(10 Hari Menjelajah Eropa Bag 10)
Oleh : Qien Mattane Lao*
Selama di Belanda kami menginap di Hotel di Amsterdam. Waktu kami tiba di Hotel, waktu sudah hampir jam 12 malam. Tapi di Amsterdam itu masih waktu maghrib.

Hotel tempat kami menginap lumayan besar kalau di Bali kira-kira seperti Hotel Mercure yang di Sanur.
Di dinding koridor yang menuju kamarnya ada banyak lukisan. Di lobby-nya ada mesin pembuat coklat hangat yang semuanya bisa diperoleh dengan gratis. Sebenarnya selain coklat juga ada kopi dan teh. Yang semuanya bisa diperoleh dengan gratis. Aku paling suka minum coklat hangat, frappucino dan Cappucino.
Kamar tempatku menginap terletak di lantai 6.
Seperti di semua hotel selama perjalanan ini. Sarapan pagi tidak boleh sendiri-sendiri. Kami harus menunggu semua anggota rombongan hadir. Restoran tempat sarapan ada di dekat lobby.

Di bagian belakang hotel ini ada taman. Di sinilah kami menghabiskan waktuk menunggu anggota rombongan lainnya. Taman ini tidak terlalu besar. Di sana ada sebuah pondok kecil dengan dinding yang semuanya terbuat dari kaca yang dilengkapi bangku-bangku kayu untuk duduk-duduk sore.
Di dalam taman ini juga ada jembatan yang di bawahnya ada kolam ikan. Ikan yang dipelihara di kolam ini adalah ikan koi yang gemuk-gemuk. Kebanyakan berwarna merah. Terus di depan jembatan itu ada lagi meja yang di atasnya ada bunga-bunga khas Belanda.
Setelah semua berkumpul, kami masuk ke lobby dan mulai sarapan.

Sebelum berangkat ke Eropa, aku diingatkan oleh Ibu Isabelle, teman ayahku yang berasal dari Perancis yang menikah dengan orang Indonesia. Kata Ibu Isabelle, kalau di Eropa hati-hati dengan barang bawaan. Karena di sana banyak maling yang mengincar turis asal asia. Karena mereka tahu orang Asia yang berlibur ke Eropa suka membawa uang tunai. Padahal di Eropa sudah jarang orang membawa uang tunai dalam jumlah besar. Kadang-kadang maling-maling itu saking niatnya, beberapa sengaja menginap di tempat yang sama di mana ada turis asal asia.
Jadi karena sudah diperingatkan seperti itu. Aku sangat berhati-hati dengan tasku. Kalau aku terpaksa meninggalkannya, aku menitipkannya pada anggota rombongan yang lain. Termasuk ketika sarapan seperti ini.
Tapi ternyata tidak semua anggota rombongan yang tahu ini. Atau mungkin saja sudah tahu, tapi mereka kurang hati-hati.
Teh Shary , anggota rombongan kami yang berasal dari Bandung yang berlibur bersama suaminya Aa Ardi, mengalami nasib buruk karena kurang hati-hati.
Waktu itu, Teh Shary tiba lebih dulu dari suaminya Aa Ardi mencari meja untuk makan dan menaruh tas di sana. Kemudian Teh Shary mengambil makanan, tapi Teh Shary tidak meminta anggota rombongan yang lain untuk mengawasi tasnya. Waktu Aa Ardi datang, melihat tas milik Teh Shary ada di sana, Aa Ardi jadi tahu tempat mereka makan lalu mencari Teh Shary ke meja makanan.

Selesai mengambil makanan, mereka makan dengan tenang. Tapi waktu sudah selesai makan, The Shary mengambil beberapa potong croissant untuk cemilan di bus dan mau memasukkannya ke dalam tas nya. Di situlah The Shary kaget, ternyata tas nya sudah tidak ada. Teh Shary pun mulai panik, tapi dia agak tenang karena dia pikir tas itu dibawa Aa Ardi. Waktu Aa Ardi datang dan ditanyai Teh Shary soal tas nya dan Aa Ardi bilang dia tasnya nggak ada sama dia. The Shary pun nangis sejadi-jadinya dan menarik perhatian semua anggota rombongan yang langsung mengerubuti meja Teh Shary.
Beberapa anggota rombongan menanyakan pada petugas hotel, apakah ruangan ini ada CCTV –nya, ternyata tidak ada.
Kasihan sekali Teh Shary, tasnya bermerk dan berharga mahal miliknya hilang diambil orang. Selain berisi uang, di dalam tas itu juga ada berlian yang dibelikan oleh Aa Ardi, sehari sebelumnya di tempat pengasahan berlian.
Setelah agak tenang, kami baru sadar situasi sebenarnya. Waktu Teh Shary mengambil makanan. Aku yang juga baru mengambil makanan berpapasan dengan sepasang suami Istri, berwajah khas orang Timur Tengah. Istrinya mengenakan pakaian hitam bercadar hanya kelihatan matanya saja. Waktu itu kulihat istrinya itu sedang memeluk tas warna hitam dengan rantai emas.
Selain aku, Kak Defin, anggota rombongan lain asal Jakarta juga melihatnya. Kedua suami istri itu terlihat jalan begitu terburu-buru, berlari ke arah keluar hotel. Tidak ada yang curiga, mungkin mereka mau cepat ke Bandara atau apa. Tapi waktu ditanyakan ke Teh Shary, ternyata yang dibawa itu adalah tasnya. Tapi, waktu kami tahu itu, kedua orang itu sudah tidak ada di sana.
Waktu ini dilaporkan ke Hotel, pihak hotel tidak bisa berbuat apa-apa dan juga menolak bertanggung jawab atas kehilangan yang diderita tamunya. Padahal beberapa anggota rombongan sudah marah-marah.
Akhirnya, Teh Shary terpaksa mengikhlaskan tasnya. Kasihan The Shary.
*Penulis adalah putri Gayo asal Kute Rayang, Isak, kelahiran Desember 2004