Qanun Kawasan tanpa rokok yang akan diterbitkan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat awal 2015 adalah salah satu upaya prilaku sehat yang menghargai perokok pasif, adapun lokasi larangan merokok diantaranya adalah sekolah, tempat bermain anak-anak, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum lainnya.
Kawasan tanpa rokok adalah salah satu program yang sangat menguntungkan bagi tarap hidup orang banyak, tentu program yang akan dijalankan ini sangat bermanfaat, nilai-nilai edukasi yang ada didalamnya menjadi hal yang nyata sehingga terlihat terimplementasi dari sisi kerugiannya.
Sebut saja anak-anak sekolah yang masih dalam masa pendidikan, yang sebagian besar dapat kita pastikan mereka adalah perokok pasif, seperti anak-anak SD, SLTP, meskipun pada tingkat SLTA beberapa pelajar sudah mulai dari perokok pasif ke perokok aktif, terlebih lagi ketika sudah sampai tahapan Perguruan Tinggi, sampai mahasiswa tentu persentasenya bisa meningkat, hal ini salah satu yang mempengaruhi adalah pergaulan dan rasa ingin tahu yang begitu besar ketika sebelumnya dididik dari lingkungan sekolah, tempat-tempat umum yang secara tidak langsung memberikan contoh pola hidup tidak sehat.
Sebagai contoh ketika seorang guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di dalam kelas kerap kali terlihat sikap yang dicontohkan secara tidak sadar menghisap rokok di depan murid atau sangat tidak edukatif ketika guru menghisap rokok di lingkungan sekolah, tentu hal ini menjadi perhatian bagi peserta didik yang melihatnya. Sehingga ketika ada penyampaian penyuluhan mengenai kerugian mengenai rokok sudah pasti pelajar tidak lagi menganggap bahwa informasi tersebut dibutuhkan, dikarenakan para pendidik tidak lagi memberikan contoh pola hidup yang sehat terhadap anak didiknya.
Dengan adanya nilai-nilai edukasi berupa larangan merokok di tempat-tempat yang ditentukan tentu ada suatu motivasi tersendiri dari perokok pasif. harapannya dapat memahami secara tidak langsung dampak terhadap kesehatan, sehingga persentasi angka perokok aktif dari generasi ke generasi selanjutnya menurun secara signifikan.
Dewasa ini perilaku kebiasan merokok tidak bisa hanya diprogramkan dengan cara memberikan sosialisasi keberbagai kalangan masyarakat, tidak cukup dengan menyampaikan kerugian-kerugian yang dijelaskan akibat mengkonsumsinya.
Jangankan dari pihak kesehatan ataupun lembaga pendidikan yang memberikan informasi, dari lebel rokok sejak awal dipasarkan sudah jelas dalam kemasannya bahwa rokok dapat merugikan kesehatan, sampai terdapat gambar penyakit berbahayapun tidak menjadi hambatan dari para konsumen.
mulai dari bagian leher yang berlobang, gambar paru-paru yang rusak, dan lain sebagainya, malah para konsumen untuk menghindari rasa takut tersebut kerap kali merobek ataupun menempel gambar tersebut dengan kertas, tidak jarang juga para perokok aktif hanya mengambil rokoknya dan kemudian memindahkan ke kemasan lain yang tidak memiliki gambar yang tidak sehat.
Kita juga harus menyadari bahwa salah satu kandungan yang terdapat dalam rokok tersebut dapat memberikan efek ketergantungan, sehingga penyampaian bahaya yang ditimbulkan jika berupa tulisan maupun gambar tidak menjadi ancaman yang sangat berarti bagi kalangan para perokok aktif, bisa jadi hanya berupa bahan pembicaraan sampai tertawaan. Kecuali sudah menjadi pasien di rumah sakit dan merasakan sulitnya memiliki tubuh yang digerogoti oleh penyakit baru sadar pentinnya himbauan tersebut.
Dengan kenyataan seperti ini tentu nilai-nilai edukasi dipandang penting diberikan, tentu kita harus menyadari dan menghargai bahwa penelitian-penelitian yang sudah diakui oleh kalangan para akademisi dan para ilmuwan bahwa merokok sudah jelas tidak menguntungkan bagi kesehatan, dan sangat berbahaya bagi perokok pasif ketika dicemari oleh gumpalan-gumpalan asap yang dihasikan oleh para penikmat rokok.
Meskipun para perokok aktif tidak mampu untuk tidak menghisap rokok minimal harus ada sikap edukasi yang diberikan untuk menghargai para perokok pasif untuk tidak merokok di depan mereka ataupun dilingkungan umum yang bercampur perokok aktif dan pasif.
Progam kawasan tanpa rokok juga sudah selayaknya diikuti oleh pemerintah-pemerintah khusunya di Aceh secara keseluruhan, pada dasarnya di Negara-negara maju dan berkembang program-program seperti ini sudah banyak dilaksanakan, tidak ada larangan untuk merokok tapi pemerintah menyiapakan ruang-ruang khusus untuk perokok aktif, nilai saling menghargai ini sudah ditanamkan sejak awal dengan melindungi para perokok pasif dari perilaku yang tidak sehat dari konsumen perokok aktif, tentu setiap daerah memiliki sangsi tersendiri ketika ada yang melanggranya, seperti pembayaran denda 1 juta untuk 1 batang rokok jika tidak mengindahakan peraturan daerah tersebut.
*Alumni Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh