Oleh Ismar Ramadhani
DUDUK menikmati secangkir kopi, lengkap dengan aromanya, baik pada saat sang Barista meng-grinder biji kopi pada mesin espresso yang canggih atau pada saat ia tersaji dalam cangkir, semua itu merupakan kemewahan yang langka. Betapa tidak, sering sekali orang tidak punya waktu yang cukup untuk duduk sejenak dan menikmati secangkir kopi pagi, siang atau sore yang sempurna. Namun sebagian orang mulai menikmati cara ngopi yang agak santai ini. Hal ini terjadi seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap kopi jenis Arabika dan kekayaan citarasa khas dataran tinggi. Sehingga sepaket menu yang dipesan dimaksudkan untuk menikmati secangkir kopi yang mengandung unsur kekayaan citarasa dan aroma. Keduanya termasuk jualan yang penting sejumlah cafe atau kopi produk rumahan. Maka tidak jarang bila terlihat seseorang yang memesan kopi akan menghirup aroma kopi terlebih dahulu ketika sampai di meja dan mulai menyeruputnya. Sebagian orang mungkin akan memilih untuk melakukan pengambilan gambar.
Kopi si Biji Ajaib
Kopi merupakan biji ajaib, kopi dapat menyerap hampir semua jenis aroma yang ada di sekitarnya. Bahkan dari wilayah Sumatra orang biasa menaburkan sejumlah bubuk kopi pada paket buah durian yang akan dikirim keluar Sumatra, ini artinya kopi memiliki kemampuan menyerap bau yang luar biasa bahkan bau yang tajam dari buah durian. Terlepas dari keahlian kopi menyerap aroma, sejatinya kopi yang baik adalah kopi yang tidak kehilangan orisinalitas rasa dan aroma dalam artian kopi yang tidak menyerap aroma apa-apa yang ada di dekatnya. Seorang Q grader sebagai penjaga aroma dan citarasa sangat paham dan mengetahui bila ada kopi yang mengalami cacat rasa. Jenis kerusakan kopi sendiri ada berbagai macam, salah satunya dapat diketahui dari aroma dan citarasa kopi yang dilakukan melalui cupping, bila cupper menemukan aroma dan rasa selain kopi seperti tanah, lumut, pestisida, bahkan sabun atau sejenisnya, maka kopi diidentifikasi sebagai kopi yang rusak.
Proses menjaga citarasa sendiri telah dimulai sejak pemetikan, terutama pada proses penjemuran sampai pada green bean atau peroasthingan. Di mana kopi harus ditempatkan jauh dari sumber bau yang dapat mengkontaminasi aroma kopi. Setidaknya terdapat 5 prasyarat untuk mendapatkan kopi yang baik; petani yang menanam, merawat kopi dengan baik, prosesor yang berperan menggiling, mencuci dan menjemur kopi sampai menjadi green bean, roaster yang bertugas meroasthing kopi dan memunculkan aroma dan citarasa kopi dengan pengukuran waktu dan suhu mesin yang pas, cupper sebagai penjaga citarasa yang menilai proses pertama, kedua dan ketiga. Kemudian Barista ada pada no ke5 sebagai penyaji dari kopi yang telah dihasilkan dengan aneka sajian yang nikmat. Setiap komponen ini sejatinya harus bertanggungjawab untuk menjaga citarasa kopi terjaga sampai pada siap dinikmati.
Lalu apa jadinya bila aroma kopi bercampur dengan Parfum sang Barista?

Bila anda duduk diwarung kopi dan dapat dengan tajam mencium aroma kopi yang nikmat, ini menjadi indikasi kopi yang disajikan dalam keadaan segar dengan kualitas baik. Beberapa cafe yang memiliki dedikasi yang tinggi terhadap penyajian kopi dapat menjadi pilihan anda. Namun akhir-akhir ini Hal inilah yang menurut pengamatan saya mulai diabaikan oleh sebagian penyaji kopi, kesalahan kecil pada proses penyajian. Tidak jarang saya merasa kecewa dengan secangkir kopi beraroma parfum yang menyengat. Ternyata saya tidak hanya sendiri yang merasa kehilangan ini, seorang penikmat kopi yang saya temui menyampaikan hal yang sama. Namanya Baridna, dia penyuka kopi sejak dua tahun yang lalu. Meski pemula dia telah mengetahui banyak hal tentang kopi. Termasuk kekayaan citarasa dan aroma kopi. Tidak tangung-tangung untuk dapat menikmati kopi yang sempurna, perempuan berkulit hitam manis ini rela tidak menggunakan wewangian untuk menikmati secangkir kopi yang sempurna disalah satu cafe langganannya. Dapat dibayangkan, dia yang datang menikmati kopi tanpa wewangian namun menemukan secangkir kopi dengan aroma selain dari aroma kopi itu sendiri. Sering juga saya menyampaikan langsung keberatan atas kerugian yang saya alami (tidak bisa menikmati aroma asli kopi) kepada pengelola cafe. Tapi kejadian yang sama kerap berulang.
Apa yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini adalah, ada baiknya pengelola cafe yang berdedikasi terhadap penyajian kopi yang baik memberikan pembekalan yang cukup kepada para barista untuk turut menjaga kemurnian citarasa dan aroma kopi dari proses panjang yang telah dilakukan 4 pihak sebelumnya. Menjadi wangi sebagai seorang Barista tentu tidak ada salahnya, tapi kalau wangi yang datang dari parfum merusak aroma kopi dan citarasa kopi, tentu pengelola cafe harus berpikir ulang sebab banyak pelanggan yang datang untuk satu paket pesanan: citarasa dan aroma dalam secangkir kopi.
Penulis adalah Staf Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dan Pencinta Kopi Gayo.