
Awal-awal ditemukannya batu mulia jenis giok, masyarakat hanya mengenal Kampung Lumut Kecamatan Linge sebagai pusat ditemukannya di Aceh Tengah. Namun seiring waktu, ternyata hamparan sungai Lumut yang juga mengalir ke Dusun Wih Sufi Kampung Gemboyah di perbatasan Kecamatan Linge dan Jagong Jeget. Tak kalah dari aliran sungai induknya, Wih Sufi juga menyimpan batu mulia berkualitas.
Salah seorang pengumpul batu di Dusun Wih Sufi, Surya aman Hamdan (45) beberapa waktu lalu menceritakan, kabar ditemukannya batu berwarna hijau (Nefrit) di Kampung Lumut sudah terdengar sejak sebelum memasuki bulan Ramadhan tahun 2014.
Seiring waktu kata Hamdan, ada orang yang mengatakan bahwa kawasan Wih Sufi juga berpotensi didapatkan batu mulia jenis giok lainnya. “Ternyata benar, anak saya mencari batu ini di sungai yang tak jauh dari rumah saya, kira-kira jaraknya hanya lima kilometer saja, begitu pulang mereka membawa batu yang katanya jenis giok Belimbing dan Solar,” kenang aman Hamdan.
Sejak ditemukan dua jenis batu itulah, kawasan Wih Gemboyah, Wih Sufi dan aliran sungai lainnya terindikasi menyimpan kekayaan batu berharga itu.
“Kira-kira sejak tiga bulan lalu, disini masyarakat baru menyadari bahwa batu tersebut bisa dijual dengan harga mahal, sejak itu pula banyak warga disini berbondong-bondong mencarinya,” kata aman Hamdan yang telah menetap di Kampung Wih Sufi sejak tahun 2002 lalu setelah mandah dari Kampung Pante Raya.
Setelah booming, Surya aman Hamdan berinisiatif menampung batu-batu yang dicari warga. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat setempat tak mudah tertipu menjual batu yang telah dicarinya.
Saat ini, rumah milik aman Hamdan merupakan pusat penitipan batu giok di kawasan tersebut. Banyak masyarakat dari berbagai kampung misalnya Isaq, Gemboyah, Jagong dan Atu Lintang memilih untuk menitip barang di pondok miliknya.

“Kalau tidak saya tampung, yang mencari kan kasihan. Saya berinisiatif memberi tempat penampungan kepada pencari batu giok, saya tidak membelinya hanya dititip disini, jika ada penjual maka keuntungan akan dibagi kepada saya oleh pemilik batu,” ungkapnya.
Dia juga sudah membeli mesin pembelah batu, agar mempermudah warga mengecek batu bagus atau tidak, atau membelahnya menjadi bagian kecil sehingga lebih mudah dijual. Tentu masyarakat juga harus membayar ongkos jasa pembelahan.
Penitip batu berasal dari berbagai Kampung, dari Isaq, Jagong, Atu Lintang bahkan dari Nagan Raya sendiri, namun dirinya mengaku batu-batu dari Nagan Raya tak terlalu menggairahkan untuk dijual.
“Sebenarnya saya tak mau tampung batu-batu yang berasal dari Nagan Raya, namun karena mereka memaksa untuk menitipkannya maka saya terima. Jangan salah, batu-batu Nagan Raya tak pernah saya tawar kepada pembeli, agar pembeli tak kecewa,” ujar Surya aman Hamdan.
Tak sedikit juga para penitip datang dari kabupaten tetangga yakni Nagan Raya, dimana ditempat ini juga dijumpai batu jenis mulia jenis giok. Namun, jika dikaji kualitas, batu-batu dari Nagan kalah jauh dibandingkan batu-batu yang berasal dari bumi Gayo karena memiliki kekerasan dan tekstur yang unik.

“Awalnya jika ada orang Nagan yang menitip batu disini saya tak mau terima. Saya tidak ingin koleksi batu Gayo bercampur dengan daerah, namun mereka memaksanya untuk menitipkan. Walau saat ini ada beberapa batu yang berasal dari sana, terus terang saya tak pernah merekomendasi kepada pembeli,” tuturnya.
Sekarang lanjut aman Hamdan lagi, pecinta batu mulia ini sudah berdatangan dari berbagai daerah ketempatnya. Ada pembeli yang datang dari Banda Aceh, Bireuen, Medan, Langsa, Pekan Baru bahkan dari Pulau Jawa.
“Banyak yang datang kesini untuk membeli. Sekali lagi saya tegaskan saya tak pernah merekomendasi kepada pembeli batu-batu yang bukan berasal dari bumi Gayo,” tegasnya.
Terkait dengan usaha yang telah dilakoninya selama beberapa bulan terakhir, aman Hamdan sangat ingin usahanya tersebut memiliki izin, semisal surat Izin Usaha Pertambangan (IUP) kecil, namun dia tidak tahu mau diurus kemana, karena setelah berkonsultasi dengan beberapa orang yang dianggapnya mengetahui permasalahan, jawaban yang didapat malah tak memuaskan.
“Intinya saya ingin berusaha seperti ini memiliki izin, agar nantinya tidak dianggap ilegal oleh siapapun, tapi kemana mengurusnya, setelah berkonsultasi dengan beberapa orang jawabannya tak memuaskan saya,” keluhnya.
Disisi lain, aman Hamdan juga menaruh harapan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah, agar memberi pembinaan kepada pengusaha batu dalam pengurusan surat izin,. Selain itu regulasi yang jelas juga harus dibuat. Saat ini banyak sekali batu-batu Nagan Raya yang beredar mengaku berasal dari Gayo.
“Masyarakat kita yang rugi, mereka membeli batu di Gayo dan dibawa pulang ke Nagan, dan sebaliknya batu Nagan tinggal disini dianggap batu Gayo, padahal kualitasnya jauh lebih bagus batu kita,” demikian Surya aman Hamdan. (Darmawan Masri)
