“Menghampiri” Agama Melalui Bahasa Etnik
Oleh: Hasan Basri, S.Ag
Tuhan telah menciptakan manusia dengan beragam ras, etnis dan bahasa. “Wahai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dengan beragam ras dan etnis (syu’ub wa qaba’il) untuk saling mengenal…..” (Q.S. Al Hujaraat: ) Bahasa adalah sebagian dari anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Dengan bahasa manusia dapat saling mengenal, mengaktualisasikan serta menunjukkan eksistensi diri. Chaer menyebutkan bahwa bahasa adalah alat verbal untuk komunikasi dan sebagai suatu lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Dengan bahasa manusia dapat melakukan “komunikasi” dengan Tuhan. Bahasa juga merupakan salah satu “media” yang digunakan oleh Tuhan untuk menyampaikan pesan-pesan ketuhanan (ilahiyah) kepada manusia. “bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari Allah SWT, yang dengannya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk yang berbudaya dan mengembangkan budayanya” (Syamsu Yusuf. LN: 2010).
Sebagai suatu bentuk alat untuk melakukan komunikasi dan interaksi antara sesama, bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa sangat dibutuhkan ketika manusia melakukan komunikasi dan interaksi dengan orang lain, mendengarkan orang lain, membaca, dan menulis. Dengan bahasa rangkaian peristiwa masa lalu (historis) dapat dideskripsikan dan dinarasikan, rencana masa depan dapat dirumuskan, dengan bahasa kebenaran peristiwa masa lalu dapat dimanipulasi dan diputar balikan kebenarannya. Dengan bahasa pula seseorang dapat mewariskan informasi dari satu generasi ke generasi berikutnya dan menciptakan suatu warisan budaya yang kaya. Bahasa dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk mengukur kepribadian, moral, etika, perilaku, budaya atau bahkan peradaban manusia. Eksistensi suatu bahasa diindikasikan dengan masih terdapatnya penuturan atas bahasa tersebut dalam realitas sosial.
Alam semesta beserta isinya adalah milik Tuhan. Manusia dengan beragam bahasa yang dimilikinya merupakan bagian dari “alam semesta”, artinya secara logis dapat dinyatakan bahwa bahasa manusia adalah milik tuhan atau “Bahasa Tuhan”. Beragam bahasa yang digunakan oleh Allah SWT untuk menyampaikan “pesan”, dan ajaran (doktrin) agama kepada manusia. Tujuan penggunaan bahasa ini adalah agar manusia dapat dengan mudah memahami dan mengerti maksud dari “pesan” dan ajaran agama yang diperuntukkan oleh Tuhan buat manusia.
Wahyu merupakan “pesan-pesan” dan syari’at tuhan yang disampaikan kepada para utusan Tuhan (Rasul dan Nabi) serta ditujukan kepada manusia melalui perantaraan malaikat Jibril. Wahyu yang ditujukan kepada manusia ternyata menggunakan “bahasa Tuhan” yang telah dianugerahkan-Nya kepada manusia. Setiap Rasul dan Nabi menerima “pesan” dari Tuhan, berupa agama atau doktrin ilahiyah, yang sebagiannya harus disampaikan kepada manusia. Agar manusia mudah memahami dan mengerti maksud dari “pesan” tersebut, Tuhan menggunakan bahasa manusia. Taurat adalah “pesan” Tuhan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa Ibrani, Zabur merupakan wahyu atau risalah yang menggunakan bahasa Qibti, Injil menggunakan bahasa Suryani, sedangkan Al Qur’an adalah wahyu dan risalah atau “pesan” terakhir yang diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab.
Muhammad bin Abdullah adalah sosok etnis Quraisy Arab yang dipilih oleh Allah sebagai penerima “pesan” dan risalah terakhir. Latar belakang etnis Quraisy Arab Muhammad menjadikannya dengan mudah dapat memahami dan mengerti maksud dari wahyu, risalah atau “pesan” Tuhan yang disampaikan-Nya dengan menggunakan bahasa Arab. Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur’an itu dalam bahasa Arab supaya kamu memahaminya. (Q.S. 43:3) Maka sesungguhnya kami telah mudahkan Al Qur’an itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al Qur’an itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. (Q.S. 19:97)
Islam adalah agama terakhir yang diturunkan kepada manusia dan berlaku secara universal. Doktrin (ajaran) dan “pesan-pesan” Islam sebagai agama, seluruhnya terdapat dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah SAW yang “dikemas” dengan menggunakan bahasa Arab. Setiap muslim dituntut untuk mejadikan Al Qur’an dan hadits Rasulullah sebagai refrensi dalam melaksanakan keberagamaannya.
Memahami Agama dengan Bahasa Gayo
Upaya untuk memahami dan mengahampiri pesan-pesan tuhan yang dituangkan dalam bahasa Arab, dapat dilakukan dengan pendekatan bahasa etnik (bahasa Gayo) dan hal ini telah dilakukan oleh para da’i, tengku serta masyarakat Gayo pada tahun tiga puluhan s/d tahun lima puluhan. Penggunaan bahasa etnik gayo pada sa’at itu telah memudahkan umat Islam Gayo untuk menemukan makna-makna, atau esensi dari ajaran-ajaran agama yang terkandung dalam bahasa Arab secara tepat, cepat dan integrative. Salah satu upaya yang dilakukan oleh ulama untuk menjelaskan makna hadits adalah dengan membuat ulasan, syarah atau interprestasi terhadap teks suci (Al-Qur’an dan hadits).
Sebagai masyarakat yang belum mengenal tulisan dan bahasa luar (bahasa Indonesia), masyarakat gayo (generasi pra kemerdekaan) terutama yang berdomisili di wilayah marginal dan terisolir akan menjadikan bahasa gayo sebagai satu-satunya bahasa, Agar doktrin serta ajaran agama dapat dengan mudah dipahami dan dimengerti oleh masyarakat gayo, para ulama hususnya ulama etnik gayo menggunakan bahasa gayo sebagai bahasa agama, artinya bahasa gayo dipakai untuk menjelaskan tentang bagaimana pola beragama yang benar. Dengan menggunakan bahasa gayo sebagai bahasa utama dalam pembelajaran agama, masyarakat etnik gayo yang awam, dengan mudak akan memahami makna dari teks yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw.
Berikut beberapa contoh materi hadits Rasulullah SAW yang telah “dihampiri” oleh Tgk Yahya dengan bahasa Gayo:
1. Hadits tentang Isteri keluar dari rumah tanpa alasan yang dibenarkan.
Terjemahan hadits:
“Setiap perempuan yang keluar dari rumah tanpa ijin suaminya, dia berada dalam kemurkaan Allah SWT hingga ia pulang kerumahnya atau suaminya meredhainya” (H.R Al Khatib)
Syarah (interprestasi) hadits:
Sahan-sahan ko kaum isteri ngih i ijin suami tangkuh ari umah. Beluh ari umah ngih muniro permisi ku kaum suami, ko renyel berlangkah. Tangkuh ari umah karena berdediang, karena bertetanang beloh jep-jep umah. Tangkuh ari umah nume karena perlu, ike karena perlu tentu enggih mukunah. Ini tangkuhmu karena berkekede, barangkusi suke le beweh siperah. Ari belohmu ko ibengisi tuhen, renyel remalan kedang berlangkah. Ari belohmu ko berkembali mien, iwan bengisni tuhen ko ulak kumah. Wo ku kaum ibu gelah mutentu ko iwani umah. Enti oloktu le ko pebebeluh, enti suntuk tangkuh ko ari wani umah. Gelah kutirun ko ku si nge mulo, gelah ko berembege ku Siti Aisyah. Karena kaum ibu simulo berimen, ku Rasulni tuhen oyale Siti Khadijah. Oyale kin conto oyale kin tiru, keti ko kaum ibu ikasihi Allah….
2. Hadits tentang akhlaq
Terjemahan hadits:
“sesungguhnya aku diutus adalah untuk memperbaiki akhlaq” (H.R. Ahmad)
Syarah hadits
Sunguhdi aku iturunen tuhen meyempurnakan perange si mulie. Nabi Muhammad iturunen tuhen munemah aturen ku alam dunie. Munyeder jahat masuk ku neraka munyeder jeroh masuk ku serge. Ike kite ingeti ku bangsa Arab jahil murakab masa sedenge. Sewaktu masa jemen fitrah belem Rasulullah gere muanbie. Mununuhi nabi ….murupe-rupe, bermeh jelip bersawah kekire. Kediken ara anake banan renyel iunuhen dengan tibe-tibe. Kediken ara anake rawan gere teprinen rie ni bahgie. Anaksi rawan gere iunuh karena nguk beluh berkekede. Temas iejer munamat pedang keti berperang urum sudere. Anak banan renyel iunuhi karena gere pane we pelolo. Buetni jema kune kenak kune galak kne kekire. Sewaktu oya enggih we munyemah tuhen, melaingkan berimen ku berhele. Ara si berjudi siminum arak, siminum tuak gere bererede. Sahan siteger keta we dekat atas, ketawe temas menjadi reje. Sahan silemut kin …. Jema silemuh menjadi heme. Betale pudaha belem Muhammad, buetni urang Arab jemen sedenge. Isien muderu iso musarik, munehen penyakit urum sikse. Iturunen tuhen nabi Muhammad, munetahi ummet keti enti kaco. Iejer Muhammad betertib sopan, berperaturen murupe idenie. Ilarang Muhammad muyemah patung, muniro tolong ku berhele. Turah kutuhen ko munyembah, turah ku Allah ko muniro. Iejer Muhammad sepapah sepupu, ku bewenmu mulie urum hine. Anakmu sibanan enti iunuhi, munosah rezeki arale tuhente. ……
Penggunakan bahasa etnik (bahas gayo) tersebut diatas menjadi bukti nyata, bahwa salah satu metodologi yang digunakan oleh para tengku di Gayo (sebutan untuk orang alim) untuk menghampiri dan memahami ajaran-ajaran Islam yang “dikemas” dalam bahasa Arab, adalah dengan mengunakan bahasa gayo. Bahasa gayo dijadikan “media” untuk memberikan ruang bagi interprestasi, syarah (penjelasan) terhadap doktrin agama, yang terkadang belum dimengerti dan sulit dipahami oleh umat Islam gayo dahulu.
Upaya tersebut merupakan bagian dari upaya kontekstualisasi terhadap teks-teks “suci” yang terdapat dalam Al Qur’an dan Hadits, yang dilakukan oleh masyarakat gayo sehingga ajaran agama tersebut lebih membumi. Kebenaran dari upaya “menghampiri” agama dengan pendekatan bahasa etnik, dalam hal ini bahasa gayo tentu bersipat relative atau nisbi. Relativitas bahasa manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu terkadang menyebabkannya kesulitan untuk menghampiri dan memahami teks agama atau “makna” dari “pesan” Tuhan yang disampaikan dengan menggnakan bahasa Arab. Wallahu a’lamu bi shawab.
*Kepala KUA Kecamatan Celala Kabupaten Aceh Tengah





