Sahuri Ramadana*
Gayo….
Itulah sebuah nama yang “terkenal” diseluruh dunia yang begitu fenomenal dengan alam yang sejuk, indah dan juga terkenal dengan hasil pertanian yang mendunia. Yaitu kopi Gayo. Kata Gayo sendiri banyak yang mengatakan berarti “berlari”. Dalam sejarah dikatakan bahwa masyarakat Gayo tidak mau masuk Islam dan lari ke daerah pedalaman. Kemudian ada juga yang mengatakan Gayo memiliki asal kata “Kayo” yang artinya sudah “takut”. Tetapi kemudian dari pengertian itu banyak yang salah menafsirkan bahwa orang Gayo itu adalah orang yang “penakut”.
Kenyataanya orang Gayo bukanlah seorang yang penakut. Itu terbukti sejak zaman dahulu ketika Kerajaan Linge memimpin Gayo hingga Pedang Aman Dimot yang menebas para penjajah Belanda. Bahkan seorang wanita mampu memimpin perang hingga nama Datu Beru terkenal kepenjuru Sumatera. Itu berarti orang Gayo bukanlah seorang penakut. Bahkan sampai sekarang dimana orang Gayo berdiri masih tetap disegani orang lain.
Masyarakat Gayo juga merupakan salah satu suku tertua di Aceh, yang memiliki sejarah yang sangat panjang. Daerah Gayo juga merupakan daerah yang fenomenal Memiliki cerita legenda yang mengesankan, mempunyai pariwisata yang sangat indah dengan panorama alam yang begitu menakjubkan. Dengan dikelilingi gunung-gunung yang hijau dan dihiasi dengan genangan air tawar yang begitu sejuk dan segar. Tetapi tak hanya itu keberagaman cirri khas Gayo juga begitu banyak mulai dari kesenian ukir, syair, dan juga alat musik serta masih banyak lagi.
Benda ukir yang dijalin pun begitu indah dengan alur kerawang yang menerawang jauh berdasarkan filsafat alam. Syair zaman yang memuat beribu kata penuh makna yang tak terlupakan, nasehat Muyang Datu yang begitu sayang kepada anak cucunya dan dengan diiringi tepukan ribuan tangan Gayo yaitu Didong dan Saman. Alat musik Gayo pun beragam mulai dari nyaringnya bunyi ketukan teganing hingga merdunya bunyi suling yang membuat hati bergetar ketika itu semua dibunyikan.
Masyarakat Gayo memang begitu fenomenal dan bersejarah, cerita legenda penuh pesan dan tangis haru membuat kita begitu teringat dengan terbelahnya batu dan terbentuk nya batu Pukes di Kelitu.
Dengan begitu saya sendiri lebih setuju mengambil pendapat dari seorang pakar yaitu Prof. Dr. Burhanuddin. Dia mengatakan, kata Gayo dalam bahasa Melayu Brunai Darussalam dan Malaysia adalah “Indah” Kata ini hanya pantas diungkapkan/ dilontarkan pada saat-saat upacara tertentu (juga rekaman ceramah Tgk.H. Ilyas Leube 1976).
Kata Gayo bukanlah berarti berlari yang berkiaskan penakut. Tapi kata Gayo lebih kepada asal bahasa Melayu yang berarti Gayo itu indah. Itu semua terbukti dengan keindahan Gayo dan keariban lokal yang begitu baik. Adat Gayo juga begitu erat dengan syaria’t sehingga banyak sekali istilah istilah Gayo yang sejalan dengan syari’at dan berdasarkan agama Islam.
Seperti istilah Sumang yang melarang masyarakat Gayo untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak baik sehingga memancing sampai keperzinaan. Jis dan kemali juga salah satu larangan yang mengajarkan masyarakatnya untuk memiliki akhlak dan sopan santun, serta saling menghormati.
Gayo memang begitu indah, Orang Gayo harus bangga memiliki suku, adat, budaya, dan daerah yang konon adalah serpihan alam dari surga. Bukan hanya orang Gayo yang harus bangga, seluruh orang yang tinggal di Gayo juga harus bangga dengan dapat bermukim di Gayo, karena mata pencaharian begitu mudah, tidak ada alasan orang hanya untuk meminta-minta. Keakraban alam Gayo menanti kita untuk dapat mengolahnya dan memperoleh hasil darinya.
Para pemuda dan pemudi Gayo jangan malu jadi orang Gayo, apalagi jadi orang yang penakut (dalam arti takut untuk berkarya, berkreasi, dan juga mempertahankan Gayo itu sendiri). Angkat martabat Gayo kepenjuru dunia. Banggakan tanah Gayo dengan prestasi dan karyamu melalui tanoh Gayo. Tunjukan pada dunia bahwa orang Gayo bukanlah penakut, tapi orang Gayo adalah orang yang mampu memberikan kebanggaan bagi dunia karena tanah dan masyarakatnya adalah bagian dari keberuntungan dan keindahan alam Dunia.[SY]
*Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam STAIN Gajah Putih Takengon