Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA
Abraham Maslow : ” Penyakit utama abad kita adalah tiadanya nilai…Keadaan ini jauh lebih gawat dari yang pernah terjadi dalam sejarah umat manusia; dan sesuatu dapat dilakukan dengan usaha umat manusia sendiri”
Suatu analisis yang menarik dari Maslow dalam bukunya Relegius, Values and peak experience, yang menyatakan bahwa penyakit yang berbaaya pada abad kita ini adalah hilangnya nilai dari kehidupan dan kehilangan nilai ini akan berakibat pada keadaan yang sangat berbahaya untuk kehidupan manusia.
Sebelum kita membahas legih jauh tentang nilai yang hilang dari kehidupan kita, ada baiknya kita memahami makna dari nilai itu sendiri sehingga memudahkan kita untuk memahami makna dari tulisan ini secara keseluruhan. Arti dari Nilai adalah “sesuatu yang dibutuhkan oleh semua manusia” kalau kita tambahkan dengan nilai dalam kaitannya dengan agama maka makna dari nilai tersebut akan bertambah menjadi “apa yang sebenarnya diharapkan oleh Allah dan manusia dari kehidupan manusia”. Kalau kita mau melihat nilai dari pelaksanaan puasa tentu kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dikehendaki oleh Allah dari pelaksanaan puasa itu. Allah sendiri menyebutkan bahwa yang dikehendaki dari puasa itu ada “tattaqun” artinya adalah bertaqwa, sesuai dengan firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 183 yang sering dibaca dan diperdengarkan pada bulan ramadhan ini.
Para ulama memaknai kata taqwa dengan “melaksanakan apa yang diperintah Allah dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya”. Pelaksanaan perintah dan meninggalkan larangan harus dilakukan dengan keyakinan bahwa perintah dan larangan itu datangnya dari Allah dan semua perintah yang datangnya dari Allah pasti mempunyai dua sisi yaitu sisi Ilahiah dan sisi Insaniah, hanya saja terkadang keterbatasan kemampuan manusia menjadikan diri mereka terbatas dalam mengetahui dimensi insaniah yang ada dalam perintah dan larangan tersebut. Dalam hal ini manusia memberi kesimpulan atas keterbatasan pengetahuan manusia itu dalam pelaksanaannya disebutkan dengan ta’abbud.
Taqwa yang dihasilkan dari pelaksanaan puasa ramadhan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bahasa lain disebut dengan kepatuhan secara benar dan “kepatuhan” inilah yang dijadikan sebagai nilai. Lalu apakah “kepatuhan” ini tidak ada lagi dalam kehidupan manusia, sedangkan hampir semua orang muslim berpuasa pada bulan ramadhan ? jawabannya tentu memerlukan kajian secara benar sehingga menghasilkan kepuasan penanya dari jawaban yang diberikan. Benar kebanyakan orang Islam saat ini berpuasa dan mereka tau bahwa mereka berpuasa karena mengikuti perintah Allah tetapi seberapa banyak orang yang melaksanakan puasa membawa kepatuhan ke bulan-bulan lain di luar bulan puasa. Laku kenapa mereka tidak membawa kepatuhan yang mereka kerjakan di bulan ramadhan kepada bulan-bulan di luar ramadhan, ini tidak lain disebabkan karena mereka yang melaksanakan puasa tersebut tidak tau makna “kepatuhan” yang sebenarnya. Untuk itulah Allah menyeru orang beriman untuk berpuasa karena orang-orang yang beriman yang mengetahui makna “kepatuhan” yang dikehendaki oleh Allah dan sebenarnya manusia sendiri menghendakinya.
Tidak hanya nilai kepatuhan yang kita dapatkan dari pelaksanaan puasa di bulan ramadhan, nilai kepatuhan yang ada dalam pelaksanaan puasa lebih banyak berdemensi Ilahi dan apabila sanggup melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari baru kita menemukan demensi insaniahnya. Tetapi ada juga nilai lain yang dimensi insaniahnya lebih banyak dalam pelaksanaan puasa yaitu “kejujuran”.
Pelaksanaan ibadah puasa berbeda dengan ibadah-ibadah yang lain seperti shalat, zakat dan haji, ibadah-ibadah ini bersifat melaksanakan perintah Allah sedangkan puasa adalah perintah untuk meninggalkan apa yang sebenar boleh malah wajib dikerjakan di luar bulan ramadhan, seperti makan dan minum. Nilai kejujuran sangat diperlukan untuk pelaksanaan ibadah puasa, karena orang yang puasa apa bila tidak jujur maka ia dapat makan dan minum dibelakang orang dan berpura-pura puasa ketika di depan orang lain, ini dapat dilakukan dan orang pasti percaya. Kejujuran kepada diri sendiri juga sangat diperlukan, kenapa tidak kalau makanan dan minuman yang ada adalah makanan halal dan milik yang sah serta makanan tersebut pada bulan-bulan lain selain bulan ramadan bebas untuk dimakan, untuk itu kejujuran untuk diri sendiri sangat diperlukan. Ditambah lagi dengan kejujuran sebagai hamba kepada Allah bahwa kita yakin walaupun semua orang tidak tau kalau kita sedang tidak puasa tetapi Allah pasti mengetahuinya.
Itulah dua nilai yang terdapatdalam ibadah puasa, yang kedua nilai ini dibutuhkan oleh semua orang dan dalam kaitannya dengan ibadah puasa Allah juga menghendaki agar manusia patuh terhadap perintah-Nya dan jujur dalam pelaksanaan ibadah yang telah diwajibkan Allah.
*Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh





