Hukum Transformatif[1]

oleh

Oleh : Sabela Gayo, PhD

SabelaPenegakan hukum merupakan salah satu pilar penting bagi proses demokratisasi di suatu negara. Aspek penegakan hukum yang adil, transparan, independen, akuntabel dan bertanggung jawab secara moral kepada masyarakat merupakan harapan yang dinanti-nantikan oleh masyarakat. Hukum harus mampu menyelami keinginan bathin masyarakat dalam memperoleh keadilan yang bertanggung jawab sehingga tidak ada lagi adagium “hukum seperti pisau, hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas”. Oleh karena itu hukum harus terus bertransformasi menuju ke suatu titik ideal sehingga keadilan hukum dapat terwujud ditengah-tengah masyarakat.

Hukum transformatif merupakan proses perubahan hukum secara bertahap dan konstruktif menuju kesempurnaan ideal.Walaupun sebenarnya tidak ada yang sempurna tetapi masyarakat tetap berharap adanya suatu kondisi hukum ideal yang mampu memberikan rasa keadilan hukum bagi segenap pencari keadilan. Oleh karena itu 3 (tiga) aspek penting bagi proses penegakan hukum yaitu substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum harus terus-menerus ditransformasikan menuju ke arah yang lebih baik dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat.

Undang-Undang dan berbagai perangkat peraturan lainnya harus mampu mengakomodir terjadinya proses transformasi hukum menuju ke arah yang lebih baik dan pada akhirnya mencapai titik ideal hukum itu sendiri. Substansi hukum yang telah tertulis di dalam Undang-Undang merupakan aturan formal yang sulit untuk diubah tanpa melalui proses legislasi yang melibatkan pihak legislatif dan eksekutif. Substansi Undang-Undang terkadang mengandung makna yang terlalu sempit sehingga diperlukan penafsiran oleh para hakim dalam rangka menegakkan hukum dan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Substansi Undang-Undang yang telah mengatur Pasal demi Pasal dengan jelas harus terus dipertahankan sedangkan Pasal-Pasal yang dirasa belum sesuai dengan semangat keadilan harus mampu ditransformasikan ke arah cita-cita hukum itu sendiri yaitu terciptanya rasa keadilan bagi masyarakat khususnya para pencari keadilan. Struktur hukum yang transparan, bersih dan akuntabel merupakan kebutuhan wajib dalam memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan. Selanjutnya, budaya hukum juga harus secara konstruktif ditransformasikan ke arah yang positif dengan menunjukkan prilaku hukum yang adil dan tidak diskriminatif terhadap penanganan perkara. Setiap pencari keadilan berhak memperoleh perlakuan yang sama dari penegak hukum. Jangan sampai kekuasaan dan uang mempengaruhi para penegak hukum dalam memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan.

Perubahan yang dilakukan secara transformatif dimaksudkan untuk menghindari adanya gejolak ditengah-tengah masyarakat sekaligus juga menghindari terjadinya perubahan hukum secara tiba-tiba. Beberapa kalangan menafsirkan ide perubahan hukum ke dalam beberapa kata yaitu pembaruan, progresif, reformasi, revolusi, atau restorasi. Tetapi pada dasarnya keenam (6) kata berikut ini yaitu transformasi, pembaruan, progresif, revolusi, reformasi dan restorasi memiliki makna yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kemudian, tulisan ini cenderung lebih memilih kata transformasi sebagai bentuk terjemahan proses perubahan hukum di dalam masyarakat dari pada kelima kata lainnya sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata transformasi berarti “perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi dan sebagainya)”,[2] sedangkan kata pembaruan berarti “proses, cara, perbuatan membarui”,[3]kemudian kata progresif mengandung arti “ke arah kemajuan, berhaluan ke arah perbaikan keadaan sekarang (biasanya tentang politik)”,[4] selanjutnya kata revolusi mengandung arti “perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan, perubahan yang cukup mendasar di suatu bidang”.[5] Kemudian kata reformasi berarti “perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik, ekonomi,hukum, agama) dalam suatu masyarakat atau negara” dan terakhir kata restorasi berarti “pengembalian atau pemulihan pada keadaan semula (tentang gedung bersejarah, kedudukan raja, negara), pemugaran”.[6]

Pada dasarnya, apapun istilah yang digunakan terkait dengan perubahan hukum dari beberapa kata diatas, semuanya menunjukkan pada adanya suatu semangat untuk memperbaiki kondisi yang kurang baik menjadi lebih baik lagi. Walaupun masing-masing kata melihat proses perubahan itu dari sudut pandang yang berbeda, strategi yang berbda, metode dan cara yang berbeda sehingga output/hasilnya juga secara spesifik akan berbeda walaupun secara umum akan berdampak positif bagi perbaikan kondisi yang ada.

Salah satu contoh dari hukum transformatif yaitu dengan lebih mengedepankan prioritas pembangunan dan perubahan hukum dengan melihat substansi, struktur dan budaya hukum dalam skala priositas yang mana yang harus terlebih dahulu diubah. Proses perubahan itu dapat dilakukan dengan mengalokasikan sumber daya manusia yang lebih terhadap aspek hukum baik substansi, struktur maupun budaya hukum yang belum baik sehingga aspek hukum lainnya yang sudah baik akan memperoleh sumber daya manusia atau pun anggaran yang lebih sedikit.

Perubahan hukum dari sisi politik saja tidak cukup dimana perubahan substansi undang-undang yang dilakukan melalui jalur politik legislasi di DPR kadang-kadang substansinya dipengaruhi oleh kepentingan kekuasaan dann uang oleh sebagain legislator sehingga kadang-kadang tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat, kemudian Undang-Undang bersifat statis bahkan wajib diimplementasikan di dalam kehidupan sehari-hari oleh para penegak hukum sehingga diperlukn struktur hukum transformatif yang tidak lagi terkungkung pada pemikiran-pemikiran konservatif dengan melihat hukum/Undang-Undang secara apa adanya tanpa adanya suatu upaya bagi proses transformasi hukum. Dengan penerapan konsep hukum transformatif diharapkan agar perubahan masyarakat yang demikian cepat dapat diimbangi oleh perubahan hukum yang transformatif sehingga rasa keadilan dapat terus diberikan oleh para penegak hukum bagi para pencari keadilan.

Contoh lain dari hukum transformatif yaitu dengan melakukan re-organisasi struktur hukum yang dapat mengadopsi perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat secara konstruktif dan positif. Sehingga peran unit penelitian dan pengembangan dan unit pengaduan publik yang efektif dan transparan sangat diperlukan dalam rangka memperoleh masukan-masukan real time dari masyarakat terkait kinerja aparat penegak hukum.

Semoga hukum transformatif menjadi salah satu jalan alternatif bagi proses perbaikan dunia hukum di Indonesia dimana masyarakat senantiasa berubah dan berkembang demikian cepatnya maka hukum transformatif berusaha untuk mengimbangi perubahan yang terjadi dengan solusi-solusi hukum yang kreatif dan inovatif dengan tetap berada pada koridor konstitusi dalam memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan.



[1] Sabela Gayo, PhD Candidate in Law dari Universiti Utara Malaysia (UUM) Kedah Darulaman Malaysia

[2]http://kbbi.web.id/transformasi, di akses pada 10 Desember 2014 Pukul 12.30

[3]http://kbbi.web.id/baru, di akses pada 10 Desember 2014 Pukul 12.34

[4]http://kbbi.web.id/progresif, di akses pada 10 Desember 2014 Pukul 12.37

[5]http://kbbi.web.id/revolusi, di akses pada 10 Desember 2014 Pukul 12.39

[6]http://kbbi.web.id/restorasi, di akses pada 10 Desember 2014 Pukul 12.45

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.