Muhammad Syukri*

Teori sebaran kapak lonjong sebagaimana yang diajarkan kepada siswa SMA Kelas X Semester I masih menyatakan sebarannya di kepulauan Indonesia bagian timur. Hal itu dapat dilihat dalam buku “Sejarah Indonesia” terbitan Kemendikbud (2014) halaman 59, dituliskan bahwa “penyebaran jenis kapak lonjong ini terutama di kepulauan Indonesia bagian timur, misalnya di daerah Papua, Seram, dan Minahasa.”
Bagian dari materi ajar Corak Kehidupan Masyarakat Praaksara itu sudah saatnya direposisi. Fakta terbaru menunjukkan, sebaran kapak lonjong ternyata bukan hanya di kepulauan Indonesia bagian timur, kini sudah ditemukan pula di Indonesia bagian barat. Buktinya, Jumat (12/6/2015), tim arkeolog dari Balar Medan menemukan fragmen kapak lonjong ukuran besar di Ceruk Mendale, Aceh Tengah.
Beberapa hari lalu, tim arkeologi yang dipimpin oleh Ketut Wiradnyana menemukan artefak pahat batu, fragmen kapak batu persegi, dan fragmen batu cetakan pola hias gerabah. Tim arkeologi itu juga menemukan fragmen gerabah black ware, slip merah, sampai fragmen gerabah berpola hias mirip pola hias kerawang.
Selain itu, di lokasi eskavasi Ceruk Mendale II ini ditemukan pula altar dari batu yang ditasnya terdapat gerabah berisi tulang belulang. Sekitar 15 cm arah barat altar tersebut, ditemukan cangkang kerang laut yang panjangnya sekitar 20 cm. Diduga, altar dan gerabah berisi tulang belulang itu merupakan bagian dari religi manusia prasejarah saat itu.
Menurut Ketut Wiradnyana, sampah manusia prasejarah tersebut merupakan hasil eskavasi di lapisan budaya neolitik. Usia benda-benda prasejarah yang sudah ditemukan itu, diperkirakan berusia 3000 tahun lalu. Penentuan usia temuan itu disesuaikan dengan hasil uji carbon dating terhadap hasil temuan sejenis tahun 2011 di Ceruk Mendale I yang bersebelahan dengan Ceruk Mendale II.
Sungguh mencengangkan, begitu banyak temuan benda-benda peninggalan manusia prasejarah, baik di zaman neolitik maupun mesolitik. Penduduk Kabupaten Aceh Tengah tidak pernah menduga bahwa nenek moyangnya pernah tinggal di gua kars itu. Selama ini, gua itu dijadikan sebagai kandang ternak warga sekitarnya.
Kini, kawasan Ceruk Mendale telah menjadi pusat perhatian. Hal itu ditandai dengan meningkatnya kunjungan wisatawan ke lokasi eskavasi itu. Mereka datang silih berganti. Ada yang ingin melihat kerangka nenek moyangnya dan temuan prasejarah, ada pula yang ingin mendengar analisis dari para arkeolog yang sedang menggali.
Mengingat benda-benda yang ditemukan di Ceruk Mendale memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi, sudah saatnya di kawasan itu dibangun rumah peradaban. Posisi rumah peradaban itu harus berdampingan atau sekomplek dengan situs prasejarah tersebut. Sebab, didalam rumah prasejarah itu perlu dipamerkan semua produk budaya manusia prasejarah, termasuk simulasi tentang pola hidup mereka dimasa lalu. Semoga…
(Sumber : Kompasiana)