Oleh : Win Wan Nur
Saya sudah lupa kapan terakhir kali menonton film Indonesia dengan kualitas cerita dan akting yang kuat. Pas dan tidak berlebihan.
Sabtu 4 Juni 2015, saya diundang oleh Minikino untuk menghadiri pemutaran film “The Sun, The Moon dan The Hurricane”, film yang hanya diedarkan dengan sistem retribusi terbatas, dikarenakan tema LGBT yang diusung film ini masih terbilang kontroversial di Indonesia.
Di luar kontroversi temanya, film yang disutradarai Andri Cung dan dibintangi, William Tjokro, Natalius Chendana, Cornelius Sunny dan Gesata Stella ini seolah ingin menunjukkan kepada para penikmat dan pembuat film Indonesia. Yang namanya film berkualitas itu seperti apa.
Mulai dari cerita yang mengalir, gambar yang indah, drama-drama yang tidak berlebihan dan yang paling mengesankan akting para aktor pendukungnya yang benar-benar natural. Sangat mengherankan nama-nama pemeran tokoh-tokoh di film ini tidak banyak di kenal di kancah perfilman Indonesia.
Film ini berisi tiga babak. Diawali dengan hubungan persahabatan dua siswa SMA yang berubah menjadi ketertarikan secara seksual. Yang satu Rain (William Tjokro) menerima keadaannya sebagai seorang Gay. Sedang seorang lagi Kris (Natalius Chendana), yang membuat Rain menyadari dirinya seorang Gay. Menolak keadaannya, merasa malu karena temannya tahu dia seorang gay dan menghilang.
Pada bagian kedua, film ini menampilkan Rain yang sudah sepenuhnya menjalani hidup sebagai Gay, menikmati kehidupannya yang mulai mapan. Satu waktu dia menghadiri Songkran Festival di Bangkok, yang merupakan Gay Pride nya Asia. Di sana dia bertemu Will (Cornelius Sunny) yang macho, gondrong dengan wajah khas Hindustan, yang berprofesi sebagai pelacur. Jatuh cinta, kemudian berjanji akan menjalani komitmen. Tapi komitmen itu tidak pernah terjadi.
Pada babak ketiga ditampilkan Kris yang digambarkan sebagai cowok bandel, macho dan sangat laki, yang punya kecenderungan homoseksual terus menyangkal keadaannya akhirnya menikah dengan Susan, teman baik Rain semasa SMA. Tapi kehidupan pernikahan mereka tidak bahagia, karena Kris sebenarnya mencintai Rain, bukan Susan. Di sini kualitas akting para aktornya benar-benar dieksplore habis oleh sutradara. Emosi para pemain dalam menghadapi situasi sulit, benar-benar tergambar dalam film ini.
Di film ini sisi romantisme tidak ditampilkan secara vulgar, tapi melalui adegan yang smooth, misalnya ketika Kris meminta Rain memilihkan baju ketika dia hendak berkencan dengan Shanti, pacarnya yang cantik. Dan Kris benar-benar memakai baju yang dipilihkan Rain. Di adegan lain sisi romantisnya terhadap Rain ditunjukkan dengan membelikan Rain jam yang berharga mahal. Kris terlihat tidak senang ketika melihat Rain tidak memakai jam pemberiannya.
Hebatnya, menurut pengakuan Andri Cung yang selain menjadi sutradara, juga penulis Skenario dalam sesi diskusi selesai pemutaran. Ketiga aktor yang berperan sebagai Gay di film ini, adalah straight alias hetero. Tapi peran mereka di film ini benar-benar total, keintiman yang mereka tampilkan benar-benar natural. Seolah mereka benar-benar saling mencinta.
Keberhasilan film ini menampilkan kualitas akting sebagus itu, menurut Andri Cung adalah karena dia beruntung bisa menemukan para aktor yang berkualitas. Dan untuk mengembangkan karakter di dalam film ini. Andri bersama para aktor menghabiskan waktu selama 6 bulan untuk proses ‘reading’ (pembacaan naskah).
Hasilnya para pemain ini benar-benar masuk ke dalam karakter yang mereka perankan. Dan karena sudah masuk sedemikian dalam. Setelah film selesai, Andri tetap harus mendampingi para aktor ini untuk membantu mereka keluar dari karakter yang mereka mainkan di film ini agar bisa kembali menjadi diri mereka sendiri.
Rahasia lain yang membuat film ini menjadi begitu berkualitas menurut sutradara yang juga dikenal sebagai fotografer ini ada diproses editing.
Untuk film ini, ketika dirinya sebagai sutradara menyelesaikan film, dia sudah terlalu masuk ke dalam film menurut Andri, dia sudah tidak bisa objektif lagi. Karena itulah setelah proses syuting selesai, dia mengendapkan dulu film ini selama enam bulan. Baru kemudian melakukan proses editing.
Tapi setelah editing selesai dan dia menonton kembali film yang dia buat. Dia malah merasa hasil film itu tidak seperti yang ingin dia sampaikan ketika menulis cerita. Ada banyak drama yang tidak perlu dan beberapa adegan yang justru merusak ritme film secara keseluruhan.
Sehingga setelah menonton ulang, dia memutuskan untuk mengganti editor. Editor baru ini memotong banyak adegan, bahkan menghilangkan total adegan yang melibatkan dua pemeran. (Shanti pacar Kris dan Nenek Rain). Karena itulah meski di daftar cast di akhir film tertulis nama pemeran Shanti dan Nenek Rain. Di film kita tidak menyaksikan keduanya.
Pada akhirnya kita bisa belajar, terutama untuk para sineas Gayo yang sedang semangat-semangatnya membuat film. Untuk menghasilkan produk apapun yang berkualitas, memang membutuhkan totalitas dan kecermatan. []