Catatan Ismail Baihaqi*
Secara administratif, kawasan pemukiman Lokop Serbejadi merupakan wilayah Kabupaten Aceh Timur, setelah pada tahun 70-an Kabupaten Aceh Tengah menyerahkan kemukiman masyarakat Gayo ini, lantaran rentang kendali pemerintahan yang jauh.
Berada di belantara hutan, masyarakatnya menggantungkan hidup dari kekayaan hutan. Salah satunya adalah madu dan kacu (pohon gambir). Keadaan itu berlangsung lama. Hingga saat ini pohon kacu sangat jarang dijumpai di belantara hutan, Lokop Serbejadi. Namun, madu masih tersedia dari lebah liar yang menunggu hutan Lokop.
Konon, pohon Kacu hanya terdapat di hutan ini. Kacu Lokop sangat terkenal di pasaran rempah-rempah di Aceh. Sayang, ketersediaannya kini terancam, lantaran perambahan hutan dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kacu juga sebagai salah satu motif pada pola hias yang terdapat di Kerawang Gayo. Sebut Gecik Kampung Lelis, Kecamatan Lokop Serbejadi, Idan, baru-baru ini di Kota Langsa.
Dia menyayangkan, saat ini Kacu Lokop hanya tinggal nama. Hal tersebut akan menambah sederetan kepunahan di Gayo. “Sangat sulit untuk dijumpai saat ini, padahal selain madu, Kacu juga andalan perekonomian warga,” kata Idan.
Dia berharap, pengusaha kacu menggalakkan kembali serta mereboisasi pohon-pohon Gambir yang sudah tak lagi produktif. Hal itu bertujuan menyelamatkan kearifan lokal Gayo dari ambang kepunahan.
“Semoga itu akan digalakkan kembali,” ucapnya.
Ditambahkan, madu Lokop juga terkenal. Hasil alam ini juga sering dipasarkan ke beberapa kota di Aceh. Namun, kata Idan panen madu sifatnya musiman.
“Saat panen, bisa mencapai beberapa liter ton. Namun hanya musiman saya. Madu Lokop begitu terkenal, karena tanpa campuran alias alami,” demikian Idan. [DM]