Pesona Cinta dari Masjidil Haram

oleh

[Cerpen]

Siti Aminah

 

“Assalamualaikum ya antum. Kaifa khaluk?”, sapa Ustad Aziz  sembari membuka les Bahasa Arab di kampusku.

“Walaikumsalam Ustad”, jawab para mahasiswa.

Hanya ada tiga mahasiswi asal Indonesia, selebihnya mahasiswa asal Sudan, Amerika, Tiongkok, Rusia, Kazakstan dan dari negara lainnya. Kelas ini adalah kelas belajar bahasa Arab perdana, aku sangat bahagia bisa langsung di ajarkan oleh Ustad Aziz yang berasal dari Saudi Arabia.

Kelas pertama kami hanya belajar melafazkan huruf  hijaiyah mulai dari alif sampai ya. Namun motivasi masuk kelas ini setiap peserta berbeda-beda. Peserta asal Indonesia bisa membaca huruf  hijaiyah dengan fasih. Semua mata tertuju pada kami.

“Anti, can you speak  Arabic?”, tanya Aziz penasaran.

“La ya Ustad. Ana la’arif logatul Arabic. First time study in here”, jawabku gugup.

“But you can read Al-qur’an right?”, tanyanya kembali.

“Alhamdulillah. But not fasih like Arabic people”, jawabku.

Sosok Ustad yang pendiam. Entah apa yang menggerakkan hatinya sehingga ia rela mengajar kami tanpa meminta bayaran sedikitpun. Aziz adalah seorang Phd di Huazhong University Science and Tecnology (HUST) Tiongkok. Perjalanan menuju kampus menempuh kurang lebih 15 menit naik bus. Ia mengajarkan kami mulai dari mengenal huruf hijaiyah, kosakata dan intruduction yang baik dan benar sesuai dengan grammar Bahasa Arab.

“Why you came join in Arabic class?”, tanya Ustad satu persatu.

Semua peserta menjawab secara variasi. Ada yang menjawab di kelas mereka ada banyak orang Arab belajar bahasa Mandarin. Ada juga ingin bisa membaca Al-qur’an, hingga hanya sekedar ingin tahu Bahasa Arab.

What about you?”, tanya Ustad sambil menuju ke arah mejaku.

“Hasan Al Banna mengatakan kita harus berusaha sebaik mungkin untuk berbicara dengan bahasa Arab yang fasih, sebab ia merupakan syiar Islam”, jawabku singkat dengan bahasa Arabku yang terbata-bata.

Riana adalah gadis asal Jordan. Meskipun sudah fasih dalam berbahasa Arab, ia tetap masuk di kelas tersebut. Ada banyak alasan orang yang ingin belajar. Pertama karena ingin tahu, kedua memperbanyak teman, ketiga hanya sekedar mengisi waktu luang.

Aku memperhatikan Riana, setiap kali ia masuk ke kelas matanya hanya tertuju kepada Ustad Aziz. Sejak kelas pertama, gadis berdarah Palestina itu sudah menaruh hati kepada Aziz. Itulah jawaban mengapa ia datang ke kelas ini. Berpura-pura tak bisa berbahasa Arab, hanya ingin melihat senyum manis Aziz ketika di kelas.

Tak terbesit dalam benakku seperti yang di rasakan oleh Riana.

“Falling in love in class Arabic” Aziz keturunan dari berdarah Arab dan Thailand itupun ternyata masih ada keturunan berdarah Indonesia. Anehnya tak segan-segan semua peserta mengirimkan pujian guru tampan, manis via we chat.

Aku mencoba mendekatinya. Tujuanku bukanlah seperti Riana untuk mencari perhatiannya. Aku hanya ingin belajar berbahasa Arab yang fasih. Selain itu, bisa bertanya tentang Islam lebih jauh.

Ustad you Syiah or Sunni?”, tanyaku mengawali pembicaraan kami via we chat.

“Alhamdulillah Sunni”, balasnya singkat.

“Bagaimana dengan Indonesia?” , tanyanya.

“Alhamdulillah 90 persen pengikut Sunni” , balasku.

“Bukankah Saudi Arabia banyak Syiah?”, tanyaku lagi.

“Itu tak jadi masalah yang penting kami adalah pengikut Sunni”, tegasnya.

“Kamu sudah pernah berkunjung ke Mekkah? Rumah saya dekat dengan Masjidil Haram, jadi seminggu sekali kami beribadah ke Mesjid tersebut bersama keluarga”, jelasnya panjang.

Aku hanya terdiam.

“Mekkah?”, pikirku. Bukan hanya sekedar ingin melangkah ke sana bisa mencium Masjidil Haram, bersujud, bertahmid di antara megahnya rumah Allah. Kota impian sejuta ummat muslim di dunia. Bukan juga hanya bermimpi agar aku bisa melangkahkan kaki bersama ibu, atau hanya angan-angan yang tak pernah sampai.

Kota pertama sebelum aku hijrah ke Tiongkok, niat pertama sebelum memimpikan menginjak kaki ke negara lain. Tiba-tiba air mataku mengalir merasakan rindu teramat sangat. Entah kepada siapa kulabuhkan hatiku yang merindu saat itu. Tuhan tahu, setiap detik, harap, dan cemas dalam ragaku. Hatiku berkata suatu saat akan ada kisah di Masjidil Haram. Tertulis indah dalam sebuah cerita. Entah itu seperti yang di cita-citakan Riana bersama Aziz.

Walau cinta tumbuh dalam hati. Tapi itu sudah tak mungkin. Hatiku berkata ia terlalu sempurna untukku. Ia terlalu jauh, Ia terlalu tampan dan banyak disukai oleh gadis di kelas itu. Sudah beberapa kali istikharah, tapi kenapa Tuhan belum memberikan jawaban kepadaku.

Semakin hari aku mengenal sosoknya semakin jauh hatiku berkata untuk bisa bersamanya kelak. Tapi, bukankah tak ada yang tak mungkin di dunia ini? Selagi kita masih mampu berusaha dan terus meminta kepada-Nya? Langkah dan pertemuan, bahkan akan ada waktu perpisahan siapa yang akan mengetahui dibalik takdir-takdirnya yang Agung?

Katanya jika kita berharap sama seseorang, maka kita harus menyebut namanya dalam bait-bait do’a kita. Menulis namanya dalam dairy harian dan menempel fotonya. Tapi aku tak ingin seperti Riana yang memendam rasa sampai Aziz merespon cintanya. Bukankah sakit jika cinta itu terabaikan. Sebagian orang berkata jika seseorang menyukaimu ia akan sering menyapamu lewat media sosial atau pesan. Tapi itu bukanlah sosok Aziz yang kukenal. Jika tak ada kepentingan ia sama sekali tak ingin berbasa basi. Mungkin itu bertanda cinta yang tak bebalas benarkah? Seharusnya Aku menutup pintu hatiku untuk seseorang yang tak mungkin bersamaku.

“Aku berdoa agar kau bersama keluargamu suatu saat bisa mengunjungi kota Mekkah”, pesan Aziz mengejutkan lamunanku.

Aku sadar. Semua itu hanya cita dan cintaku untuk bisa bersujud mengagungkan cinta yang Agung di Masjidil Haram. Mengungkapkan cinta kepada yang Maha Pemberi Cinta. Aku hanya kagum kepadanya karena ia sosok yang terlahir dari kota Masjidil Haram Mekkah. [SY]

Siti-AminahSiti Aminah, adalah pegiat sastra di komunitas Menulis Indonesia, sekarang mengambil Master Library and Science di Centra China Normal University (CCNU) Tiongkok

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.