Catatan : Ismail Baihaqi*
Miris memang nasib warga Lesten, Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues. Republik Indonesia pada 17 Agustus 2015 mendatang akan merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70. Namun, warga Lesten masih hidup jauh dari kata merdeka.
Terletak di pedalaman hutan Leuser, Lesten merupakan daerah terisolir di Kabupaten Gayo Lues, atau bahkan di Provinsi Aceh. Jarak dari pusat Kecamatan sebenarnya hanya 23 KM saja. Lesten dihuni oleh 64 Kepala Keluarga.
Sebagai penopang hidup, warga Lesten memilih bertani seperti menanam coklat, nilai, tanaman palawija dan memanfaatkan hasil hutan dan sungai yang banyak mengalir di daerah itu. Demikian disampaikan Penghulu Lesten, Karim, beberapa waktu lalu kepada LintasGayo.co.
Untuk transportasi warga Lesten dalam perjalanan sehari-hari ke pusat Kecamatan, warga harus menggunakan sejenis alat berat jenis Jhon Deere. Menurut Karim, transportasi lainnya semisal mobil dan sepeda motor dipastikan tidak akan dapat melintas ke daerah tersebut.
“Jalan kesani hancur-hancuran, hanya Jhon Deere yang membantu kami dalam perjalanan. Bahkan anak-anak disini jarang melihat mobil, bahkan ada yang tidak pernah, miris memang,” keluh Karim.
Dilanjutkan, untuk menumpang Jhon Deere warga harus membayar 25 ribu Rupiah perorang. Ada hal yang sangat disayangkan, kata Karim lagi. Disaat Jhon Deere rusak, maka terhenti lah aktivitas warga. Warga tak dapat lagi membawa hasil pertaniannnya untuk dijual, kecuali berjalan kaki.
“Jika berjalan kaki sejauh 23 KM dengan keadaan alam berbukit, tentu barang yang dibawa hanya terbatas. Dalam kondisi normal saja dalam artian tidak rusak, perjalanan menghunakan Jhon Deere hanya dilakukan seminggu sekali, kecuali dalam kondisi tertentu,” ucapnya.
Dia berharap, ada perhatian serius pemerintah ke Lesten. Dia merasa seperti hidup masih di zaman penjajahan dan pastinya belum merasakan kemerdekaan sebagaimana yang diamanat dalam pembukaan Undang-undang Dasar negara ini. [DM]