*Oleh : Ahmad Dardiri
Banyak masalah yang muncul dalam pelaksanaan kurikulum 2013, dari terlambatnya buku pelajaran pegangan guru dan siswa, materi pelajaran yang kontroversi, belum terlatihnya para guru yang merupakan ujung tombak pelaksaanaan kurikulum dan ditenggarai menemui kesulitan-kesulitan dalam mengimplementasikan dalam proses belajar mengajar.
Baru-baru ini staff Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKMP3) Agnes Tuti Rumiati, dalam Dialog dan Konsultasi Nasional terkait Kurikulum 2013 menyebutkan, terdapat banyak hal yang belum dipahami tenaga pendidik/guru terkait kurikulum 2013. Setidaknya ada tiga hal kesulitan guru yaitu: kurang dipahaminya proses penilaian dan dianggap rumit, kesulitan menerapkan scientific approach dalam kegiatan belajar mengajar, dan yang terakhir yaitu membuat siswa aktif dalam belajar. Menururtnya dalam kurikulum 2013, guru harus pintar menjadi fasilitator agar siswa bertanya. Sayang, belum semua guru mampu melaksanakannya. (News.okezone.com 16/10/2014).
Saat Kurikulum 2006 masih berlaku, penulis pernah mendengar ungkapan seorang guru, “Tinggal nelan saja tidak bisa, apalagi mencarinya”. Barangkali, ungkapan itu terlahir dari pola pembelajaran yang teacher centered. Dan ke depan, mungkin ungkapan seorang guru tadi akan tereliminir, karena pada Kurikulum 2013 siswa itu dijadikan sebagi pusat pembelajaran, maksudnya adalah proses pembelajaran yang selama ini berpola teacher centered harus dirubah menjadi student centered. Dengan perubahan pola ini siswa dituntut lebih aktif mengeksplorasi kemampuan diri dalam proses belajar mengajar, baik dengan cara bertanya tentang apa saja yang belum atau tidak dipahami.
Tetapi meskipun Kurikulum 2013 berbasis pada keaktifan siswa, bukan berarti tugas guru menjadi lebih ringan, bahkan bertambah berat karena guru juga harus merubah diri dari sekedar berceramah harus mampu menjadi fasilitator yang mampu mengajak siswa untuk aktif dalam belajar. Jadi fungsi guru sebagai fasililtator untuk mengaktifkan siswa dalam belajar sangat diperlukan dalam pelaksanaan Kurikulum 2013. Demikian yang penulis tangkap dari pernyataan Agnes Tuti Rumiati di atas. Sehingga, penulis merasa perlu untuk memahami apa dan bagaimana yang dimaksud dengan guru sebagai fasilitator.
Menurut Akhmad Sudrajat pada mulanya fasilitator dalam konteks pendidikan, lebih banyak diterapkan untuk kepentingan pendidikan orang dewasa (andragogi), khususnya dalam lingkungan pendidikan non formal. Namun sejalan dengan perubahan makna pengajaran yang lebih menekankan pada aktivitas siswa, belakangan ini di Indonesia istilah fasilitator pun mulai diadopsi dalam lingkungan pendidikan formal di sekolah, yakni berkenaan dengan peran guru pada saat melaksanakan interaksi belajar mengajar.
Guru yang berperan guru sebagai fasilitator, menurut Wina Senjaya (2008) itu artinya guru harus berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Maka konsekuensinya pola hubungan guru-siswa harus dirubah, yaitu jika pada saat sebelum berlakunya kurikulum 2013 guru merupakan “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, dan menjadikan siswa sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru, maka setelah kurikulum 2013 diberlakukan harus berubah bahwa hunbungan guru-siswa adalah merupakan kemitraan yaitu, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan.
Bagaimana menjadi fasilitator dalam pembelajaran? Untuk menjadi seorang fasilitator guru hendaknya dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan, yaitu bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila: (1) Siswa secara penuh dapat mengambil bagian dalam setiap aktivitas pembelajaran (2) Apa yang dipelajari bermanfaat dan praktis (usable). (3) Siswa mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuan dan keterampilannya dalam waktu yang cukup.(4) Pembelajaran dapat mempertimbangkan dan disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya dan daya pikir siswa. (5)Terbina saling pengertian, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa
Di samping itu, guru seyogyanya dapat memperhatikan karakteristik-karakteristik siswa yang akan menentukan keberhasilan belajar siswa, diantaranya: (1) Setiap siswa memiliki pengalaman dan potensi belajar yang berbeda-beda.(2) Setiap siswa memiliki tendensi untuk menentukan kehidupannnya sendiri.(3) Siswa lebih memberikan perhatian pada hal-hal menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannnya. (4) Apabila diminta menilai kemampuan diri sendiri, biasanya cenderung akan menilai lebih rendah dari kemampuan sebenarnya.(5) Siswa lebih menyenangi hal-hal yang bersifat kongkrit dan praktis.(6) Siswa lebih suka menerima saran-saran daripada diceramahi. (7) Siswa lebih menyukai pemberian penghargaan (reward) dari pada hukuman (punishment).
Selain dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar dan memperhatikan karakteristik individual, juga guru dapat memperhatikan asas-asas pembelajaran sebagai berikut: (1) Kemitraan, siswa tidak dianggap sebagai bawahan melainkan diperlakukan sebagai mitra kerjanya (2)Pengalaman nyata, materi pembelajaran disesuaikan dengan pengalaman dan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa.(3) Kebersamaan, pembelajaran dilaksanakan melalui kelompok dan kolaboratif. (4) Partisipasi, setiap siswa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan sehingga mereka merasa bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan tersebut, sekaligus juga bertanggung atas setiap kegiatan belajar yang dilaksanakannya. (5) Keswadayaan, mendorong tumbuhnya swadaya (self supporting) secara optimal atas setiap aktivitas belajar yang dilaksanakannya. (6) Manfaat, materi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat memberikan manfaat untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi siswa pada masa sekarang mau pun yang akan datang. (7) Lokalitas, materi pembelajaran dikemas dalam bentuk yang paling sesuai dengan potensi dan permasalahan di wilayah (lingkungan) tertentu (locally specific), yang mungkin akan berbeda satu tempat dengan tempat lainnya.
Pada bagian lain, Wina Senjaya (2008) mengemukakan bahwa agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai fasilitator, maka guru perlu memahami hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber belajar. Dari ungkapan ini, jelas bahwa untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator, guru mutlak perlu menyediakan sumber dan media belajar yang cocok dan beragam dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan tidak menjadikan dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar bagi para siswanya.
Terkait dengan sikap dan perilaku guru sebagai fasilitator, di bawah ini dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan guru untuk dapat menjadi seorang fasilitator yang sukses: (1) Mendengarkan dan tidak mendominasi. Karena siswa merupakan pelaku utama dalam pembelajaran, maka sebagai fasilitator guru harus memberi kesempatan agar siswa dapat aktif. Upaya pengalihan peran dari fasilitator kepada siswa bisa dilakukan sedikit demi sedikit. (2)Bersikap sabar. Aspek utama pembelajaran adalah proses belajar yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Jika guru kurang sabar melihat proses yang kurang lancar lalu mengambil alih proses itu, maka hal ini sama dengan guru telah merampas kesempatan belajar siswa. (3)Menghargai dan rendah hati. Guru berupaya menghargai siswa dengan menunjukan minat yang sungguh-sungguh pada pengetahuan dan pengalaman mereka (4) Mau belajar. Seorang guru tidak akan dapat bekerja sama dengan siswa apabila dia tidak ingin memahami atau belajar tentang mereka. (5) Bersikap sederajat. Guru perlu mengembangkan sikap kesederajatan agar bisa diterima sebagai teman atau mitra kerja oleh siswanya (6) Bersikap akrab dan melebur. Hubungan dengan siswa sebaiknya dilakukan dalam suasana akrab, santai, bersifat dari hati ke hati (interpersonal realtionship), sehingga siswa tidak merasa kaku dan sungkan dalam berhubungan dengan guru. (7) Tidak berusaha menceramahi. Siswa memiliki pengalaman, pendirian, dan keyakinan tersendiri. Oleh karena itu, guru tidak perlu menunjukkan diri sebagai orang yang serba tahu, tetapi berusaha untuk saling berbagai pengalaman dengan siswanya, sehingga diperoleh pemahaman yang kaya diantara keduanya. (8) Berwibawa. Meskipun pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang akrab dan santai, seorang fasilitator sebaiknya tetap dapat menunjukan kesungguhan di dalam bekerja dengan siswanya, sehingga siswa akan tetap menghargainya. (9) Tidak memihak dan mengkritik. Di tengah kelompok siswa seringkali terjadi pertentangan pendapat. Dalam hal ini, diupayakan guru bersikap netral dan berusaha memfasilitasi komunikasi di antara pihak-pihak yang berbeda pendapat, untuk mencari kesepakatan dan jalan keluarnya. (10) Bersikap terbuka. Biasanya siswa akan lebih terbuka apabila telah tumbuh kepercayaan kepada guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, guru juga jangan segan untuk berterus terang bila merasa kurang mengetahui sesuatu, agar siswa memahami bahwa semua orang selalu masih perlu belajar (11)Bersikap positif. Guru mengajak siswa untuk mamahami keadaan dirinya dengan menonjolkan potensi-potensi yang ada, bukan sebaliknya mengeluhkan keburukan-keburukannya. Perlu diingat, potensi terbesar setiap siswa adalah kemauan dari manusianya sendiri untuk merubah keadaan
Diakui atau tidak guru memang telah terlebih dahulu mengetahui tentang keilmuan dari pada peserta didik, sekali pun telah banyak makan asam garam dalam dunia pendidikan, tetapi hal ini tidak lantas guru berhenti dalam menggali pengetahuan dan informasi dengan budaya membaca, meningkatkan moral spiritual guna membimbing siswa yang lebih baik dan berakhlak mulia, meningkatkan penguasaan teknologi informasi untuk memberikan pembelajaran yang inovatif, terus berupaya meningkatkan penguasaan dalam bidang administrasi pendidikan agar mampu mempertanggungjawabkan tugasnya, menilai kemampuan siswa tidak hanya dari sisi kognitif saja, tetapi juga memberikan porsi yang sama dalam aspek afektif dan psikomotorik sehingga siswa merasa terpenuhi rasa keadilannya. Dengan demikian guru akan menjadi sosok manusia pembelajar yakni manusia yang luas wawasan dan pengetahuannya dan mampu mengantarkan siswa dalam meraih cita-citanya.
*Kepala MTsN Jagong







