Catatan Senja
DARI jauh terlihat bayang hitam, tertimpa cahaya senja.
Perlahan berjalan mendekat dan,
Ah… semua tak pernah asing baginya,
walau sangat jauh berbeda dari sketsa yang pernah ditinggalkan,
untuk pajangan yang di pasang
pada bingkai kokoh yang tetap bertahan.
“Aku harus berburu dengan waktu”, katamu.
“Baiklah, duduklah sebentar dengan tenang”,
pintaku, rasa tak sabar menderaku ditimpali degup kencang menunggu ceritanya.
“Terima kasih sudah mau singgah untuk menyapa”.
Engkau hanya mengangguk samar.
Engkau datang disaat yang tak terduga,
Melangkah pasti menuju beranda,
memasuki rumah kusam yang lapuk dimakan usia.
Membongkar dan memilah-milah catatan lama,
Menggores sedikit tulisan baru dan
membuat tanda dengan kode-kode kecil pada buku tua,
sampai berkali-kali harus diingatkan utk awas pada kerapuhannya.
Lalu dengan tak terduga engkau membiarkannya tetap terbuka
tanpa tahu kapan akan engkau tulis lagi.
Tulisan baru itu sungguh sederhana, tentang remeh-temeh kehidupan,
namun selalu mengundang tawa.
Tentang catatan-catatan kecil akan nyanyian sunyi seorang bisu seperti catatan lamanya,
Tentang rencana-rencana yang tak pernah tahu akan ditujukan kemana.
Dalam keterbatasan waktu ia selalu melemparkan gurauan,
Mengejekku yang tak henti berceloteh akan cerita-cerita kecil yang lama tersimpan,
dan telah menumpuk hingga sulit dipilah urutannya.
“Maafkan aku kawan, aku sudah lama berhenti bercerita, hingga lupa seluruh maknanya”.
Namun aku akan tetap bersemangat menanti moment manakala engkau sempat menyimaknya,
Mungkin hingga kata-kata tak mampu menggambarkan sebuah cerita.
Kelamnya malam memanggilmu pulang,
Ketempat dimana semestinya engkau berdiang,
Melangkah menjauh dan menghilang dalam kelam.
“Aku akan selalu berdoa untukmu kawan”, bisikku sambil meniupkannya dan mengirimkan doa lewat angin yang menyapa.
Tetaplah sesekali mengingat cerita lama, walau cerita itu mungkin hanya cerita usang yang sungkan untuk di simpan.
CB
2912015
Membaca Jiwa
Mempelajari makna-makna yang tersirat disetiap suasana
memahami simbol-simbol yang tertera disetiap ruang
memaknai setiap isyarat yang mengusik
dan membingkainya menjadi suatu tabir yang melingkupi diri.
Menyingkap makna-makna semu,
menerjemahkan simbol-simbol yang hanya gaung
menelaah isyarat-isyarat palsu,
apa yang kau cari, apa yang kau pikirkan.
Pandanglah… Yang masih sempat ada,
pandanglah segala, sebelum susut dari suasana,
sebelum seluruh lorong, hanya meninggalkan suara,
bergaung didinding-dinding ruang.
Langit, masih menebarkan berjuta cahaya.
Bumi, masih akan menebarkan berjuta-juta bunga,
Hanya pada-Mu kuserahkan.
Aie 08042014
NURLAILI, S. Pd, M. Pd, adalah dosen jurusan pendidikan sendratasik Unsyiah sejak 2006, dan mengajar Bidang Seni Tari, sering mengajar tari manca negara, tari India dan Korea, sempat memperdalam tari India di Jawaharlal Nehnu Indian kultural Centre (JNICC) Jakarta dan pernah menjadi penari untuk kedutaan India di Berbagai perayaan kebudayaan India. Bermain teater juga pada saat menjadi mahasiswa. Pernah bergabung bersama Bengkel Musik Batas (Grup musikalisasi puisi), bermain teater di Sanggar Satu Merah Panggung pimpinan Ratna Sarumpaet dalam Naskah “Alia Luka Serambi Mekkah”, bermain teater bersama Sanggar Teater Tanah Air pimpinan jose Rizal Manua dalam Naskah “Sekda” dan “Abakus”, mengisi suara dubbing drama radio tentang Multikultural (314 episode) yang di Sponsori Commond Ground Indonesia.
Ketika mahasiswa Aie adalah anggota Teater Mata pimpinan Alm. Maskirbi, pernah ikut main dalam naskah, “Malam Jahanam” dan “Musyawarah Burung”. Naskah “Life For The Gong” bersama Sanggar Krya Artistika (Kostaman), Piramus dan Thisby dan Drama Komedi Ampon Yan bersama Sanggar Teater Kosong (T. Januar Syah). Sementara untuk tari India yang sudah dikuasai adalah Tari Klasik Kathak (Kathak Dance). (tarina}