Kata “Tarzan” Leuser, hutan juga bisa marah seperti manusia

oleh
Abu Kari Aman Jarum

AbuKariAmanJarumKABAR Gunung Leuser tidak baik. Pujian yang dilakukan manusia hanya yang terlihat. Luarnya saja. Hutan Leuser sedang menangis, sebagian kelebatannya di tebang, termasuk perut gunung yang dinilainya mulai terbelah.

Kata-kata itu terlontar dari sosok yang hidup bersama hutan Leuser, Pining, Gayo Lues. Dialah manusia “Tarzan” Gunung Leuser, Abu Kari atau Aman Jarum. Aman Jarum sedang berkisah kekecewaan pada pemerintah yang dinilainya “cuek” pada keselamatan hutan. terutama kekecewaan kepada pemerintah Aceh yang “besar omong” ingin menyelamatkan hutan.

“Yang ada cuma pamplet dilarang menebang kayu, tapi yang jaga hutan tidak ada,” kata Aman Jarum yang kini sedang berada di Banda Aceh untuk urusan “tertentu”. Aman Jarum memang sosok “misterius”, dan tidak suka basa-basi. LintasGayo.co bertemu dengannya di rumah anggota DPR Aceh asal Gayo Lues, H. Muhammad Amru di Neusu, Banda Aceh, Minggu (5/10/2014).

Aman Jarum mengaku dirilah hanya masyarakat biasa yang sehari-hari bekerja sebagai petani. Masuk ke hutan Leuser, awalnya cuma hobi saja, hingga kini selain berkebun dirinya kerap memantau hutan sebagai paru-paru dunia tersebut.

“Saya kadang-kadang tidak kuat. Saya menemukan berbagai hewan di sana, dan saya berteman sama mereka, karena hewan punya naluri kuat untuk berteman dengan manusia,” kisah aman Jarum.

Berteman dengan Binatang memang sudah menjadi “candu” aman Jarum. Dia hanya kesal pada ulah manusia yang membikin binatang-binatang keluar dari habitatnya. Hingga puncaknya, beberapa waktu lalu, Aman Jarum tidak kuat lagi, dan dia membiarkan segerombolan Gajah keluar dan menghancurkan sawah dan perkebunan rakyat di kampung Lestin, Pining, Gayo Lues.

“Tempat gajah sudah diganggu, kayu-kayu dimana biasa gajah berada berada sudah ditebangi. Akibatnya Gajah-gajah mengamuk. Bahkan memasuki kampung warga,” cerita Aman Jarum. Peritiwa yang baru terjadi beberapa bulan lalu.

Prinsip pria berkumis tebal itu sederhana saja, hutan tidak ubahnya seperti manusia, bisa marah. Itu apabila diganggu. Seharusnya manusia menjaga hutan, agar hutan menjaga hidup manusia. “Tidak jauh berbeda. Sama persis seperti sifat manusia, bisa marah kalau diganggu,” ujarnya.

Itulah yang membuat kecintaannya pada hutan semakin  besar. Tidak jarang, dia bersama para pemuda Kampung Pining, keluar masuk hutan Leuser hingga berhari-hari. Biasanya, kedalam hutan mereka hanya mengenakan kain sarung, sebuah parang, dan kebutuhan kecil lainnya. Katanya, di dalam hutan ada segalanya. Kita makan makanan terbaik di dunia, kita menghirup udara, udara terbaik di dunia. “tidak ada yang kurang dari hutan,” kata Aman  Jarum.

Sudah menjadi kebiasaan pria tua ini memasuki hutan. Tugas utamanya hanya memantau keadaan hutan. Dia tidak ingin Leuser gundul, itu sebabnya dia bersemboyan kalau ada yang ingin menghancurkan Leuser, hadapi Aman Jarum dulu. Itu berlaku bukan pada pemilik sinso atau buldoser semata, tetapi juga mereka yang kerap membawa bom ikan ke sungai yang ada di leuser.

Begitu besarnya cinta Aman Jarum kepada Leuser, hampir tak sejengkalpun dia membiarkan tanah hutan Leuser tercabik-cabik dan hancur, karena itu turut membuat hati pria ini huncur juga. Begitulah cara Aman Jarum menjaga Leuser. (tarina/boby mulya)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.