Catatan Khalisuddin*

KISAH-kisah heroik dan mistik sangat melekat kuat dengan kawasan pegunungan Intim-intim khususnya di sekitar lintasan jalan Takengon-Blangkejeren, kawasan Tangsaran dan Tembolon Kecamatan Pantan Cuaca Kabupaten Gayo Lues. Kisah-kisah tersebut kian gencar beredar pasca terjadinya longsor hebat di Tangsaran akhir September 2014 lalu saat bagian jalan lintas Takengon-Blangkejeren tersebut diperlebar.
Dua hari sebelum terjadinya longsor hebat di jembatan Tangsaran, Jum’at 26 September 2014 silam, sempat turun si Raja Hutan alias harimau. “Kami mendapati jejak-jejak harimau di atas jembatan yang dibangun tahun 1970 tersebut,” kata Faisal salah seorang karyawan perusahaan yang mengerjakan peningkatan ruas jalan tersebut beberapa waktu lalu.
Dan setelah longsor itu, atas nasihat para tetua di Atu Kapur Pantan Cuaca, mereka menyembelih seekor kambing dan menggelar kenduri dan doa bersama untuk kelancaran pengerjaan tersebut.
Pengakuan Faisal, mereka tidak berani teriak-teriak saat bekerja, juga menghidupkan musik keras-keras di ruang pengendali alat berat saat bekerja jika tidak mau mengalami kejadian aneh-aneh.
“Beberapa rekan kami pernah mengalami kejadian aneh saat akan beranjak pulang istirahat ke Pantan Cuaca. Mereka berfoto di jembatan Tangsaran, dan setelah dilihat hasil jefretan pakai HP tersebut ada penampakan anak kecil duduk di atas batu besar, gaya duduknya seperti sedang menyaksikan alat berat sedang bekerja,” kata Faisal. Bentuk tubuhnya seperti Manti. timpalnya.
Pengakuan Faisal, suasana angker lebih terasa di “letter S” Tembolon ketimbang di Tangsaran. Sering kejadian jika mereka menghidupkan musik keras-keras maka tiba-tiba turun hujan walau tanpa ada mendung.
Banyak kejadian-kejadian aneh di Tangsaran. seperti pengakuan Muzakir, salah seorang warga Takengon yang kerap diminta jasanya menjadi sopir mobil sewaan. “Saat saya melakukan perjalanan dari Takengon di malam hari ke Blangkejeren, saya melihat bola api berputar-putar di dekat jembatan Tangsaran, saat itu sekitar pukul 04.00 dinihari,” kata Muzakir.
Penampakan-penampakan kerap terjadi di Tangsaran, begitu cerita yang berkembang. Ada penampakan perempuan tua, perempuan muda dan ada juga penampakan ular berwarna putih.
Dan menurut satu cerita, di Tangsaran ada 2 makam pejuang kemerdekaan yang syahid saat melawan Belanda di kawasan terssebut. Kedua makam ini terpisah lokasinya. Namun sumber LintasGayo.co saat ditemui di lokasi Tangsaran tidak mengetahui persis dimana lokasinya.
LintasGayo.co sendiri mengalami kejadian aneh Rabu 19 November 2014, sekira pukul 09.30 Wib saat mengambil beberapa foto di jembatan Tangsaran, kejadiannya saat mobil yang ditumpangi Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf melintas di atas jemabatan dan diambil fotonya, namun tiba-tiba kamera error, hasil jefretan gelap. Padahal, foto-foto sebelumnya normal-normal saja, juga pemotretan sebelum dan setelah kejadian tersebut, kamera milik LintasGayo.co normal-normal saja, tidak pernah terjadi masalah saat pemotretan.

Kejadian aneh di Tangsaran juga diceritakan Emy Efendi yang dalam proyek peningkatan badan jalan tersebut bertugas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). “Saya tidak pernah mengalami langsung hal-hal aneh, tapi menurut Anto, salah seorang pekerja di tempat tersebut pernah melihat penampakan perempuan misterius saat malam hari,” kata Emy saat ditemui di Ise-Ise Rabu, 19 November 2014.
Kejadian aneh lainnya, dikatakan Emy, pernah para pekerja disana sedang beristirahat, didatangi oleh seorang laki-laki tua misterius dengan membawa kopi dan menghidangkannya kepada para pekerja tersebut. Anehnya, kata Emy, darimana datangnya orang tersebut dengan kopi hangat, padahal tidak ada rumah disekitar tempat tersebut.
“Dia menyarankan agar dilakukan prosesi kenduri sebelum meneruskan pekerjaan di Tangsaran, dan kami menuruti saran tersebut,” ujar Emy. Selain itu, disekitar jembatan juga kerap ditemukan sesajian-sesajian. Timpal Emy.
Kejadian aneh-aneh di kawasan Tembolon menurut beberapa cerita semakin kerap terjadi paska kejadian seorang pengantin wanita yang dimangsa harimau di tahun 1974.
Kejadiannya, diceritakan tokoh masyarakat Gayo Lues, Abu bakar Karim, Minggu 14 Desember 2014 sepasang penganten baru yang menikah di Takengon, Aman Mayak berasal dari Terangun Gayo Lues dan Inen Mayak dari salahsatu kampung di Takengon Aceh Tengah itu bersama sejumlah orang melakukan perjalanan dari Takengon ke Terangun dengan berjalan kaki.
Karena kemalaman di sekitar kawasan Tembolon, terpaksa menginap di sebuah pondok yang dulu lokasinya di sisi kiri jalan berdekatan dengan pohon besar sebelum melintasi jembatan Tembolon. Sang raja hutan datang dan menerkam penganten wanita hingga tewas. Satu versi menyatakan penganten wanita tersebut diculik dan hingga kini tidak diketahui nasibnya.
“Kawasan Tembolon memang terkenal angker sejak dulu, selain itu kerap melintas harimau, terlebih jika terjadi hujan rintik-rintik dan jika orang yang melintas punya niat tidak baik terhadap seseorang,” kata Makmur Jaya, salah seorang tokoh massyarakat Gayo Lues di Aceh Tengah.

Hewan berbulu Putih
Berkembangnya cerita angker di Tangsaran yang menurut tokoh masyarakat Pantan Cuaca Kabupaten Gayo Lues masih satu kawasan dengan Intim-intim ini dibantah oleh Rabusin Aman Awaluddin.
“Hampir di setiap tikungan saya pernah menginap di kawasan tersebut saat bersekolah di Takengon sebelum tahun 1976, tidak pernah ada hal aneh yang saya alami,” ujar Rabusin alumni Pendidikan Guru Agama (PGA) Takengon Aceh Tengah tahun 1976 ini, Sabtu 13 Desember 2014.
Jikapun dianggap aneh, lanjut tokoh yang mengaku punya kekerabatan dekat dengan Tgk. Firdaus Kenawat Lut ini adalah ada beberapa hewan yang berbulu putih di kawasan tersebut.
“Di kawasan tersebut ada beberapa jenis hewan yang bulunya berwarna putih, harusnya tidak seperti Perok (tupai), Pune (burung punai), Akang (rusa) dan Kedih (monyet),” kata Rabusin.
Dan pengakuan Rabusin yang pernah dia lihat langsung adalah Pune putih, Akang putih dan Perok putih. “Akang putih sempat ditangkap dan dipelihara di Blangkejeren beberapa tahun lalu,” kata Rabusin.
Seekor rusa putih itu sempat ditangkap dengan Aring (jaring-red) oleh sepupu Abu Bakar Karim pada tahun 2004 dan dipelihara beberapa tahun di Blangkejeren hingga akhirnya mati.
Ada cerita unik untuk Perok putih, kata Rabusin, “dulu kalau orang melintas di kawasan tersebut dengan membawa beras maka pulunan Perok putih akan mengikuti dan tidak mau beranjak pergi jika tidak diberi makan dengan beras tersebut,” ujar Rabusin.

Sejarah Perang Belanda
Kawasan Intim-Intim adalah saksi sejarah kehebatan Pang-Pang Gayo melawan penjajah Belanda yang akan masuk ke Gayo Lues melalu Terangun.
“Di tempat tersebut pernah terjadi pertempuran hebat antara Urang Gayo dengan Belanda, tempat persisnya bernama Burni Rorohen, banyak tentara Belanda tewas ditempat tersebut, begitu juga dengan Pang-Pang Gayo, termasuk kakek saya juga syahid,” kata Rabusin.
Sementara menurut penuturan tokoh masyarakat Kala Empo kampung Lumut Kecamatan Linge Aceh Tengah, Aman Darma, Agustus 2014 lalu, kawasan Intim-intim juga dikenal dengan nama Berkeng, yang artinya sulit untuk dilintasi karena sangat curam.
Saat Belanda berangkat ke Gayo Lues dari Kamp Belanda saat itu di dekat kompi TNI saat ini, di Uwer Bernung Caco. Paskukan Belanda ditahan oleh rakyat Blang di kawasan ini, berbilang pasukan Belanda tewas ditempat ini, hanya beberapa saja yang kembali dengan selamat ke Kamp Uwer Bernung dan selanjutnya kembali ke Takengon.

Tidak terjadi perang pisik langsung antara rakyat Gayo dengan pasukan Belanda, saat Belanda berupaya melintas, pejuang Gayo menyerang dengan menggulingkan kayu dan batu.
Dan di lokasi ini ada kuburan massal pasukan Belanda yang kemudian dikenal dengan nama “Jeret Dagang”. Hingga saat ini lokasi itu masih ada, dan beberapa tahun lalu beberapa orang Belanda berkunjung ke lokasi kuburan tersebut. Demikian kata Aman Darma.
Sementara sebuah referensi dari Forum Sisingamangaraja XII disebutkan ada beberapa nama Pang yang memimpin perlawanan hebat terhadap Belanda di seputar Danau Lut Tawar dan Burni Intim-Intim. Mereka bernama Aman Soalon, Aman Erang dan Aman Lenteng.[]