Pelestarian Adat Gayo lewat Lagu

oleh

Ima Cibro Gayo*

Ima-CibroKekuatan adat yang ada di Gayo sangatlah menjadi ciri khas sehingga dikenal dengan sebutan “suku Gayo kaya akan adat”. Adat yang diwariskan oleh nenek moyang masih terus mengalir hingga kini. Sebagian besar kegiatan yang ada di Dataran Tinggi Gayo ini dibarengi dengan adat. Dengan kata lain, orang Gayo identik dengan berbagai adat.

Secara umum, adat adalah tata cara atau kebiasaan atau bahkan sebuah aturan yang berlaku dalam suatu komunitas masyarakat yang sifatnya tidak tertulis. Orang Gayo yang bangga akan adatnya akan selalu berpedoman pada adat terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan.

Adat yang masih dipegang oleh masyarakat Gayo ini sudah seharusnya dijaga kelestariannya. Memang suatu hasil ciptaan manusia kemungkinan akan menghasilkan kemusnahan tetapi tidak ada salahnya dilakukan upaya memperlambat kemusnahan tersebut. Hal ini dilatarbelakangi oleh kebudayaan asing yang secara signifikan semakin merajalela masuk dan menyebar sehingga memungkinkan pudarnya bahkan mengalami kemerosotan dan kemusnahan. Sungguh sangat disayangkan jika hal tersebut benar-benar terjadi. Buktinya, sebagian masyarakat Gayo khususnya di daerah tertentu sudah meninggalkan adatnya dalam upacara-upacara saklar.

Menyikapi fenomena tersebut, seakan muncul pertanyaan apakah apresiasi dan sikap perihatin sebagian masyarakat Gayo sudah minim terhadap adat atau malah adat yang seakan enggan muncul lagi di tengah-tengah zaman globalisasi ini? Pertanyaan tersebut seolah-olah menjadi motivator khususnya bagi para penikmat sastra dan para-para penyair di Gayo untuk melestarikan adatnya agar terwaris kepada regenerasi selanjutnya. Atas dasar itulah, para penyair tersebut menuangkan adat-adat Gayo tersebut dalam bentuk tulisan yang disusun sedemikian rupa serta diiringi dengan irama.

Ada beberapa pendapat yang dapat dijadikan alasan mengapa adat Gayo disajikan dalam bentuk lirik dan dinyanyikan dengan ritme yang disesuaikan. Pertama, musik sebagai hiburan yang paling cenderung diminati oleh orang. Oleh karena itu, melalui alunan musik yang digubah sebaik mungkin sesuai dengan lirik sehingga kedengaranya asyik dan memiliki nilai estetika tersendiri. Aliran musik yang dipilih juga disesuaikan dengan selera masyarakat Gayo.

Kedua, mudah diingat bahkan hafal jika disajikan dengan musik. Konon, sebagian besar orang lebih dominan mudah mengingat sesuatu baik dalam bentuk tulisan, gerakan, dan suasana apabila penyajian hal tersebut dalam bentuk nyanyian atau diiringi oleh musik. Hal tersebut dipengaruhi oleh kerja otak yang imbang antara otak kanan dan otak kiri. Dengan kata  lain, setiap kata demi kata yang ada pada lirik disertai oleh tinggi rendahnya nada sehingga mempermudah seseorang untuk mengingat kata demi kata sesuai alunan musiknya.

Ketiga, dapat dijadikan sebagai alat untuk mewarisi adat Gayo kepada anak. Salah satu sarana yang bisa dikatakan efektif untuk mewariskan adat adalah lagu yang secara spesifik berbicara tentang suatu adat. Para orang tua yang tentunya memiliki keinginan untuk mewariskan adatnya kepada anak-anaknya ada baiknya menjadikan lagu adat sebagai salah satu solusinya. Strategi yang digunakan adalah mengoleksi lagu-lagu yang mencerikatan tentang adat kemudian diputarkan disela-sela waktu. Selain itu, para orang tua juga sebaiknya memperhatikan usia anak yang wajar/pas untuk mendengarkan lagu-lagu tersebut agar secara tidak langsung sudah membangkitkan rasa ingin tahu si anak terhadap adatnya. Apabila dalam kurun waku yang kontinu, si anak akan ingat makna lagu tersebut bahkan tertarik untuk menyanyikannya di sela-sela waktunya.

Keempat, dokumentasi berupa tulisan dan dijadikan lagu memiliki potensi eksistensinya lebih lama dan dapat dijadikan suatu pertinggalan daripada berupa lisan. Suatu konsep yang dituangkan dalam sebuah tulisan lebih mudah didapat daripada lisan. Oleh sebab itu, apapun itu sudah seharusnya didokumentasikan baik berupa tulisan maupun berupa gambar/foto. Namun, dari aspek lain terkadang sarana lisan juga diperlukan.

Beranjak dari beberapa alasan di atas, kini masyarakat Gayo khususnya bebujang urum beberu ‘pemuda dan pemudi’ Gayo hampir bahkan ada sebagian yang sudah dininabobokkan dengan lagu-lagu asing. Hal tersebut dipengaruhi oleh arus globalisasi yang turut menghantam pola pikir yang tulen berubah menjadi pola pikir yang serba keasing-asingan. Memang tidak seharusnya hidup kita diwarnai dengan hal-hal yang statis (menoton), terkadang kita juga harus mengikuti arus zaman tetapi tidak seharusnya larut dan terbuai akan hal baru. Secara sadar, begitulah kronologis kritis singkatnya yang kini sedang dialami oleh mereka.

Fenomena pelik tersebut seharusnya dapat dihindari dengan berlandaskan prinsip. Kita boleh saja dikerumuni oleh kebiasan asing yang masuk begitu saja tanpa memandang situasi dan kondisi tetapi kita harus mampu memfilter antara mana positif dan mana yang negatifnya juga. Sebagian besar orang bangga dengan warna kehidupan baru (life style) sehingga mengenyampingkan kebiasaan yang sudah menjadi aturan kehidupannya (edet) tanpa mengimbangnya. Dengan kata lain, boleh menikmati hal baru tetapi bukan berarti mengubur hal yang sudah menjadi milik kita dari turun-temurun. Namun,  pada dasarnya semua itu dan apapun itu hanya mampu diatasi dengan menumbuhkan sikap kesadaran saja, karena apapun cara penanggulangan baik pelestarian maupun segala upaya untuk menumbuhkan sikap kecintaan akan adat-budaya daerah sendiri tanpa dilandasi kesadaran dan introspeksi ujung-ujungnya pasti sia-sia.

Eksistensi adat di Dataran Tinggi Gayo harus dipertahankan sekaligus dilestarikan agar jauh dari kepunahan. Untuk itu, masyarakat Gayo sudah seharusnya bercermin pada fenomena ini dan mulai merajut dengan motif pelestarian adat Gayo melaui benang rasa cinta akan tanah kelahiran, bahasa daerah Gayo, dan tentunya menggunakan jarum kerja sama dan genap mupakat ‘musyawarah bersama’. Semoga dengan benang dan jarum tersebut hasil rajutannya berupa senantiasanya keberadaan adat Gayo yang tak kenal arus zaman. Remember ‘ingat’, harta kekayaan leluhur Tanah Gayo ada di tangan kite ni urang Gayo ‘kita orang Gayo’.

Hal yang lebih important ‘penting’, yaitu marilah kita khususnya masyarakat Gayo  untuk meningkatkan kesadaran serta lebih memprioritaskan pertahanan dan pelestarian edet di daerah Tanoh Gayo tercinta karena pada dasarnya lagu gayo lebih dominan menceritakan maupun menyampaikan tentang adat dan budaya daerah Gayo. Lirik-liriknya banyak berisi hal yang berkaitan dengan adat dan budayanya. Entah ‘ayo’ mulai dari sekarang lebih mencintai lagi adat yang telah menjadi kebanggaan turun-temurun dan singkite ‘milik kita’ karena kalau bukan sekarang kapan lagi? Kalau bukan kita siapa lagi?

*Alumnus Mahasiswa PBSI Unsyiah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.