Pentingkah ”Membaca” Prakiraan Curah Hujan?

oleh
Fathan saat mencatat curah huja. (Ist)

Catatan : Fathan Muhammad Taufiq*

fathanhujan”Prakiraan curah hujan yang disusun oleh BMKG bukanlah sekedar ramalan paranormal yang meramal berdasarkan asumsi dan sinyal-sinyal mistis, tapi didasari analisis dan perhitungan-perhitungan cermat dengan memperhatikan data curah hujan di daerah tersebut pada bulan yang bersangkutan selama bertahun-tahun”

Tingginya intensitas curah hujan di wilayah Kabupaten Aceh Tengah dalam beberapa hari terakhir ini telah berdampak terjadinya bencana alam berupa banjir bandang dan tanah longsor di beberapa kecamatan, seperti di kecamatan Bintang, Pegasing, Silih Nara, Celala dan beberapa wilayah lainnya. Musibah ini telah menyebabkan kerugian material yang tidak sedikit, bahkan mengancam keselamatan jiwa sebagian masyarakat di daerah ini.

Secara teknis terjadinya bencana ini lebih dipengaruhi oleh faktor alam seperti  topografi wilayah , struktur dan tekstur tanah dan intensitas curah hujan yang tinggi , namun kerusakan lingkungan seperti kondisi sebagian lahan yang mulai kritis akibat berkurangnya populasi pepohonan yang berakibat menurunnya daya tahan tanah di wilayah tersebut, juga memberi andil besar terhadap terjadinya bencana. Disamping itu tidak menutup kemungkinan dampak perubahan iklim global berpengaruh pada anomali iklim dan cuaca, dimana kondisi iklim dan cuaca berubah-ubah tanpa bisa diprediksi sebelumnya, juga menjadi salah satu faktor terjadinya fenomena alam tersebut.

Seringkali kita terlambat dalam mengatasi masalah banjir dan tanah longsor, kita baru menyadari dan sibuk melakukan upaya penanggulangan ketika musibah itu sudah terjadi. Terjadinya musibah tersebut merupakan peringatan bagi kita semua tentang arti pentingnya pengelolaan lingkungan serta memperhatikan hal-hal yang terkait serta mempengaruhi kejadian tersebut.

Salah satu faktor alam yang berpengaruh besar terhadap terjadinya bencana banjir dan longsor, adalah intensitas curah hujan. Tingginya curah hujan yang tidak disertai daya dukung lingkungan yang memadai, menyebabkan derasnya curahan hujan tidak mampu lagi ditahan oleh lapisan tanah, dan akibatnya seluruh permukaan tanah digerus oleh air hujan yang kemudian membawa material yang dilaluinya menuju wilayah yang lebih rendah. Demikian juga lahan-lahan kritis akan cenderung menyebkan kondisi tanah menjadi labil, sehingga ketika datang hujan deras, peluang terjadinya longsor menjadi sangat besar.

Mencermati kondisi curah hujan di suatu tempat atau wilayah, sebenarnya pihak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah melakukan langkah-langkah antisipatif berupa peringatan dini dan analisis serta prakiraan curah hujan pada daerah-daerah tertentu. Untuk wilayah Kabupaten Aceh Tengah misalnya, pada bulan Januari dan Pebruari 2015 yang lalu, Stasiun Klimatologi Indrapuri yang merupakan salah satu unit pelaksana teknis BMKG di Provinsi Aceh telah menyusun dan menyebarluaskan analisis dan prakiraan curah hujan untuk bulan Maret, April dan Mei 2015 di wilayah ini. Dalam prakiraan curah hujan tersebut, diprediksi bahwa curah hujan di wilayah Kabupaten Aceh Tengah pada bulan Maret cenderung berada dibawah normal (dibawah 200 mm/bulan), sementara pada bulan April dan Mei, intensitas curah hujan di daerah ini diprediksi akan mengalami peningkatan cukup signifikan dan cenderung bersifat di atas normal (curah hujan di atas 300 mm/bulan).

Tanpa mengenyampingkan kekuasaan Allah SWT yang memiliki otoritas penuh dalam pengaturan kondisi alam termasuk curah hujan, ternyata prediksi dari BMKG tersebut sangat mendekati kebenaran. Faktanya, dari pengukuran curah hujan yang saya lakukan secara manual, dengan menggunakan alat penakar curah hujan manual, curah hujan di daerah ini pada bulan Maret 2015 tercatat sebesar 167 mm dengan hari hujan 10 hari (di bawah normal), sementara itu pada bulan April 2015, sampai dengan tanggal 20, sudah tercatat curah hujan sebesar  330 mm dengan hari hujan 13 hari, jumlah tersebut kemungkinan besar masih akan bertambah, karena untuk 10 hari kedepan, diprediksi masih akan terjadi curah hujan dengan intensitas sedang sampai tinggi.

Akurasi prakiraan curah hujan BMKG tersebut dikarenakan prakiraan yang disusun oleh BMKG bukanlah sekedar ramalan paranormal yang meramal berdasarkan asumsi dan sinyal-sinyal mistis, tapi didasari analisis dan perhitungan-perhitungan cermat dengan memperhatikan data curah hujan di daerah tersebut pada bulan yang bersangkutan selama bertahun-tahun, ditambah dengan data pendukung berupa arah dan kecepatan angin, kelembaban udara dan kondisi iklim mikro. Data curah hujan yang digunakan untuk menyusun analisis data ini berasal dari para pengamat dan pencatat curah hujan di daerah ini, oleh karenanya akurasi dan kontinuitas pengiriman data curah hujan yang dikirimkan oleh para pencatat curah hujan menjadi faktor penentu akurasi prakiraan curah hujan tersebut. Pemeriksaan dan perawatan alat penakar curah hujan secara rutin  juga menjadi faktor penentu dari akurasi data curah hujan tersebut, namun sayangnya sampai dengan saat ini pemerintah kabupaten belum mengalokasikan anggaran secara khusus untuk pemeliharaan alat tersebut, alokasi anggaran yang tersedia baru terbatas pada honorarium petugas pencatat curah hujan, itupun dengan nominal yang masih tergolong minim. Namun demikian, hal tersebut tidak menyurutkan para pencatat data curah hujan, termasuk saya sendiri untuk terus memberikan kontribusi data yang bermanfaat untuk penyusunan analisis dan prakiraan curah hujan yang mungkin dibutuhkan oleh pihak-pihak terkait untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana alam.

Sebagai salah seorang pengamat dan pencatat data curah hujan di Kabupaten Aceh Tengah, saya sudah bekerjasama dengan Stasiun Klimatologi Indrapuri sejak tahun 2009 yang lalu, setiap hari saya melakukan pengukuran dan pencatatan data curah hujan dan melaporkanya via SMS ke server BMKG setiap dasarian (per sepuluh hari) sekali. Namun mengingat tingginya intensitas curah hujan di Kabupaten Aceh Tengah beberapa hari terakhir, pihak BMKG meminta saya untuk melaporkan data curah hujan tersebut setiap hari, data tersebut kemudian dijadikan bahan analisis untuk menyusun sistim peringatan cuaca dini (Early Warning Weather System/EWWS) sebagai bentuk antisipasi untuk mencegah dampak yang lebih besar dari kemungkinan terjadinya bencana alam kususnya banjir dan tanah longsor, tidak saja untuk wilayah Aceh Tengah, tetapi juga untuk wilayah-wilayah yang menjadi muara dari daerah aliran sungai di Kabupaten Aceh Tengah seperti Kabupaten Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Nagan Raya dan Aceh Barat.

Begitu besarnya pengaruh intensitas curah hujan terhadap kemungkinan terjadinya bencana alam banjir dan tanah longsor, agaknya perlu menjadi perhatian bagi kita semua untuk sedikit peduli terhadap kondisi curah hujan di daerah kita. Dari pengalaman saya sebagai pecatat data curah hujan selama 6 tahun terakhir, sifat curah hujan di Kabupaten Aceh Tengah dapat diklasifikasikan kedalam empat kategori yaitu :

  1. Intensitas curah hujan rendah yaitu curah hujan dengan volume 0 – 25 mm per hari.
  2. Intensitas curah hujan sedang yaitu curah hujan dengan volume 26 – 50 mm per hari.
  3. Intensitas curah hujan tinggi yaitu curah hujan dengan volume 51 – 100 mm per hari.
  4. Intensitas curah hujan ekstrim yaitu curah hujan dengan volume di atas 100 mm per hari.

Dari keempat kategori tersebut, dua kategori terakhir yaitu intensitas curah hujan tinggi dan ekstri, merupakan kondisi curah hujan yang perlu kita waspadai bersama, sebagai contoh ketika terjadi banjir bandang di kecamatan Celala 7 Mei 2013 yang lalu, curah hujan tercatat 107 mm (ekstrim), banjir bandang di kecamatan Bintang tanggal 12 April 2015, curah hujan tercatat 76 mm (tinggi), dan terakhir banjir bandang dan longsor di Kecamatan Pegasing, Celala dan Silih Nara yang terjadi pada tanggal 17-18 April 2015 yang lalu, curah hujan menunjukkan angka 72 – 99 mm (tinggi).

Sebagai bentuk antisipasi dan pencegahan dini, saya juga berusaha untuk menginformasikan kepada publik jika terjadi curah hujan tinggi maupun ekstrim, namun demikian apresiasi publik dan juga pihak terkait terhadap informasi tersebut masih sangat minim, mungkin publik masih berasumsi bahwa data adan informasi curah hujan bukanlah informasi yang penting sehingga terabaikan begitu saja. Pun demikian , sebagai seorang ”pelayan publik”, saya tetap merasa berkewajiban untuk menyampaikan informasi ini, terlepas apakah informasi tersebut akan dihiraukan atau di abaikan.

Sejatinya prakiraan curah hujan yang telah disusun sedemikian rupa oleh BMKG tidak semata-mata untuk antisipasi bencana alam, tapi juga dapat dipakai oleh petani sebagai acuan untuk menentukan awal musim tanam, jadwal pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit tanaman, ada komoditi-komoditi tertentu yang rentan terhadap curah hujan tinggi, tapi sebaliknya, ada juga komoditi pertanian yang justru membutuhkan curah hujan yang cukup untuk masa tumbuh dan berkembangnya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa berbagai bakteri dan virus yang menyerang tanaman akan berkembang cepat pada saat curah hujan tinggi yang berpengaruh terhadap meningkatkanya kelembaban udara, dengan demikian prakiraan curah hujan juga diperlukan untuk upaya pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman.  Disampng itu prakiraan curah hujan dapat juga di pergunakan dalam menyusun perencanaan pembangunan di bidang infrastruktur, dengan mempertimbangkan kondisi dan sifat curah hujan di suatu tempat, maka rencana pembangunan infrastruktur mulai dari proses pelelangan, pelaksanaan dan pengawasan bisa disesuaikan dengan kondisi curah hujan di tempat tersebut. Pembangunan infrastruktur yang dikerjakan pada saat curah hujan tinggi, tentu tidak akan dapat terlaksana secara optimal, dan itu akan berdampak terhadap hasil akhir pembangunan infrastuktur tersebut. Begitu juga di sektor perdagangan, informasi curah hujan juga diperlukan untuk kelancaran distribusi, banyak komoditi perdagangan yang untuk pendistribusiannya harus melintasi antar daerah dan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca di sepanjang jalur distribusi. Beberapa komoditi, khususnya jenis hortikultura yang daya tahan dan daya simpannya relatif pendek seperti Cabe, Tomat dan Buah-buahan, tentu kualitasnya akan menurun drastis jika jalur distribusinya terganggu akibat tingginya curah hujan yang dapat menyebabkan banjir atau longsor, yang tentu saja akan sangat merugikan baik produsen maupun konsumen.

Dari uraian singkat di atas, jika kemudian timbul pertanyaan ” pentingkan memperhatikan prakiraan curah hujan?”, tentu tidak perlu dijawab serta merta, penting atau tidak penting, sikap bijak pula lah yang pada akhirnya dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan ini.[]

*Pencatat curah hujan selama 6 tahun di Takengon

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.