Buka Informasi, Selamatkan Aceh Dari Korupsi

oleh

*Safutra Rantona

Safutra
Safutra

UNDANG-Undang (UU) No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah diundangkan pada tanggal 30 April 2008 dan telah berlaku efektif tanggal 30 April 2010. Ini artinya hari ini merupakan Deklarasi Hari Keterbukaan Informasi Publik Ke-5 semenjak di undang-undangkan.Kita patut mengapresiasi langkah-langkah pemerintah untuk membuka informasi.

Keterbukaan informasi sebagai tujuan asas keterbukaan demokrasi informasi serta good governance karena memiliki manfaat terhadap public, antara lain dengan manfaat menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, mendukung sistem pemerintah anti korupsi, mendukung penyelenggaraan demokrasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Tujuan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi adalah mengamandatkan kepada badan publik harus memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Namun hanya sebagian badan publik di Aceh melaksanakan peraturan tersebut. Dapat kita lihat proses pengajuan informasi berakhir dimeja mediasi Komisi Informasi Aceh.

Pasal 64 ayat (2) UU KIP menyatakan bahwa : “Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah, petunjuk teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana, serta hal-hal lainnya yang terkait dengan persiapan pelaksanaan Undang-Undang ini harus rampung paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan”. Lima tahun UU KIP berlaku perlaksanannya berjalan lambat. Data Ditjen IKP-Kominfo, 11 Februari 2015 menunjukkan bahwa badan publik di seluruh Indonesia yang telah membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) hanya 49,14%.

Selanjtnya berdasarkan data sumber Kompilasi Data Masyarakat Sipil, 28 April 2015 bahwa menunjukkan Aceh memiliki persentase pembentukan PPID yang bagus, angka persentasentanya adalah 100 %. Itu artinya peran aktif pemerintah Provinsi Aceh dan Komisi Informasi Aceh telah melaksanakan peraturan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan mendorong pembentukan PPID di Kabupaten/kota se Aceh. Kemudian Pemerintah Aceh telah melakukan pemeringkatan terhadap keterbukaan informasi secara efektif ditingkat SKPD di Pemerintahan Daerah provinsi Aceh. Langkah Pemerintah Daerah Provinsi Aceh patut kita apresiasi yang mana mendorong SPKD untuk membuka informasi kepada publik.

Namun badan publik lainnya di Aceh belum melaksanakan peraturan UU KIP. Misalnya Universitas Syiah Kuala belum membentuk PPID. Pasal 60 UU KIP Menyatakan bahwa “Komisi Informasi Provinsi hanya dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini. Saya sebagai pemohon informasi yang saya ajukan ke Rektor Unsyiah berakhir di meja mediasi KIA. Saya sebagai pemohon informasi melihat badan publik Universitas Syiah Kuala belum memahami tentang UU KIP.

Kasus KIP terhadap Unsyiah juga harus menjadi bahan evaluasi Pemerintah Aceh dan Komisi Informasi Aceh (KIA), bukan Unsyiah saja tetapi untuk Universitas negeri dan swasta di Aceh. Kasus ini juga pernah terjadi di Universitas Tengku Umar, pengajuan informasi dilakukan oleh seorang mahasiswa UTU meminta dokumen anggaran kampus dan berakhir di meja mediasi KIA.

Satu komitmen good governance harus diterapkan oleh Pemerintah Aceh dan Komisi Informasi Aceh sehingga Aceh jauh dari praktek korupsi. Buka informasi menjadi awal untuk memberantas korupsi di Aceh. Dan Informasi publik harus menjadi konsumsi publik dan jangan ditutupin, dan informasi pribadi juga masuk ke informasi publik.

Publik atau masyarakat memiliki legal standing dibuktikan dengan memiliki KTP bahwa dapat mengajukan permohonan dokumen/data kepada badan publik. Dan publik saat ini sudah menggunakan haknya sebagai warga negara walaupun semuanya belum mengetahui UU KIP. Upaya publik untuk mengetahui informasi dilindungi oleh UU, dan amanah UU KIP bertujuan untuk mengetahui informasi.

Dengan ditetapkannnya tanggal 30 April sebagai hari keterbukaan informasi implementasi dari UU KIP dapat berjalan efektif, efisien bagi publik dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Dan moment deklarasi Keterbukaan informasi dapat menjadi bahan evaluasi terhadap badan publik di Aceh memiliki PPID dan terbuka terhadap informasi antara lain informasi sistem, anggaran dan kebijakan.

Kita berharap dalam massa kepemimpinan Zaini-Mualem (Zakir) harus memiliki satu komitmen politik demokrasi keterbukaan informasi yang kuat untuk membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) terhadap badan publik dan lembaga yang mendapatkan anggaran dari pemerintah baik pemerintah daerah/provinsi dan pemerintah pusat sehingga kepemimpinan Zaini-Mualem bisa mengurangi angka korupsi di Aceh. Keterbukaan informasi awal dari untuk melakukan transparansi di pemerintahan Zaini Mualem.[]

*Alumni Siswa Anti Korupsi Aceh

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.