Mengintip latihan Sarik, bikin merinding

oleh

Catatan: Muhammad Syukri

pak_syuklri“Pak, nonton anak-anak latihan sarik yuk,” ajak Joe Samalanga, seorang pekerja seni asal Blang Kolak Satu, Takengon. Terkejut dan heran mendengar ajakan itu. Seingat saya, sarik dalam bahasa Gayo berarti teriakan. Sungguh aneh, masa iya orang latihan berteriak harus ditonton, tanya saya dalam hati.

“Nggak luculah nonton orang latihan berteriak,” sanggah saya.

“Bukan melihat orang berteriak! Sarik itu sebuah aliran musik baru di Tanoh Gayo,” jelas Joe Samalanga.

“Terus musik itu akan dipenuhi dengan teriakan, begitu kan?” sergah saya, penasaran.

Joe Samalanga sangat memahami bahwa saya sangat awam dengan Sarik. Kemudian dia mulai menggambarkan tentang aliran seni kontemporer itu. Menurutnya, Sarik adalah kolaborasi sejumlah seni tradisional Gayo dalam sebuah “orkestra.” Pemainnya terdiri dari 18 orang, ada penari guel, penepuk didong, pemain gegedem, biola, gitar, suling, teganing ditambah penyanyi dan pembaca puisi.

Unik juga seni ini, pikir saya. Lantas kenapa diberi nama Sarik? Menurut Joe Samalanga, dalam sebuah perbincangan di Banda Aceh dengan Wiratmadinata dan Aga Renggali, terlontar gagasan musikalisasi puisi menggunakan instrumen seni tradisional Gayo. Perbincangan itu mengarah kepada bagaimana mengkolaborasi sejumlah seni tradisional Gayo menjadi satu layaknya orkestra.

sarik_agaAga Renggali, si penari Guel yang berasal dari Kampung Bale Takengon berhasil menangkap gagasan itu. Hanya saja, seni kontemporer itu belum memiliki nama. Kemudian, Joe Samalanga menawarkan sebuah nama yaitu Sarik (pekik, teriak). Nama ini terkait dengan pekikan yang berasal dari pembaca puisi dan para penyanyinya. Akhirnya, Sarik disepakati menjadi nama dari aliran musik itu.

Menurut Joe Samalanga, penampilan pertama Sarik adalah pada acara Keluarga Negeri Antara (KNA) di Banda Aceh. Waktu itu, pembaca puisinya adalah Wiratmadinata dan diiringi oleh Aga Renggali dan kawan-kawan. Penampilannya sangat heroik, dan kebetulan jajaran Pemerintah Aceh juga ikut menyaksikan seni kontemporer ini. Terlihat sekali para penonton terkesima melihat penampilan Sarik, tegas Joe Samalanga.

Memang, selama ini saya sering berdiskusi dengan Joe Samalanga dan beberapa seniman lainnya. Fokus diskusinya terkait bagaimana supaya seni tradisional Gayo diperkaya  dengan atraksi panggung. Beberapa orang malah mengatakan “payah,” karena nanti dituding melanggar kaidah seni Gayo. Sebaliknya, Joe Samalanga sangat optimis. Dia mengatakan: “sangat bisa.”

Supaya seni tradisional Gayo bisa tampil dikancah regional dan nasional, tentu atraksi panggungnya harus diperkaya. Lihat saja Saman Gayo, syair yang dinyanyikan cehnya sama sekali tidak dimengerti oleh penonton yang tidak paham bahasa Gayo.

Lantas, kenapa penonton di tanah air dan luar negeri sangat menyukai penampilan Saman Gayo? Gerakannya yang dinamis dan heroik membuat para penonton terpesona. Para penonton tidak peduli apa yang dilantunkan ceh saman, tetapi mereka terkesima melihat gerakan tangan seribu dari para pemain Saman Gayo. Itulah karakter dan atraksi panggung yang dimiliki oleh Saman Gayo.

Oleh karena itu, saya menjadi penasaran dengan yang namanya Sarik ini. Selasa (23/9/2014), akhirnya saya dan Joe Samalanga sepakat menyambangi tempat latihan anak-anak muda kreatif itu. Lokasi latihannya terletak di sebuah rumah sederhana, di simpang jalan ke arah Bale Atas. Mereka latihan di lantai dua, dalam ruang keluarga yang relatif cukup sempit.

Memasuki halaman rumah bercat putih itu, sudah terdengar bunyi gendang ditabuh bertalu-talu. Kami pun naik ke lantai dua. Disana terlihat penyair kondang Zuliana Ibrahim, Aga Renggali beserta kru seni kontemporer Sarik. Mereka baru saja selesai berlatih untuk persiapan tampil pada acara malam konser Maya, 24 September 2014, di GOS Takengon.

Kali ini, mereka akan tampil dengan tema Mantra. Skenarionya, Aga Renggali dan kawan-kawan akan mengiringi Zuliana Ibrahim membacakan puisi Mantra karya Wiratmadinata.

Personil dan penyenandung dalam SARIK
Personil dan penyenandung dalam SARIK

Sebenarnya, ketika kami tiba disana, mereka terlihat sudah akan istirahat. Kemudian, kami meminta agar mereka melanjutkan latihan. Kelihatannya mereka bersedia. Aga Renggali berserta krunya mulai mempersiapkan instrumen musik dan menyamakan nada.

Dimulai dengan tepukan didong yang diringi alunan seruling ditambah tabuhan gendang, pertunjukan Sarik pun dimulai. Penari guel mulai meliuk-liuk ditengah para pemain Sarik, sekonyong terdengar siulan burung berkicau. Kemudian, tempo musik mulai meningkat ditandai dengan tepukan “runcang” diantara suara Zuliana Ibrahim yang membacakan puisi.

Tiba-tiba suara hening sesaat. Seorang perempuan pelantun lagu mulai memekik, diiringi dengan musik dan tepukan, serta sayup-sayup terdengar suara Zuliana Ibrahim melanjutkan membacakan puisi.

Hening kembali, dan petikan teganing menandakan masuk ke tahap berikutnya. Penepuk didong dengan suara merdu mulai membawakan sebuah lagu Gayo yang diikuti oleh penyanyi perempuan. Gesekan biola oleh dua orang remaja putri benar-benar melahirkan suasana syahdu.

Dan, tidak lama kemudian, tabuhan gendang makin keras, gesekan biola makin cepat, tepukan didong makin jelas terdengar, pekikan pun membuat suasana makin menggetarkan jiwa para penikmat Sarik. Merinding, hanya itu yang bisa saya gambarkan terhadap penampilan mereka sore itu.

Sebenarnya, penampilan Aga Renggali dan kawan-kawan akan lebih dahsyat lagi jika penari guel bergerak mengikuti irama musik. Saat irama musik pelan, penari guel harus tampil meliuk-liuk bagai burung elang yang sedang mengawasi mangsa di permukaan bumi. Ketika tempo mulai meninggi, penari guel harus bergerak lebih cepat mengikuti tempo musik, bagai elang yang akan menyambar mangsanya.

sarik_aga2Saran itu ternyata dicoba dipraktekkan oleh Aga Renggali. Kali ini, dia akan tampil sebagai penari guel. Aga mulai bergerak meliuk-liuk mengikuti tabuhan gendang, gesekan biola, pekikan para penyanyi dan tepukan didong. Sungguh dahsyat, baru kali ini saya benar-benar merinding menyaksikan sebuah pertunjukan seni.

Hanya satu kalimat yang bisa saya sampaikan kepada mereka. “Sarik akan menjadi sebuah penampilan hebat dimasa depan, dan besok, Sarik dapat membuat penontong histeris. Siap-siap menerima standing applaus.” Itulah Sarik, sebuah kreasi anak muda yang cukup heroik. Sarik, maju terus!

Comments

comments