Kisah Perburuan Giok di Wih Rimba Linge

oleh

Catatan : Darmawan Masri

Juliyan (Foto : Zakir)
Juliyan (Foto : Zakir)

Berburu batu mulia jenis Giok sungai-sungai (wih-Gayo:red) pedalaman hutan Linge memang menarik diikuti. Selama beberapa bulan terakhir, masyarakat di kawasan ini memang dikejutkan dengan sebuah fenomena menarik yang dapat menghasilkan pundi-pundi Rupiah. Tak hanya masyarakat setempat saja yang demam memburunya, masyarakat, kolektor dan pembeli batu ini juga berbondong-bondong memasuki kawasan hutan Linge, sebagian mereka datang dari luar daerah bahkan dari luar negeri.

Berawal ditemukannya sebuah bongkahan batu besar di “Wih ni Ukem” seputaran sungai Lumut Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah yang berwana hijau oleh masyarakat setempat, Giok pun mulai diburu oleh pecinta seni batu mulia ini.

Saat ini hampir semua kampung di wilayah Kecamatan Linge masyarakatnya berburu Giok, dan menjadikannya sebagai sumber pencaharian baru. Cara mereka berburu Giok pun bermacam-macam.

Seperti yang diceritakan seorang warga Kampung Linge, Juliyan kepada LintasGayo.co beberapa waktu lalu, para pemburu Giok baik masyarakat setempat dan laiinya rela menempuh perjalanan berhari-hari ketengah hutan. Dan saat ini menurut pengamatannya sekitar lebih dari 100 orang masuk ke kedalaman hutan Linge setiap hari.

“Hutan Linge saat ini sudah ramai. Mereka semua mencari Giok, hampir semua aliran sungai baik kecil maupun besar saat ini sudah dimasuki para pemburu batu mulia ini, jumlahnya saya taksir rata-rata setiap hari ada 100 orang atau bahkan lebih,” ujar Juliyan.

Diceritakan Juliyan, cara mendapatkan Giok pun dirasakannya cukup unik. Saat air sungai sedang jernih, para pencari kebanyakan masuk ke sungai dan membolak-balik batu yang diduga batu yang mereka cari. Saat air sedang keruh atau musim hujan para pemburu Giok rela menyelam dikedinginan air hutan Linge yang alami.

Cara lain yang dilakukan oleh para pencari adalah dengan menyewa alat berat yang tengah bekerja disana. “Yang punya modal ada yang menyewa alat berat yang tengah mengerjakan proyek dikawasan Weh ni Lakoten, harganya per jam 400 ribu Rupiah, yang gag punya modal terpaksa menyelam,” ucap Juliyan.

50 % Warga Kampung Linge Pencari Giok

Buru-Giok-di-Gerpa-1
Berburu Giok Menggunakan Alat Berat (Foto : Juanda)

Sejak mulai hangat diburu batu Giok ternyata memiliki berkah tersendiri bagi warga Kampung Linge. Juliyan mengatakan, saat ini lebih dari 50 % warga sekitar memiliki sumber penghasilan baru yakni dari ‘Batu Giok’.

Kampung Linge merupakan kampung bersejarah bagi masyarakat Gayo, di kampung ini terdapat beberapa aliran sungai, dimana kesemuanya menyimpan kekayaan batu Giok yang menjanjikan.

“Ada beberapa nama sungai (Gayo : Wih) yang mengalir diseputaran Kampung Linge mulai Wih ni Ukem sebagai hulu, Wih ni Ungus, Aras Naru, Gerpa, Kala Ili, Lakoten dan beberapa aliran sungai kecil yang kesemuanya menyimpan kekayaan batu Giok melimpah,” ujarnya.

Dengan semakin tingginya harga jual Giok, para warga diseputaran rela berhari-hari memasuki hutan demi mendapat barang yang diinginkan. Meski bergitu, kata Juliyan masyarakat disana mengaku senang karena ada yang membeli, saat ini penghasilan masyarakat disana pun bertambah sejak beberapa bulan belakangan.

“Rata-rata penghasilan warga sini memang bertambah 10 % dari penghasilan semula, setelah warga menjual batu mereka membeli kebutuhan-kebutuhan sekunder lainnya seperti barang elektronik dan kenderaan,” katanya.

Giok Semakin Langka

Juliyan ternyata bukan pemain baru dalam urusan mencari batu giok, dia telah melakoninya sejak awal bulan Ramadhan tahun 2013 lalu, dimana pada saat itu masyarakat belum terlalu peduli dengan jenis batu ini.

Sangat disayangkan pada saat itu, berbekal pengetahuan yang minim, Juliyan pernah menjualnya kepada pembeli yang datang dari pusat Kota Takengon dengan harga yang sangat murah.

“Tidak paham saat itu, ada seorang pembeli yang datang kesini, saya jual aja dengan harga murah, pikiran saya waktu itu masa batu bisa dijual dengan harga jutaan rupiah,” kenangnya.

Dengan kurangnya pemahaman tentang jenis batu ini, tak hanya Juliyan yang menjualnya dengan harga murah, bahkan ada yang rela mencari batu ini dengan diberi upah makan siang dan rokok saja.

“Saat itu warga sedang berada disungai, datang seorang yang kami kenal tak usah saya sebut namanya siapa, dia bawa nasi bungkus dan rokok, meminta batuan warga menaikkan batu-batu berwana kuning, hijau dan lainnya kedalam mobil, saat ini baru kami tau bahwa batu itu adalah batu Giok super yang harganya mencapai jutaan rupiah per kilo gramnya, dan dia lah yang telah mengkoleksi batu-batu Giok super yang kualitasnya tak diragukan lagi,” tuturnya.

Juliyan melanjutkan, saat itu Giok-giok yang diangkut tidak perlu dicari menelusuri sungai hingga ke tengah hutan, cukup di pinggiran sungai Kala Ili saja batunya luar biasa bagus. “Gag perlu jalan, mobil juga bisa langsung masuk sungai karena jalannya ada, kami dengan senang hati saat itu menaikkan bongkahan batu kedalam mobil nya, jadi jangan harap lagi sekarang didaerah itu ada batu bagus, semuanya telah dibawa,” ucapnya.

Bukan hanya hal tersebut, dengan semakin banyaknya orang yang kini berburu Giok sudah dipastikan sulit untuk mendapatkannya pada saat ini, jika pun ada mungkin tidak terlihat oleh para pencari sebelumnya.

“Saat ini sudah kami rasakan, Giok semakin sulit untuk dicari dan jika pun ada harga nya sudah sangat murah, hal itu dikarenakan yang bagus-bagus sudah sangat jarang ditemui, tinggal sisanya saja,” kata Juliyan.

Memilih Menjual di Kota Takengon

Untuk menjual batu-batu Giok warga Kampung Linge saat ini memilih menjualnya keluar minsalnya Kota Takengon, dikarenakan jika dijual di Linge harganya sangat murah, padahal warga sekitar telah mencari batu tersebut menempuh perjalanan berhari-hari.

Alasan lainnya adalah, harga jual di Kota Takengon lebih tinggi dari pada dibeli oleh toke yang datang langsung ke lokasi. Juliyan mengatakan, para toke-toke tersebut bukan hanya berasal dari kota Takengon saja, ada juga yang berasal dari Pulau Jawa dan Korea Selatan, namun harga yang mereka tawarkan tidak lagi menggembirakan.

“Kami keluar membawa batu-batu yang kami cari untuk mendapatkan harga yang lebih baik,” keluh Juliyan.

Dia juga mengharapkan, semakin banyaknya para pencari yang datang dari luar daerah menyebabkan batu ini semakin langka. Perlu segera dibuatkan aturan dari pemerintah kabupaten terhadap para pemburu yang datang dari luar daerah.

“Mereka bisa langsung masuk kedaerah kita tanpa filter, seenaknya mereka menjarah kekayaan alam kita untuk meraup keuntungan. Kebanyakan dari mereka punya modal besar yang sangat bertolak belakang dengan masyarakat disini yang mencarinya tanpa modal, begitu ketemu batunya langsung dijual, namun mereka yang punya modal bisa menyetok bahan bakunya, dimana sewaktu-waktu dijual dengan harga yang tinggi dikarenakan semakin langkanya bahan baku. Ini sangat mendesak, kami berharap ada aturan dari pemerintah jangan dibiarkan luah jaluh (bebas) seperti ini dan jangan tunggu Giok itu betul-betul kosong dulu baru dibuat aturannya, ” demikian Juliyan.

* Sekretaris Redaksi LintasGayo.co

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.