Drs. Buniyamin S*

Dari sekian banyak deretan panjang penampilan tarian saman, baik dalam maupun luar negeri. Dunia apalagai Indonesia “tertipu dengan penampilan tarian saman. Kita hampir lupa siapa, kapan dan dimana saja tarian saman itu dipagelarkan atas nama Aceh. Terakhir. 28 Maret 2015 di Kongres Partai Amanat nasional (PAN) bertempat di Hotel Westin, Nusa Dua Bali. Tarian saman tersebut ditampilkan dengan pesertanya gabungan laki-laki dan perempuan. “Inilah Tarian saman Aceh”, suara pemandu acara tersebut itu.
Tarian saman Gayo Lues tidak berdaya walaupun tari saman sudah menjadi milik dunia. Tari saman seolah “infoten” manakala berhadapan dengan promosi “ketidakikhlasan” Aceh mengakui tarian Saman Gayo. Kenapa tari saman yang dimainkan oleh wanita atau gabungan dengan laki-laki bisa lolos dan diundang di pentas nasional?. Tentu kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, justru pertanyaannya adalah kenapa ini salah.
Dalam etika saman yang menganut ruh ajaran islam. Saman tidak boleh dimainkan oleh wanita atau bergabung dengan pria. Suara wanita adalah haram. Perbaduan wanita dengan pria yang duduk berdampingan adalah haram, wajarkah itu ditampilkan dalam kerangkan Aceh yang agamis?.
Kita boleh saja tidak mengakui itu bagian dari tari Saman. Kita boleh saja menklaim itu salah dan tidak benar, namun dalam perjalannya tari Saman yang mengatasnamakan Aceh-Gayo terus saja berlangsung sepanjang kita hanya mampu mengatakan itu salah. Itu tidak benar.
Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, apa yang sudah dilakukan dalam rangka mengantisipasi agar dunia dan nasional tidak “tertipu lagi dengan penampilan tarian saman. Aron Beko, salah seorang dosen dari Udayana Bali pada saat penampilan tari Saman 5057 penari di Gayo Lues mengatakan bahwa tari saman adalah tarian heroik yang tidak mungkin mampu dibawakan oleh orang lain persis dengan aslinya. Disamping itu tari Saman adalah tarian yang siap saji dimana dan kapan saja, tinggal bagaimana Gayo Lues mampu menjualnya.
Ada beberapa masukan dari sekian banyak cara melakukan promosi sehingga tari Saman benar-benar terangkat dipentas nasional.
Pertama menjadikan tari Saman sebagai pekan budaya tahunan di daerah. Kedua mengupayakan tarian saman masuk dalam pagelaran tari nasional tiga tahunan di Bali. Ketiga membuka kantor pemasaran saman di Bali, karena Bali adalah pintu gerbang pariwisata di Indonesia. Keempat mengirim pelatih-pelatih tari Saman disejumlah perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri termasuk di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Jakarta. Kelima melakukan swastanisasi promosi Saman.
Langkah kongkit didepan mata adalah bagaimana Dinas Pariwisata mampu mengelola managemen yang akurat dan terukur sehingga promosi tari saman dapat berjalan sinergi.[]
*Penulis adalah pengamat seni budaya Gayo, tinggal di Blangkejeren Gayo Lues