Bahasa Gayo itu Indah

oleh

Oleh: Junaidi Delung Tue

Junaidi-DelungBerdasarkan Undang-undang bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang diterapkan untuk bangsa Indonesia, bahasa ini sebelumnya berasal dari bahasa melayu dan serapan dari sejumlah bahasa darah yang kemudian disempurnakan dengan kaidah Ejaan Yang di Sempurnakan (EYD).

Salah satu bahasa daerah yang ada di Provinsi Aceh tepatnya di bagian tengah yang lebih dikenal dengan yang nama “GAYO”, atau lebih akrab digelari dengan sebutan “Negeri Titisan Tanah Surga”. Gayo adalah budayanya para pencinta kopi, dimana ketika datang waktu pagi maka kopi pun terhidang.

Negara-negara dunia mempunyai banyak bahasa yang memiliki arti yang sangat penting, termasuk di dalamnya bahasa Gayo. Bahasa Gayo adalah bahasa persatuan yang khusus dipakai dalam negeri (daerah) yang menjadi suatu khas di negeri serpihan tanah surga. Banyak yang mengatakan bahwa bahasa Gayo itu mirip dengan bahasa Jepang, dimana dari vokal dan nadanya, salah satunya kata “kusi male”. Mendengar beberapa kata dan nada bahasa membuat orang Aceh sendiri mengatakan bahwa bahasa Gayo mirip dengan bahasa Jepang. Pendapat ini bisa kita tanyai pada orang Aceh sendiri di suatu kampus besar di Banda Aceh.

Jika kita lihat dari nama orang dalam bahasa Gayo salah satunya ialah akronim nama “Ariga” sering terdengar di negara-negera Jepang. Kata-kata “Ariga” banyak yang menyipulkan bahwa itu adalah singkatan dari “Ari Gayo”. Besar kemungkinan nama tersebut mempunyai kata yang sama namun berbeda arti, nama ini sangat populer dan terkenal dalam kalangan masyarakat Gayo.

Bahasa Gayo terdapat diempat kabupaten yang masih memakainya sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, di antara kempat kabupaten tersebut adalah Aceh Tenggara (Kutacane), Gayo Lues (Belang Kejeren), Aceh Tengah (Takengon), dan Bener Meriah (Redelong). Di antara keempat kabupaten Gayo tersebut  mempunyai sejarah tersendiri yang pernah menjadi moment yang terlintas dalam ukiran sejarah, sehingga menjadi terbagi menjadi empat. Tiga kabupaten terdapat sedikit perbedaan bahasa dengan kekhasan bahasa tersendiri.

Seorang yang mencintai sejarahnya tentu akan membuat sesuatu yang berada di sekelilingnya menjadi momentum yang tidak akan pernah terlupakan hingga jaman yang akan datang. Salah satunya ialah dengan membukukan tulisan kedalam bahasa Gayo. Memang berat sekali melakukannya, namun ini akan berefek baik nantinya pada generasi yang akan datang.

Banyak buku yang ditemukan dalam berbahasakan bahasa Gayo, dengan rangkaian yang indah dengan ragam sastra. Namun buku tersebut tidak bisa dijadikan sebagai referensi dalam membuat makalah untuk mebuktikan keberadaan dan sejarah Gayo dalam bidang bahasa.

Perjalanan panjang seorang penulis, banyak yang ditulis ke dalam berbahasa Indonesia, dikarekan karena suatu kewajiban untuk membuktikan kebenaran dan berbagi ilmu dengan yang lainnya. Akan tetapi tidak ada salahnya jika dibuat dalam bentuk bahasa Gayo sendiri, dan ini akan membuat para pembaca akan menarik perhatian dalam menterjemahkan bahasa Gayo. Tidak terlepas dari hal yang demikian, secara tidak langsung para sejarawan suatu saat akan membaca karya tersebut dan mencari cara bagaimana mereka mengartikan bahasa tersebut ke dalam bahasa Indonesia dan diartikan ke dalam berbagai bahasa.

Pada tahun 2013 Bupati Gayo Lues saat malam pelantikan Pengurus Ikatan Pemuda Mahasiswa Gayo Lues (PEMAGAS) mengatakan bahwa Kamus Bahasa Gayo akan dicetak dan diterbitkan untuk kepentingan masyarakat yang nantinya akan lebih memperdalam wawasan masayarakat Gayo sendiri, dan selebihya pada masayarakat Indonesia. Sehingga dengan begitu bahasa Gayo akan menjadi bahasa terkenal dikemudian hari.

Bahasa Gayo juga merupakan suatu bahasa yang sangat indah dalam kepribadian orang Gayo. Tetapi mempertahankannya melalui dan dalam bentuk tulisan akan sangat berarti dalam beberapa tahun ke depan. Karena beberapa tahun ke depan bahasa Gayo akan mulai rumit untuk didapatkan di sekitar Gayo sendiri, karena adanya perubahan sosial yang semakin tahun akan meningkat. Suatu bahasa perlu dilindungi dan dijaga keaslian bahasanya, salah satunya dengan membuat suatu buku dengan berbahasa Gayo.

Hilangnya suatu budaya salah satunya bahasa disebabkan karena adanya suatu kepedulian besar secara bersama terhadap bahasa yang dipakai dalam sehari-hari, sehingga menjadi langka dan pudar keasliannya. Mendengar suatu lagu Gayo itu dengan kata “Pusaka”, ini merupakan sebuah pesan yang sangat besar sekali dalam potensi budaya Gayo.

Secara tidak langsung, seorang penulis akan memahami bagaimana terjalinnya suatu proses  bahasa yang dijalin dengan konteks budaya, sehingga menjadi harapan besar diciptakan untuk menciptakan suatu bahasa tersebut yang dijalin dan dijalin dengan penuh keyakinan yang sangat besar pula.

Sebagai pewaris budaya tentu tahu apa yang ia lakukan dalam mempertahankan suatu budaya yang harganya sangat mahal. Di antaranya bagaimana ia mencoba membuat suatu pikiran agar masyarakat dapat menjalankan dan mempertahankan adat budaya Gayo.

Dari berbagai bahasa yang kita dalami dan kita koreksi sejauh mungkin, secara otomatis bahasa Gayo akan terasa indah dan nikmat jika kita pandai dalam mengkomunikasikannya dengan sesama. Akan lebih berat bagi yang tidak terbiasa dengan menggunakannya. Sepintas dari bahasa tersebut bahwa bahasa Gayo dalam dunia perantauan sangat susah sekali kita bisa menemukannya antar sesama. Karena sudah tinggal di dalam lingkup negeri orang. Tidak terlepas dari yang demikian adakala kita melihat bahwa orang yang berasal dari Gayo dan bertemu dengan menggunakan bahasa Gayo malah disambut dengan bahasa Indonesia. Di sinilah terjadinya penghilangan bahasa Gayo karena sudah terbiasa dengan bahasa Indonesia atau bisa disebut dengan akulturasi budaya.[SY]

*Junaidi Delung Tue adalah mahasiswa asal Kabupaten Bener Meriah Kecamatan Bukit. Saat ini tengah menempuh pendidikan tinggi pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Komunikasi dan Dakwah Universitas Negeri Islam (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh.

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.