Potret Kehidupan Masyarakat Gayo Simpang Jernih

oleh

Catatan Ismail Baihaqi*

Getek di Simpang Jernih Aceh Timur. (LGco_Ismail Baihaqi)
Getek di Simpang Jernih Aceh Timur. (LGco_Ismail Baihaqi)

Kecamatan Simpang Jernih merupakan sebuah wilayah di Pedalaman Aceh Timur kemukiman Lokop Serbejadi yang dihuni oleh masyarakat Gayo. Keadaan geografis berbukit-bukit, berdinding gunung-gunung menjulang tinggi menjadikan panorama daerah ini begitu indah nan asri. Namun sayang, akses menuju ke Simpang Jernih tak seindah pemandangan alamnya. Bisa dikatakan cukup memprihatinkan.

Menuju ke sana bisa melewati Kota Langsa dan Aceh Tamiang. Sedangkan akses dari Peurelak Aceh Timur melalui Kecamatan Biren Bayen dan Ranto Selamat serta Kecamatan Lokop Serbejadi akses jalannya hingga saat ini masih belum bisa dilalui kenderaan roda empat, sedangkan untuk sepeda motor juga harus melalui jalan setapak.

Kecamatan Simpang Jernih terdiri dari sembilan Kampung (Simpang Jernih, Batu Sumang, Pante Kera, Bedari, Melidi, Tampur Bur, Tampur Paluh, Trans HTI dan Pulo Munthe). Aliran sungai besar yang mengalir dari Lesten, Pining-Gayo Lues hingga ke Kuala Simpang, Aceh Tamiang juga melalui wilayah Simpang Jernih.

Masyarakat dari sembilan kampung di Simpang Jernih, jika hendak keluar harus melalui jalan cukup berisiko dengan mengunakan kapal boot mesin. Keadaan air sungai yang diseberangi tak tertebak. Tiba-tiba air membesar disaat alirannya terlihat kecil. Aliran sungai akan menjadi ganas saat hujan turun.

Mirisnya lagi, beberapa kampung seperti Kampung Bedari, Pante Kera dan Batu Sumang, dipisahkan oleh aliras sungai besar. Tidak ada kapal boot mesin didaerah ini. Masyarakat sekitar hanya menggunakan ‘getek’ (sejenis rakit-red) untuk bisa menyeberang dari kampung satu ke kampung lainnya.

Getek yang digunakan warga terkadang hanyut saat aliran sungai mengganas. Pemandangan ini berlangsung setiap tahunnya. Namun, masyarakat Gayo di Kecamatan Simpang Jernih tetap tegar ditengah-tengah keterisoliran mereka.

Di kampung lain sepeti Tampur Bur, Tampur Paloh dan Melidi juga dipisahkan oleh aliran sungai besar. Melewati akses ini cukup menyerampat, terutama di daerah yang dinamakan masyarakat Batu Kotak.

Kawasan ini cukup sulit dilalui boat. Ada aliran sungai yang berputar (Gayo : Muriuk, mujening). Tak jarang saat boat melintas diatasnya, ikut berputar-putar juga, sang nahkoda harus lihai mengendalikannya, jika tidak boat akan tenggelam dan mengancam nyawa.

Ditahun 2012 lalu, kejadian naas menimpa tiga orang guru program SM3T harus menemui ajal di aliran sungai ini. Boat yang mereka tumpangi terbalik, derasnya air dan berputar, membuat ketiganya tak mampu menyelamatkan diri. Ironis memang!.

Disamping keadaan geografis yang masih sulit dilalui, masyarakat Gayo Simpang Jernih, masih bersahabat dengan alam. Hal ini ditandai masyarakat sekitar masih bergantung pada hasil hutan yang mereka raup setiap harinya. Kayu Alim, candan dan rotan merupakan kekayaan hutan Simpang Jernih yang masih bisa dimanfaatkan warga.

Jalan Simpang JernihBegitu juga dengan beberapa aliran sungai yang mengalir pada kampung-kampung masyarakat Gayo disana. Ikan dewa (Gayo : Iken Pedih, Lemeduk) merupakan ikan favorit yang ditangkap warga menggunakan peralatan tradisional.

Sementara aktivitas pertanian masyarakat di Simpang Jernih hanya sebagai penghasilan musiman. Banyak warga sekitar yang menanam tanaman hortikurtura sebagai tambahan penghasilan mereka. Akses jalan yang sulit, membuat masyarakatnya enggan menanam tanaman ini secara berkala. Pengangkutan produksi pertanian sering menjadi kendala.

Tidak tersedia area persawahan di Simpang Jernih. Mencukupi kebutuhan beras, masyarakat hanya mengandalkan penanaman padi darat (Gayo : Rom Deret atau Rom Tajuk) yang dilakoni secara turun-temurun.

Hutan memang menjadi primadona masyarakat Gayo Simpang Jernih. Kekurangan fasilitas umum hingga akses jalan lah membuat masyarakat lebih memilih hutan ketimbang bercocok tanam lainnya. Seperti dijelaskan diatas tadi, membawa hasil nya saja cukup sulit ke pusat perkotaan.

Menjaga hutan berarti menyelamatkan hidup masyarakat Simpang Jernih. Jika hutan diganggu, kehidupan dan penghasilan merekapun akan terganggu. Alam memang bersahabat dengan mereka. Namun, gangguan datang dari oknum-oknum perampas hutan yang tamak.

Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, juga jarang terlihat melakukan gebrakan pembangunan ke kemukiman Gayo di Lokop Serbejadi (Lokop, Penaron dan Simpang Jernih ditambah dengan beberapa kampung yang dihuni oleh masyarakat Gayo di Kecamatan Biren Bayen dan Ranto Selamat), seolah terabaikan.

Pemerintah jarang melirik potensi di daerah ini. Apa karena masyarakat disana di huni Urang Gayo, yang menjadi minoritas ditengah-tengah pemerintahan Aceh Timur. Jika itu terjadi, bisa dipastikan masyarakat Gayo disana tak akan pernah mendapatkan fasilitas penghidupan yang layak. Dan itu mengangkanggi undang-undang negara ini.

Aliran sungai yang memisahkan Desa Arul Punti Kecamatan Rantau Selamat dengan Desa Bukit Selmak Kecamatan Biren Bayeun, Aceh Timur, kedua Desa ini dihuni oleh suku Gayo. (Foto : Ismail)
Aliran sungai yang memisahkan Desa Arul Punti Kecamatan Rantau Selamat dengan Desa Bukit Selmak Kecamatan Biren Bayeun, Aceh Timur, kedua Desa ini dihuni oleh suku Gayo. (Foto : Ismail)

Melalui ini, kami meminta Pemkab Aceh Timur dan saudara Gayo kami di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, untuk ikut memperhatikan nasib kami.

Awalnya daerah kemukiman ini merupakan wilayah administratif Kabupaten Aceh Tengah, namun pada tahun 1970-an wilayah ini diserahkan kepada Pemerintah Aceh Timur, karena rentang kendali dari pusat Kabupaten Aceh Tengah sangat jauh. Terjadi perdebatan saat itu dikalangan tokoh-tokoh Gayo di Aceh Tengah.

Jika dilihat dari rentang kendali dan sumber kekayaan alam serta daerah teritorial, Kemukiman Lokop Serbejadi sudah selayaknya dimekarkan menjadi kabupaten tersendiri di Aceh. Oleh karenanya, masyarakat Kemukiman Lokop Serbejadi sebenarnya sedang berteriak, kepada serinen Gayo nya yang lain untuk memperhatikan meraka di pedalaman hutan rimba. Karena teriakan yang paling keras adalah saat tak mampu lagi bersuara. Semoga serinen Gayo-nya yang lain dapat membantu. Waulahu Alam… [DM]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.