Takengon-LintasGayo.co: Dalam nilai tawar DPR Aceh lebih lemah dibanding dengan pemerintah Aceh. Sehingga persoalan anggaran Aceh tidak jauh berbeda dengan dinamika anggaran yang terjadi di DPRD DKI Jakarta yang bersumber dari sastu masalah.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi V DPR Aceh Adam Mukhlis Arifin,SH saat memberi pidato politik dalam rangka reses I dihadapan ratusan perwakilan masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah di Simpang 5 Cafe, jalan Mahkamah, Kota Takengon Minggu malam 5 April 2015.
Adam menyebutkan Demokrasi murni hanya terjadi di tingkat pusat dimana kekuaatan Legislatif dan eksekutif setara. Presiden dan DPR-RI berdiri sejajar. Sementara di Daerah termasuk Aceh tidak berlaku demokrasi murni, tetapi lebih sebagai demokrasi banci karena kekuatan berimbang berada di eksekutif dan yudikatif, sementara legislatif tidak punya kekuatan.
“Kami anggota DPR Aceh adalah bagian dari pemerintah Aceh yang berfungsi sebagai legislatif, sistem ini jelas merugikan,” ujar anggota DPRA dari fraksi Partai Aceh tersebut.
Adam menilai demokrasi banci telah merugikan dirinya secara pribadi dan Partai Aceh yang sebagian besar pemilihnya berasal dari unsur masyarakat bawah.
“Ada ratusan program mesjid, dayah, meunasah yang diusulkan masyarakat dicoret, ini sama dengan mengkerdilkan sesuat yang merupakan keistimewaan Aceh,” kata Adam.
Untuk itu, kata Adam, masyarakat harus mendorong proses penguatan legislatif untuk dapat setara dengan eksekutif dan legislatif, serta dapat menjalankan demokrasi murni untuk sebuah daerah yang maju, demokrasi dan transparansi. (tarina)