kalo dia harus bersaing dengan para pengusaha yang memiliki modal lebih besar, tapi itu tidak menyurutkan niatnya untuk “terjun” dalam bisnis wira usaha tersebut, karena dia sangat yakin bahwa pangsa pasar produk kopi arabika gayo ini sangat terbuka lebar bagi siapa saja.
Bermodalkan 1 unit “Coffee Roasted Machine” dengan kapasitas sedang, Winiardi dibantu isterinya memulai usaha “kecil-kecilan” itu. Produk yang enjadi andalannya adalah “Civet Coffee” atau Kopi Luwak yang memang prospek pemasarannya cukup bagus, tapi dia tidak terpaku pada satu produk saja, dia juga mulai memproduksi jenis roasten bean coffee lainnya seperti Pie Berry, Long Berry dan sebagainya. Ditangan Winiardi yang juga punya keahlian di bidang cita rasa kopi, maka produk kopi bubuk dan roasted bean coffee yang dia produksipun memiliki kualitas yang sangat baik dengan aroma dan cita rasa yang khas dan spesifik. Usaha kecil-kecilan yang di rintis itupun mulai menampakkan hasil dengan mulai berdatangannya pesanan dari relasi-relasinya.
Mulai yakin dengan usaha sampingannya itu, Winardi pun kemudian me”legal”kan usahanya dengan mendaftarkan produk yang dihaslkannya ke Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Perdagangan agar usahanya tidak terganjal dengan masalah perizinan. Setelah izin dia kantongi, diapun mulai berupaya untuk meningkatkan omzet penjualannya, dan jaringan online menjadi pilihannya. Produk olahan kopi arabika gayo yang kemudia dia beri label “John Coffee” itu lebih banyak dia pasarkan dengan memanfaatkan jaringan online, dia pun khusus membuka blog sendiri untuk mendudukung pemasaran produk yang dia hasilkan, sebuah cara dan metode pemasaran yang belum banyak dikuasai oleh pengusaha-pengusaha lainnya. Lewat “johncoffee.blogspot” yang dia kelola, produk John Coffe mulai merambah pasaran luar daerah mulai dari wilayah Sumatera, Jawa dan wilayah-wilayah lainnya.
Tak cukup dengan promosi dan pemasaran produk melalui jaringan online, Winiardi pun aktif melakukan promosi langsung baik lewat even pameran atau expo, maupun memanfaatkan perjalan dinasnya mengikuti pelatihan, seminar atau pertemuan ke luar daerah, beberapa pejabat dan pengusaha besar yang kemudaian dia kenal melalui even-even tersebut baik dari dalam maupun luar negeri, dia “manfaatkan” untuk mempromosikan produk olahan kopinya.
Sebenarnya misi dari kegiatan wira usaha yang dia kelola ini tidaklah semata-mata untuk mendapatkan keuntungan pribadi, tapi lebih dari itu, sebagai seorang “Putra Gayo” yang lahir dan dibesarkan di Tanah Gayo, dia juga merasa punya tanggung jawab moral untuk mempromosikan produk unggulan daerahnya itu sesuai dengan kapasitasnya. Karena menurutnya, tanpa promosi yang massif dan terus menerus, nama kopi gayo yang sudah mulai populer di dalam maupun di luar negeri ini bisa “tenggelam” oleh produk kopi dari daerah lain seperti kopi Mandailing, kopi Toraja, kopi Lampung dan sebagainya. Itulah sebabnya sampai sekarang dia tetap intens memperkenalkan produk kopi gayo baik secara langsung maupun melalui jaringan online, karena dia beranggapan bahwa memperkenalkan produk unggulan daerah itu juga menjadi salah satu tanggung jawbnnya sebagai seorang penyuluh pertanian di Gayo.
Setelah berjalan kurang lebih tiga tahun, Winiardi laias Win Jon pun sudah mulai dapat menikmati hasil usahanya, disamping gaji dan tunjangannya sebagai Pegawai Negeri Sipil, dia bisa memperoleh pendapatan halal lain dari usaha sampingannya. Omset usahanya saat ini sudah mencapai jutaan rupiah per bulannya, sebauah capaian yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Meski kini perekonomian keluarganya sudah jauh meningkat dan masa depan kedua anaknya sudah “terjamin”, tapi tetap saja sikap “low profile” yang seolah sudah jadi “trade mark” dari keluarga besar Pak Jon, tidak pernah berubah, penampilan dan sikap bersahaya yang merupakan “warisan” dari kedua orang tuanya tetap dia pertahankan, sikap ramah dan santun tetap dia tunjukkan kepada siapa saja yang dia temui, dan mungkin itulah salah satu kunci keberhasilan dalam hidup dan karirnya.
Itulah sosok Winiardi, seorang penyuluh yang benar-benar memahami tugas dan tanggung jawabnya, bukan saja sekedar memberi penyuluhan kepada para petani tapi juga komit untuk membantu petani untuk mempromosikan dan memasarkan produk pertanian utama mereka yaitu kopi arabika Gayo.
* Pemerhati masalah pertanian dan perkebunan di Aceh Tengah dan Bener Meriah.