
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Takengon adalah sebuah sekolah setingkat Menengah atas berbasis agama pertama di Kabupaten Aceh Tengah. Sekolah ini didirikan pada tahun 1961 dengan nama Sekolah Menengah Islam Atas (SMIA).
Kehadiran SMIA tidak terlepas dari keberadaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry Banda Aceh (sekarang UIN). Melalui musyawarah Rektor IAIN Ar-Raniry, Ibrahim Husin, MA bersama beberapa tokoh Aceh Tengah diantaranya, Tgk. Ilyas Leube, Abdussalam, Tgk. Abdullah Badal, Darul Aman, M. Yakub dan tokoh lainnya, didirikanlah Filial SP. IAIN Ar-Raniry Banda Aceh di Takengon Aceh Tengah. Pada waktu itu, sekolah ini menumpang proses pembelajaran di MIN 1 Kota Takengon, karena belum tersedianya gedung permanen.
Empat tahun sejak berdiri yakni tahun 1965, Kepala Kantor Sosial Tingkat II Aceh Tengah meminjamkan tiga ruang belajar di Panti Asuhan Budi Luhur Takengon kepada badan Penyantun Sekolah SP. IAIN Ar-Raniry Filial Takengon.
Melalui SK Menteri Agama, Nomor : 33 Tanggal 30 Maret 1967 akhirnya SP IAIN Ar-Raniry Filial Takengon berdiri sendiri. Dan pada tanggal 7 Juli 1967 sekolah ini diresmikan oleh Rektor IAIN Ar-Raniry, Ibrahim Hasan, MA dan Drs. Ismail Makky yang mewakili Direktorat Perguruan Tinggi Departemen Agama Republik Indonesia.
Seiring dengan nomenklatur (peralihan/perubahan nama) organisasi di lingkungan Departemen Agama, SP IAIN Ar-Raniry berubah menjadi MAN Takengon, pada 16 Januari 1978. Pengelolaannya pun beralih dari Rektor IAIN Ar-Raniry kepada Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Agama Provinsi Daerah Istimewa Aceh sejak 2 Januari 1979. Peralihan itu memberi dampak positif bagi perkembangan MAN Takengon sebagai madrasah yang mandiri. Hingga akhirnya sekolah ini diberi nama MAN 1 Takengon.
Seiring perkembangan dunia pendidikan, MAN 1 Takengon mengalami berbagai metamorfosis diberbagai sektor. Hal tersebut, dapat dilihat dari pembangunan infrastuktur dan kelengkapan fasilitas pendukung pendidikan yang memadai.
Sejak berdirinya sekolah ini dipimpin oleh 10 Kepala Madrasah yang dimulai dari Dja’far Ismali (1964-1967) sebagai Kepala Madrasah pertama, Drs. M. Daud Remantan (1967-1968), Abu Bakar Sjama’un (1968-1990), Radjasyah (1990-1992), Drs. Sufyandin (192-1999), Drs. Hidayatsyah Isa (1999-2003), Drs. Nopia Dorsain (2003-2008), Drs. M. Syahri (2008-2010), Drs. Isya (2010-2013) dan Ihsan Fahri, S.Ag, M.Pd (2013 s/d sekarang).
Membudayakan Komunikasi Siswa dalam Tiga Bahasa
Dibawah kepemimpinan Ihsan Fahri, S.Ag, M.Pd sebuah gebrakan dalam mendorong kemampuan belajar peserta didik terus ditingkatkan.
Salah satunya adalah pidato atau ceramah dalam menggunakan tiga bahasa (Bahasa Indonesia, Arab dan Inggris). Pelaksanaan ceramah atau dikalangan sekolah dikenal dengan istilah kultum pagi, dilaksanakan setiap hari sebelum siswa melakukan aktifitas belajar di kelas.
“Siswa yang memberikan kultum bergantian setiap hari, agar komunikasi mereka dalam tiga bahasa itu terus terasah dengan baik,” ucap Kepala MAN 1 Takengon, Ihsan Fahri, Senin 2 Februari 2015 di ruang kerjanya.
Dikatakan, selain melatih komunikasi peserta didik juga bertujuan untuk melatih mental dan sikap siswa-siswi sehingga terbiasa hadir didepan publik. “Selain kedua tujuan itu, ada hal yang tersirat didalamnya salah satunya adalah anak-anak biasa berda’wah,” ujarnya.
“Bersama keluarga besar MAN 1 Takengon, saya berkeinginan setiap siswa nantinya mampu berkomunikasi dalam tiga bahasa tadi,” timpalnya.
Ihsan Fahri menambahkan program ini dibuat berdasarkan pengalamannya saat siswa ikut berbagai perlombaan dibidang agama, seperti fahmil qur’an dan lainnya. Dia melihat kelemahan siswanya ikut perlombaan itu ada dari segi bahasa. Terutama dari penerjemahan bahasa Arab ke bahasa Indonesia.
“Saya heran masa anak MAN saat ditanya arti dari surat-surat pendek dalam Al-Qur’an artinya malah tidak tahu. Saya mengevaluasi akan hal itu, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa anak kita masih lemah dalam penguasaan bahasanya. Dengan adanya program ini hal itu bisa diatasi,” terangnya.
Selain kedua bahasa tadi, dirinya juga menginisiasi komunikasi dalam bahasa Inggris, dia menilai seiring perkembangan era globalisasi saat ini kemampuan bahasa Inggris juga perlu ditingkatkan.
“Kemarin ada permintaan dari gugus depan Pramuka, mereka meminta untuk dikirimkan siswi yang kemampuan bahasa Inggris nya baik, untuk ikut seleksi Jambore Asia Pasific di Jepang. Dari itu saya simpulkan ketiga bahasa ini sangat penting dalam komunikasi siswa-siswi di MAN 1 Takengon,” tutur Ihsan Fahri.
Untuk mewujudkan program itu, pihak madrasah telah melakukan berbagai upaya, salah satunya adalah mewajibkan siswanya untuk belajar ketiga bahasa itu diluar jam pelajaran sekolah. Karena program ini merupakan program baru, pihaknya masih mewajibkan les Bahasa Inggris dan Bahasa Arab kepada siswa yang ada di kelas inti.
“Tahap awal untuk kelas inti dulu. Setelah ini berhasil, kita akan kembangkan ke semua kelas di MAN 1 Takengon. Tenaga pengajar didatangkan dari luar dan dalam madrasah. Kesemuanya berkompeten,” lanjutnya.
Ihsan fahri juga melihat telah ada kemajuan signifikan dalam kemampuan komunikasi siswa, hal ini ditandai dengan pelaksanaan Maulid Nabi yang digelar MAN 1 Takengon beberapa waktu lalu. Saat itu sekolah tak mengundang penceramah dari luar.
“Pelaksanaan Maulid kemarin, siswa kita yang sudah menjadi penceramahnya, tidak lagi datang dari luar. Dan diwajibkan menggunakan tiga bahasa. Saya lihat kemajuan komunikasi siswa sudah ada,” terangnya.
Shalat Berjamaah.
Selaku sekolah berbasis agama, MAN 1 Takengon juga melakukan kewajiban shalat dzuhur berjamaah kepada siswanya. Madrasah ini dilengkapi dengan sebuah mushala, namun dengan ukuran mushala yang hanya mampu menampung sekitar dua kelas siswa saja, maka pihak sekolah melalui Organisasi Siswa Intra Madrasah (OSIM) mengatur jadwal kelas yang akan bergiliran melakukan shalat dzuhur berjamaah.
“Mushala yang kita punya hanya bisa menampung sekitar dua kelas siswa saja, jadi pelaksanaan shalat dzuhur harus digilir setiap kelasnya, kesemuanya diatur oleh siswa melalui OSIM,” kata Ihsan Fahri.
Dilanjutkan, jadwal yang telah ditetapkan itu setiap siswa diberikan pengarahan untuk bisa melaksanakan shalat dzuhur di lingkungan sekolah. MAN 1 Takengon menerapkan jam masuk belajar pada pukul 07.45 dan berakhir pada 14.15 Wib, sehingga mengharuskan siswa meluangkan waktunya untuk melaksanakan kewajiban shalat dzuhur.
“Walau tak masuk jadwal pelaksanaan shalat dzuhur berjamaah, setiap siswa bisa melaksanakan shalat dengan sendiri-sendiri. Jika kelas dari siswa itu tidak masuk jadwal berjamaah. Intinya kita tanamkan bahwa shalat adalah kewajiban kita,” tutur Ihsan Fahri.
Ektrakurikuler
Selain beberapa program untuk menunjang mutu pendidikan di Madrasah, MAN 1 Takengon juga memberikan peluang dalam hal pembinaan minat dan bakat siswa dengan membuka pelaksanaan ektrakurikuler bagi siswa-siswinya.
Sejumlah kegiatan ektrakurikuler diluar jam pelajaran madrasahpun disiapkan selain Organisasi Siswa Intra Madrasah (OSIM) diantaranya : Pramuka, Rohis, PIK Remaja, Marching Band, Paskibraka, Sanggar Seni, PKS, UKS dan Jurnalistik (Mading).
(Damawan Masri)





