
Adalah Awaludin Ishak, putra asli Gayo Kabupaten Bener Meriah, tercatat sebagai mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang Sumatera Barat. Kelahiran Kampung Kepies, 21 September 1991.
Dalam menekuni dunia kepenulisan yang menghasilkan kata-kata indah pada setiap tulisan sastranya khususnya puisi, Awaludin banyak belajar dari komunitas seni di Padangpanjang yaitu Komunitas Seni Kuflet, melalui komunitas inilah ia memiliki bakat dan aktif di berbagai ajang seni dan sastra.
Karya-karyanya telah banyak di muat di beberapa media online salah satunya adalah LintasGayo.co.
Berikut beberapa puisi dari ratusan yang pernah dia buat. Puisi bertajuk ‘Setangkup Kata Untuk Orang Tercinta’ merupakan karyanya dalam buku Ensiklopedi Penulis Indonesia Jilid 4. (Susi Susanti)
Nama Indah
Pajar penyekat subuh
Membagi cinta lewat rangkulan pagi
Terbesit nama dengan doa
Agar mengabadi di pusaran hati
Sergap kalut surut dengan seruan suci
Dedaunan menengadah ucapkan zikir
Memancing gercik haru pusaran dadaDengan dan tanpa sayap
Mampulah kau mengunci cinta
Malaikatkah atau bukan
Tak urung kasih selalu tercurahNama itu menyelinap indah di pikir
Mengusik mimpi buruk
Lihai menuai kasih
Meski lirih acap mengusap diriSapaan halus
Menghunus angkuhnya kekar kata
Terlempar di antara kalungan sahdu
Memekik haru, kau baca hati
Sudahkah senja memeluk malam
Tak kudangar lagi jeritan awan
Menahan silau rona emasnya
Tuntaslah sekat hari
Kau ajak menyelam kembali pada mimpi
Padangpanjang, 21-05-2015
“Gugusan Cinta”
Seonggok rindu mengarat di hati
mencari sandaran pada reruntuhan jiwa
puingnya juga retak, timbun sejuta mimpi
debu bilik memekik sodorkan taburan pemburam
ingin menatap langkah pada kasih yang lelah
memeluk pekat di lengan yang renta
basuh sekecamuk ruet pada kusam keningnyakian renta memelukmu
senja juga makin menyapa
bulatknya cintamu mengakar ke bumi
bak payung peneduh
menyekat setiap gerah yang menari di ubun
membendung setiap pungutan pendengkibiar batin penyeling mimpi
dan rindu selalu tersebut menyulut cinta
kau baca setiap lirikan mata
pangkuan empukmu juga sebagai pengaduan adil
ah kau mampu membalik tangis menjadi tawa
sekejab kau rubah senyum, dari rintih dan jerihmu
kau pikat pekat malam dengan selimut usapanmu
lihai dikau menyebut bulan pada telinga-telinga mungil
seolah badai tak berwujud, merengut awan
kau penyanding malam
lewat gurauan kerlip gugusannya
peneduh terik
dengan rimbun dekapanmu.”
Kampung Dobi, 21-05-2015