Lhokseumawe-Lintas Gayo.co: Pakar Hukum Unsyiah M Jafar mengatakan kedudukan perempuan secara hukum saat ini sudah sangat kuat. Ia mengemukan hal itu saat menjadi narasumber kegiatan penguatan kapasitas politik perempuan yang digelar Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh di Aula SMKN 2 Lhokseumawe, Kamis, 9 Oktober 2014.
Jafar mengungkapkan sila kelima Pancasila dengan tegas menyatakan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Ini menunjukkan tidak ada perbedaan dan diskriminasi terhadap perempuan. “Semua warga negara kedudukannya sama,” ujar mantan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh ini.
Menurut Jafar, UUD 1945 pasal 27 ayat 1, 2, dan 3, pada intinya juga menjamin kedudukan semua warga negara secara hukum sama. Jika kemudian dalam peraturan perundang-undangan tertentu terjadi diskriminasi maka bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi agar dibatalkan.
Jafar mencontohkan, UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), tidak ada pasal yang menentukan bahwa dalam pengisian jabatan di parlemen harus memperhatikan keterwakilan perempuan.
“Dalam UU sebelumnya, UU Nomor 29 tahun 2009 disebutkan harus memperhatikan keterwakilan perempuan. Sekarang dihapus maka digugat ke MK,” kata Jafar.
Jafar menyebutkan UU nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik sudah kuat sekali kedudukan perempuan. Dalam UU itu disebutkan “Kepengurusan partai politik tingkat pusat disusun dengan menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan”.
Begitu pula UU tentang Pemilu yang mengamanahkan 30 persen keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif dari masing-masing partai politik. Namun kenyataannya, kata Jafar, perempuan terpilih menjadi anggota DPR RI hasil Pemilu 2014 hanya 17 persen. Sedangkan hasil pemilu 2009 mencapai 18,20 persen.
“Jadi turun, bukan meningkat, padahal UU sudah lebih tegas mengatur keterwakilan perempuan,” kata Jafar.
Kondisi lebih memprihatinkan terjadi di Aceh. Jafar mencontohkan, perempuan terpilih menjadi anggota DPRK Aceh Utara hanya satu orang dari 45 kursi dewan. “(Dari 25 kursi DPRK) Lhokseumawe hanya dua orang (perempuan) atau sekitar 8 persen, tidak sampai 10 persen,” ujarnya.
Jafar menilai minimya perempuan yang terpilih menjadi anggota dewan karena sejumlah faktor lain. Di antaranya, faktor politis, sosial, budaya, dan ekonomi.
“Intinya ketentuan tentang keterwakilan perempuan dalam undang-undang sudah sangat kuat. Peluang sudah diberikan dan ini berarti tantangan bagi perempuan,” kata Jafar.[] atjehpost.co